Footnote

Saujana Sapati dan Presiden: Hujan Timur Pada Bulan Desember

×

Saujana Sapati dan Presiden: Hujan Timur Pada Bulan Desember

Sebarkan artikel ini

Pulau-pulau kami kecil-kecil saja. Pulau yang memiliki jalan lingkar bisa sehari paling lama dikelilingi dengan berjalan kaki. Walau pulau-pulau kecil, tapi orang orang besar dari jaman yang berbeda telah mengunjungi kami di pulau.
Datang dari pusat kekuasaan negara ke pulau kecil. Presiden dari Jakarta, ibu kota Negara Indonesia, sedang sapati dari Wolio, ibu kota Negara Kesultanan Buton.

Mungkin sapati dan presiden memiliki kapasitas yang berbeda, tetapi masing-masing pengatur pemerintahan pada masanya.

Ketika tiba dalam satu kunjungannya di pulau, sapati tau akan bertemu seorang Wa Surubaende. Perempuan yang berlayar dari timur Nusantara, lalu tinggal di Pulau Wangi-Wangi, pulau paling utara Wakatobi. Persis di tepian barat Laut Banda dan di timur Laut Flores. Jalur pelayaran rempah dari Maluku ke Malaka.

Waktu itu sedang ramai perdagangan transit rempah di pulau-pulau Wakatobi. Kapal-kapal dagang Portugis disebut membangun kota Naga di kawasan pelabuhan Wanci saat ini sebagai gudang cengkeh. Kota adalah benteng kecil.
Adapun awak kapal-kapal dagang Belanda disebut menggunakan pantai-pantai yang lebih utara dari pelabuhan untuk menurunkan cengkeh.
Wangi cengkeh merebak satu pulau. Ditambah aroma dari bunga pohon cengkeh di pedalaman yang ditanam memenuhi bukit hingga mengalir ke lembah pulau.
Penggambaran aroma cengkeh akhirnya abadi sebagai nama Pulau Wangi-Wangi.

Di ujung selatan Wakatobi, para pelaut-pedagang dari kapal-kapal dagang Spanyol mencoba keberuntungannya dari Pulau Binongko. Akan tetapi menghadapi perlawanan Kapitan Waloindi.

Profil di tangan sapati menjelaskan Wa Surubaende sosok yang gemar berlayar. Pengambil keputusan-keputusan atas investasi kunci: menata reorganisasi kesatuan-kesatuan komunal, kedalam struktur pertahanan bersama sebagai kebutuhan khas kerajaan-kerajaan berbasis pulau kecil.
Pada masa itu banyak benteng terbangun di atas bukit pulau dan selalu meletakkan arah pantau ke laut. Desain struktur benteng selalu dirancang sama, berupa tembok batu alam.
Bagian dalam tembok benteng dibuat lebih rendah dari bagian luar. Menciptakan semacam terap, tempat prajurit berjalan dan mendapat perlindungan tembok luar yang lebih tinggi.
Lobang-lobang sebesar buah kelapa atau kotak tembakau dibuat pada tembok tiap beberapa langkah, menyerupai tempat membidik keluar.

Sebab memiliki relasi yang baik dengan pemerintah kesultanan, Wa Surubaende beberapa kali berlayar ke Wolio, ibu kota Kesultanan Buton yang dibelakang hari disebut Kota Baubau.
Pada periode pelayaran-pelayaran Wa Surubaende, di Wolio termashur seorang perempuan pengusaha. Wa Ode Wau, namanya. Pemilik ratusan kapal dagang yang berlayar ke Malaka membawah rempah dari Maluku, tempat asal Wa Surubaende.
Kekayaan Wa Ode Wau juga disumbangkan untuk membiayai pembangunan benteng di pusat Kesultanan Buton. Desain struktur benteng itu secara umum serupa benteng-benteng di pulau-pulau.

Sultan yang mengendalikan negara dari dalam Benteng Buton sangat mengenal kapasitas Wa Surubaende di pulau.
Itu semacam rekomendasi penting kepada sapati, pangkat tertinggi setelah sultan, agar bekerjasama dengan Wa Surubaende dalam misi perjalanan diplomatik ke semua kerajaan-kerajaan pulau di Wakatobi.

Desember tahun 2022. Sepenuhya pekan-pekan awal musim barat. Namun ketika hujan yang tadi membasahi dinding timur Benteng Takoa di Pulau Wangi-Wangi terlihat turun dari titik 45 derajat, jelas itu perangai hujan musim timur. Kami segera menyadari saujana sejarah Wa Surubaende beserta para legend di pulau-pulau Wakatobi.

Jika bulan Desember ini, presiden tiba di pulau untuk memperingati Hari Nusantara dari Wakatobi, itu berarti perayaan di tempat pelayaran-pelayaran rakyat yang berangkat merangkai nusantara dengan perdagangan komoditi. Tempat pulau-pulau batu loncatan masuk dan keluar Laut Banda dalam pelayaran rempah.

Maka pada sejarah para legenda kemudian kami belajar, manfaat sejarah ialah masuk hidup dalam masa lalu untuk keluar lahir di masa depan. Latar belakang dan tujuan.

Sabagai simulasi, Wa Surubaende yang berlatar dunia Maluku, dan Sapati Baluwu dari Buton, serta pelaut-pelaut Wakatobi yang berlayar merangkai nusantara dalam pelayaran-pelayaran rempah, itu hal esensial dari Deklarasi Juanda: pernyataan kedaulatan bangsa meliputi laut antar pulau itu, yang kelak – kini kita peringati sebagai Hari Nusantara.

Artinya perayaan kali ini semacam hikayat rasa: Satu Laut Satu Bangsa.

#ceritakanwakatobi

Naskah: Saleh Hanan

(Sumber peta Azmadin Masruq, sumber lukisan Amin De-Graphic)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *