Footnote

Tanpa Efek

×

Tanpa Efek

Sebarkan artikel ini
Saat menjalani vaksinasi. foto: AMR/FB

Tubuh saya kini sudah terinjeksi vaksin Covid-19. Empat jam lalu, petugas kesehatan Pemkab Bombana menyuntikan jarum berisi cairan anti Corona itu. Saya malah nyaris tidak merasakan apa-apa ketika jarum tajam itu mendadak terhujam ke lengan kiri saya. Jauh lebih sakit rasanya bagi mereka yang saat masih sayang-sayangnya, lalu ditinggal pergi.

Pagi ini, seluruh komisioner plus staf di KPU Bombana diagendakan melakukan vaksinasi tahap pertama. Semuanya patuh, tanpa penolakan apalagi ditingkahi drama. Usai didata, kami discranning seorang dokter muda wanita. Ditanya soal riwayat penyakit, kondisi tubuh dan lainnya.

“Tidak demam Pak?”

“Kalau demam dok, didata saya itu tidak tertulis 36 derajat suhu tubuh,”

“Pernah kena Covid sebelumnya?”

“HIV Pak?” tanya sang dokter. Rautnya datar tapi pertanyaanya bikin shock.

“Allahu Akbar, amit-amit dokter. Saya ini setia kasian,”

Tuntas di meja scranning, saatnya disuntuk. Saya memilih menyodorkan lengan kiri. Tak sampai 5 detik kelar. Reaksinya? Bahwa ada beberapa staf yang merasa lengannya pegal usai disuntik atau sedikit mengantuk, itu bukan problem serius. “Itu biasa,” kata dr Sunandar, Kadis Kesehatan Bombana, yang sempat meninjau jalannya vaksin di KPU.

Saya sempat ngobrol beberapa jenak dengan Kadiskes Bombana ini. Katanya, sudah hampir 4000 orang yang diinjeksi vaksin. Mulai Nakes hingga ASN dan pejabat pelayanan public. Sejauh ini, kata dia, belum ada yang melapor punya masalah kesehatan serius usai divaksin. Lapar atau mengantuk adalah gejela normal pascavaksin.

“Ada juga yang menolak Pak. Elemen penyelenggara negara juga. Alasannya, soal halal haramlah, macam-macam. Kalau kami, terserah mereka. Tidak bisa kita paksa, yang penting kami sudah sampaikan dan siapkan vaksin dan petugasnya,” imbuh sang Kadis. Ia sempat menyebut lembaga dan jumlah yang menolak termasuk dalihnya. Hanya tak elok saya tulis.

Sejak awal, saya termasuk orang yang sangat siap divaksin. Soal apakah benar-benar bakal “kebal” Corona, itu hal lain. Bagi saya, ini adalah ikhtiar kecil untuk turut menyukseskan agenda negara. Sebagai salah satu instrumen kecil penyelenggara negara, saya wajib terlibat. Malu kita, sudah digaji negara tapi disodori vaksin malah menolak. Duit negara mau, vaksin negara malah ogah. Apa kata dunia?

Kata dr Sunandar, vaksin yang disuntikan ke tubuh kami itu adalah jenis Sinovac, dan itu untuk tahap pertama. Untuk berikutnya, harus ada jeda minimal 28 hari. “Mungkin Ramadan nanti, vaksin tahap dua Pak. Bisalah kita kondisikan, buka puasa bersama dulu baru vaksin,” tukasnya, saat saya mengkhawatirkan keabsahan puasa lalu disuntik.

Oh ya, sampai saat saya menulis dan mengunggah ini, kopi masih terasa sama nikmatnya. Tubuh saya juga relatif masih bugar dan belum mengantuk. Lapar? tidak juga. Mungkin karena pagi tadi, sebelum ke kantor, saya disuguhi sarapan dengan topping cinta oleh istri.

Sejauh ini, tidak ada efek samping vaksin. Saya sedang menunggu sekiranya ada efek depan, seperti kata orang-orang…Upss.!

—-

#AMR, Penyuka Kopi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *