Footnote

Masih Relevankah Motto Kota Kendari Sebagai Kota Bertaqwa ?

×

Masih Relevankah Motto Kota Kendari Sebagai Kota Bertaqwa ?

Sebarkan artikel ini
Teluk Kendari menjadi ikon Kota kendari foto: Joss

Sepertinya para pemikir di Kota Kendari perlu mengkaji ulang, motto “Kendari Kota Bertakwa”. Dari sisi konektivitas visi misi pembangunan apakah motto itu tercermin dalam RPJM? Dari konteks culture, apakah benar Kota Kendari mempunyai kesejarahan religius yang kuat seperti Buton, Lombok, dan kota-kota yang mempunyai akar religious lainnya?

Saya pikir kita perlu jujur mengakuinya, bahwa kesejarahan Kota Kendari tidak berada dalam ranah itu. Sehingga, promosi tentang wisata religious agaknya kurang masuk akal, dalam bahasa kekiniannya agak halu. Hanya karena terdapat satu buah masjid yang dibangun oleh Bpk.Nur Alam beberapa tahun yang lalu (semoga beliau sehat selalu), kelihatan megah, unik karena berada di tengah laut, tidak cukup menjadi keterwakilan sebagai suatu produk wisata religious.

Alih-alih menyebut-nyebut wisata religious, lebih sangat bijak jika para pemikir, perumus kebijakan, lebih melihat potensi dan atraksi wisata yang relevant, baik yang sudah exist maupun yang potensi untuk dikembangkan seperti yang ada dalam video ini. Saya setuju jika Kota Kendari sebagai Water Front City karena memang potensinya disitu (terlepas kita bicara soal harga lingkungan yang harus dibayar ya).

Ada satu hal yang sedikit agak luput dari pantauan orang Kendari, bahwa, sebenarnya masyarakat luar melihat Kendari sebagai “Kota Perniagaan Bahari”, karena apa, sejak nenek moyang kita bahkan sampai sekarang Teluk Kendari masih dipenuhi dengan kapal-kapal niaga alias barang. Kapal-kapal mewah wisata diluar Kota Kendari rela berlayar jauh-jauh ke Kota Kendari hanya untuk melakukan perbaikan kapalnya kalau bahasa mereka “docking”.

Saya pun senang melihat bakau yang disulap menjadi tempat wisata. Menurut saya Itu bagian dari cerminan Kota Kendari, Kota Niaga Bahari yang sangat kuat, yag diperkuat dengan daya tarik wisata baharinya. Menurut saya, ini lebih realistis jika ini yg dijual sebagai daya tarik wisata, unsur kesejarahannya ada, produk ya tersedia, tinggal di kembangkan lagi sesuai dengan sumber daya yang dimiliki tentunya, agar tidak halu:) (budget, human resources dsb). Sekian.Mohon maaf terlebih dahulu jika ada kalimat yang tidak berkenan.

Penulis: Sus Yanti Kamil/ Pemerhati Kota 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *