Environment

Gunung Mekongga Diduga Ex Vulcano Purba

×

Gunung Mekongga Diduga Ex Vulcano Purba

Sebarkan artikel ini
Puncak Gunung Mekongga srtjngga 2640 mdpl. Dokumentasi foto : Raniy Teti Asrani/FB

Penelitian lapangan ditahun ke tiga yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang bekerjasama dengan Universitas California-Davis (UC-Davis) Amerika Serikat selama 26 hari (19 November -14 Desember 2010) di pegunungan Mekongga Sulawesi Tenggara mengungkap beragam eksotisme dan keanekaragaman hayati dari pegunungan yang memiliki puncak tertinggi 2620 mdpl ini.

Penelitian lapangan kali ini difokuskan pada ketinggian 1000 mdpl, untuk mengamati dan mengambil sampel Keanakaragaman Flora dan Fauna di sekitar daerah ketinggian tersebut. Sebelumnya ditahun kedua mereka memfokuskan penelitian pada ketinggan 500 mdpl. Penelitian secara bertahap ini sengaja dilakukan, mengingat daerah dan rute pendakian pegunungan Mekongga sangat panjang dan luas.
“Kita lakukan secara bertahap dari ketinggian yang rendah hingga ke puncaknya, ini memudahkan kita mengetahui jenis dari keanekaragaman dan flora dan fauna yang ada dari titik paling rendah hingga titik tertingginya” kata Dr. Rosichon Ubaidillah, M.Phil selaku ketua tim rombongan peneliti kali ini.

Mirwanto muda jurnalis saat melakukan pendakian di gunung mekongga. Dok FB Mirwanto Muda

Tujuan utama dari project penelitian para ilmuwan Indonesia dan Asing dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan ini dipegunungan Mekongga adalah untuk mengungkap biodiversity (keanekaragaman hayati flora dan fauna) dan kemungkinan pemanfaatannya untuk kesehatan serta energi alternatif (bio fuel).

Penuh Tantangan Dan Rintangan

Dalam melakukan penelitian dipegunungan ini, Rosichon mengakui jika menemukan berbagai tantangan dan hambatan dalam pelaksanaannya. “Tantangan utamanya adalah tantangan alam, kami harus mempersiapkan sebaik mungkin peralatan dan kesiapan fisik dan mental, apalagi rute pendakian cukup panjang. Dan juga dalam perjalanan kami harus melewati dan menyebrangi berkali-kali sungai Ranteangin yang cukup luas, dalam dan deras serta seringkali banjir jika hujan keras turun “ ungkapnya.

Selain tantangan alam, para peneliti juga seringkali dihadapkan pada permasalahan pengangkutan alat-alat penelitian yang terbilang cukup berat. Para porter dan pembantu lapangan lokal kali ini banyak yang tidak mau membawa peralatan hingga di Camp Utama. Sehingga para peneliti harus berjibaku membawa barang peralatan penelitian sendiri secara bertahap. Bahkan seringkali porter meminta tambahan upah dari yang telah ditetapkan sebelumnya.

“Alhamdulillah tantangan dan rintangan tersebut dapat kami lewati dalam penelitian kali ini, kami juga sangat beruntung ditemani oleh Korps Pecinta Alam Kolaka (Citaka) sebagai pendamping teknis di lapangan, sehingga tantangan dan rintangan tersebut dapat kami lewati.” Ungkap Rossi, panggilan akrab dari Dr. Rosichon Ubaidillah, M.Phil.

Diduga Eks Volcano

Meski penelitian difokuskan pada ketinggian 1000 mdpl, bidang Botani LIPI mengirimkan perwakilannya untuk mengamati dan mengambil sample hingga ke puncak tertinggi pegunungan Mekongga. Agus, ahli Botani LiPI didampingi 5 orang personil Korps Citaka Indonesia menjelajahi hutan pegunungan hingga kepuncak tertinggi Mekongga selama 10 hari. Dalam pengamatannya, Agus menemukan berbagai jenis tumbuhan berbunga yang indah dan menarik, selain itu beberapa diantaranya terbilang sudah jarang ditemukan alias tumbuhan langka.

“Lebih 100 nomor koleksi saya dapatkan dalam perjalanan ke puncak kali ini, beberapa diantara diantaranya sudah jarang ditemukan dipegunungan lain” ungkap Agus.
Tumbuhan berbunga yang cukup langka itu misalnya, jenis Trachimene .

Menurut Agus, Jenis tumbuhan yang biasa hidup di bebatuan ketinggian itu tumbuh dipegunungan Mekongga dan ditemukan dua jenis. Tumbuhan berbunga lainya yang ditemukan diantaranya, beragam jenis vacsinium, rododenron, agamila, dan masih banyak lagi. Agus, menambahkan beberapa diantaranya sangat unik dan perlu identifikasi lebih lanjut dan beberapa diantaranya kemungkinan jenis baru atau endemik.

Fenomena menarik lain yang membuat kagum dalam pengamatan peneliti Botani ini adalah kenunikan bentangan alam dan batuan-batuan puncak Mekongga. “Puncak mekongga kelihatan seperti candi alam yang terpahat sendiri oleh alam. Ini sangat luar biasa, selain itu puncak-puncak lain menyatu dalam jejeran bebatuan yang membentuk benteng alam, ini sangat indah” ungkap Agus, sejenak setelah berada di puncak Mekongga.

Meski beberapa orang yang pernah mendaki di Puncak ini, mengatakan bahwa dari struktur batuannya, pegunungan Mekongga adalah kawasan pegunungan karst, namun bagi Ahli Botani LIPI ini menduga jika Mekongga dulunya adalah sebuah gunung api (volcano) purba yang meletus berjuta-juta tahun yang lalu.

“ Ini hanya dugaan saya, karena saya bukan ahli geologi dan gunung berapi, karena saya melihat ada sebuah lubang yang cukup besar di dekat puncak, dugaan saya, dahulunya itu merupakan kawah volcano” kata agus sedikit yakin.
Menanggapi Dugaan dari rekan penelitinya tersebut, Sebagai ketua tim Dr. Rosichon Ubaidillah, M.Phil mengatakan akan mempertimbangkan kedepan untuk menurunkan tim ahli geologi dan gunung berapi untuk pengamatan lebih lanjut.

Flora Dan Fauna Yang Semakin Beragam
Peneliti burung dan mamalia asal Universitas California-Davis (UC-Davis), Alan Thomas Hitch, mengatakan bahwa di ketinggian 1000 mdpl, jenis burung dan mamalia semakin beragam. Beberapa diantaranya juga merupakan hewan yang sudah langka dan jarang ditemukan karena habitatnya yang terancam.

“Kali ini kami menemukan primata yang paling kecil di dunia yaitu Tarsius (monyet kecil), kami sangat beruntung, karena biasanya kami hanya mendengar suaranya, namun kali ini kami berhasil menemukannya”ungkapnya.

Selai n beragam jenis burung dan mamalia lainnya, tim peneliti juga menemukan jenis kodok tetes daun yang juga diduga adalah record baru. Bentuk kodok ini sangat kecil dan berwarna hijau.

Bagi Robert B. Kimsey, PH.D, ahli entomology Universitas California-Davis, yang juga ikut dalam penelitian kali ini mengatakan bahwa, Mekongga adalah sebuah habitat dari berbagai flora dan fauna yang unik, terutama serangga, sehingga penelitian di kawasan ini perlu terus dilakukan untuk mengungkap pesona dan pemanfatan dari alam pegunungan Mekongga.

Penting untuk di Lindungi

Beragamnya jenis dari flora dan fauna yang ditemukan di pegunungan Mekongga dalam penelitian kali ini, pertanda bahwa Mekongga menyimpan potensi untuk kepentingan Ilmu pengetahuan dan kehidupan umat manusia kedepan. Sehingga para peneliti berharap, kawasan ini bisa segera dijadikan kawasan yang perlu dan sangat untuk di lindungi.

Kekhawatiran para peneliti akan rusaknya pegunungan Mekongga sangat beralasan. Dari pengamatan lapangan mereka, para peneliti melihat semakin maraknya penebangan dan perambahan hutan serta pembukaan lahan untuk perkebunan kakao, yang merupakan ancaman utama rusaknya habitat yang memiliki keanekaragamana hayati ini. Dan yang paling sangat disayangkan bagi para peneliti adalah, kebiasan warga dekat kaki gunung berburu “anoa” secara sporadis menjelang idul fitri dan idul adha.

“Karena kebutuhan akan daging di hari raya, warga biasanya masuk ke gunung untuk berburu, bayangkan jika dalam tiap musim berburu sekitar seratus ekor lebih anoa berhasil diburu, jadi dalam setahunnya setidaknya 200 ekor lebih anoa mati, jika ini terus dilakukan maka anoa di pegunungan mekongga akan punah, Pemerintah dan pihak terkait harus memikirkan pencegahan perburuan secara sproadis ini, misalnya dengan memberi pemahaman kepada warga akan pentingnya kelestarian hewan Anoa, sebagai hewan langka yang juga kebanggan Sulawesi, selain itu Pemerintah juga memberikan solusi kebutuhan akan daging dihari raya bagi warga” ujar Dr. Rosichon Ubaidillah, M.Phil.

Naskah Ditulis Mirwanto Muda

Jurnalis Kolaka

Pendiri Organisasi Citaka

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *