Footnote

Ramadan, Maafkan Kami..!

×

Ramadan, Maafkan Kami..!

Sebarkan artikel ini

Matahari terakhir Ramadan 1442 Hijriah tenggelam senja tadi. Beduk Magrib bertalu di masjid-masjid menandai berakhirnya tugas bulan penuh rahmat itu membersamai umat Islam di kolong langit, 30 hari terakhir. Kini, segala amalan manusia muslim tengah diserahkan ke langit, direkap untuk kemudian dikumulasikan saat hari penghisaban tiba, kelak.

Besok, penanggalan sudah berubah jadi Syawal. Hari yang dianggap sebagai momentum kemenangan, karena sebulan penuh melewati Ramadan yang penuh tantangan. Saatnya takbir dikumandangan di seantero jagad raya, memuji kebesaran Maha Pencipta. Kendati lebaran telah tiba, masih ada yang mengganjal di hati saat Ramadan berlalu.

Malam kemarin, saat imam masjid hendak mengakhiri rakaat ketiga salat witir, mendadak hati saya berkecamuk. Saya menikmati betul tiap moment gerakan dalam salat itu, sembari berdoa agar itu tidak jadi gerakan salat witir saya yang terakhir. Jangan-jangan, Ramadan tahun depan, saya tidak lagi berada diantara jamaah itu. Kita tak pernah tahu apa rencana Tuhan. Mata saya basah, hati saya sembab.

Ramadan, maafkan saya karena belum sempurna menyambut kehadiranmu tahun ini. Saya masih lena dengan segala kesibukan dunia, hingga lalai meningkatkan kualitas ibadah. Saya hanya sibuk dengan rutinitas puasa, menahan lapar dan dahaga lalu sorenya sibuk memilih penganan berbuka puasa yang paling nikmat.

Ramadan, maafkan saya karena menyambutmu seadanya. Sebagai muslim, seolah-olah hadirmu hanya ritual tahunan hingga saya abai memperlakukanmu dengan khusus. Malam-malam yang penuh tenang, tak sempat saya manfaatkan untuk i’tikaf. Padahal, permohonan mereka yang larut dengan munajat, langsung sampai di selasar Arasy.

Ramadan, sekali lagi maafkan saya yang hanya sesekali menyentuh Alquran, membacanya tanpa mentadabburi isinya, melafadzkannya tanpa memahami kandungannya. Intensitas saya membaca Alquran tidak sebanding dengan gesitnya saya berselancar di dunia maya, membaca semua notifikasi di gawai.

Ramadan, maafkan kami yang lebih mengutamakan memelototi kabar-kabar di beranda medis sosial, membaca tiap pesan di gawai ketimbang sibuk dengan tadarussan. Sungguh, penyesalan ini tak berperi. Ketika sadarku tiba, Ramadan malah telah pergi.

Ramadan, maafkan saya yang masih sibuk dengan urusan duniawi, meliat peluang untuk terus menambah pundi. Padahal, harta-harta itu ada milik orang lain yang wajib disedekahkan kepada yang hidupnya kelimpungan.

Ramadan, maafkan saya yang tidak memperhatikan iming-iming pahala berlipat yang kamu tawarkan. Kami lebih tertarik jor-joran membeli perlengkapan berlebaran dan gila-gilaan dengan diskon di pusat-pusat belanja.

Ramadan, maafkan saya yang sekali dua tidak hadir menunaikan salat malam di masjid hanya demi urusan yang sejatinya bisa dikesampingkan. Sungguh, iman ini belum tegak lurus.

Ramadan, sampaikanlah ke pemilik semesta agar mengutusmu kembali tahun berikutnya, agar saya bisa menyambutmu lebih baik, menjamumu dengan aneka kebaikan, menyuguhkanmu beragam kesalehan. Ramadan, maafkan kami…!

Ya Allah, jika ini Ramadan terakhir kami, semoga ibadah kami yang tak seberapa, amalan yang hanya sebiji zarah, Engkau terima. Ampunkan dosa kami yang masih menggunung ini…

Allahu Akbar…Allahu Akbar…Walillahilhamd..!
——
#AMR, Penyuka Kopi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *