Footnote

Kabar Kematian

×

Kabar Kematian

Sebarkan artikel ini

Gara-gara bola, saya bangun lebih siang hari ini. Usai melakukan beberapa ritual pagi, saya lantas membuka Ponsel. Notifikasi percakapan grup WA sudah menumpuk. Ternyata isinya seragam, ucapan bela sungkawa dan duka mendalam. Beberapa orang yang cukup dikenal publik meninggal dunia. Ada yang karena didera Covid-19.

Pertama sekali, mata saya tertumbuk pada kabar duka dari Sultra. Seorang tokoh pendidikan Bumi Anoa, Prof Abdullah Alhadza meninggal dunia, Sabtu dini hari. Setidaknya, ada tiga grup WA yang saya ikuti mengabarkan duka ini. Deretan ucapan turut berduka dari banyak orang mengikuti kabar ini.

Secara personal, saya tidak mengenal sosok Prof Alhadza. Tapi saat saya masih bekerja di perusahan media massa, seringkali kami meminta pandangan beliau soal dunia pendidikan. Misalnya saat ada kebijakan kurikulum baru, sertifikasi guru, carut marut penerimaan siswa baru. Tidak ada tokoh lain yang kami anggap lebih kredibel untuk bicara soal pendidikan, selain sang professor.

Tak lama berselang, kabar duka mencuat lagi di WAG. Ibu Yuniar Budiyanti, istri Dr La Ode Ida, mantan anggota Ombudsman RI meninggal dunia pula jelang subuh tadi. Ia menghembuskan nafas terakhir di sebuah rumah sakit di Jakarta. Mengutip kabar dari portal berita nasional, Ibu Yuniar meninggal karena Covid-19. Kabar ini juga dibanjiri ucapan berbelasungkawa dari banyak orang.

Di internal penyelenggara Pemilu, kami juga menerima kabar duka yang tak kalah mengejutkan. Julianti, Ketua KPU Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, menghembuskan nafas terakhir hari ini di sebuah rumah sakit di Batam. Ia dinyatakan positif Covid-19. Makin perih lagi karena srikandi demokrasi ini baru menikah, 14 Juni lalu. Ini menambah deretan anggota KPU yang meninggal karena Corona.

Ada pula nama Veri Junaidi, seorang pengacara yang akrab dengan perkara-perkara Pilkada di Mahkamah Konstitusi. Ia kerap berinteraksi dengan para anggota KPU. Terakhir, ia menjadi kuasa pemohon pada kasus Pilkada Konawe Selatan belum lama ini. Kabarnya, ia juga meninggal juga karena terpapar Covid.

Kabar kematian juga muncul dari seorang pesohor nasional. Rahmawati Soekarno Putri, putri Presiden Soekarno meninggal dunia hari ini. Ia dijemput maut juga karena Covid setelah dirawat beberapa hari di RSPAD. Namanya lumayan dikenal publik nusantara.

Pesohor lainnya yang meninggal dunia karena Covid adalah Ki Manteb Sudharsono. Ia pulang Jumat, kemarin. Ki Manteb adalah dalang yang namanya dikenal karena sebagai icon iklan obat sakit kepala dengan tagline Pancen Oye. Lagi-lagi, lelaki berusia 70 tahun ini meninggal karena Covid-19.

Apa yang menarik dari kabar-kabar ini? Kematian itu benar-benar amat dekat, dan dia tidak pernah memilih “targetnya”. Entah dia pesohor, selebritas, orang kenamaan bahkan mereka yang dekat dengan akses kesehatan sekalipun, jika jadwalnya sudah tiba, maka tiap orang harus menghadap Tuhannya.

Ini tentu alarm bagi diri sendiri, kalau saja jadwal “pulang” itu tiba-tiba saja menghampiri saya, sementara bekal tidak cukup. Amalan baru seupil sementara dosa ini banyaknya setara butiran beras di gudang Bulog. Pas bertemu malaikat, gak mungkin kan ditanya siapa Juara Euro 2021?

Kabar-kabar duka itu menegaskan bahwa Covid itu bukanlah bualan. Ia ada, dan telah banyak orang menderita dibuatnya. Kan jumlah kematian Covid itu sedikit? Lagi pula namanya ajal? Ehh…Jaenuddin, ini bukan soal jumlah dan ajal tapi ada rasa duka luar biasa bagi keluarga yang ditinggalkan almarhum/almarhumah. Meremehkan jumlah kematian, sama anda meremehkan perasaan mereka yang hidupnya direnggut virus ini. Bagaimana kalau itu menimpa orang dekat anda?

Kala banyak orang berusaha melindungi diri dengan ikhtiar ikut vaksin massal, masih ada juga yang tidak mau bahkan tidak percaya. Modalnya, potongan video di media sosial yang menampilkan tokoh tertentu yang menegasikan soal ini. Ia melampiri argument penolakannya dengan berita meninggalnya orang-orang yang telah divaksin. Disebar pula di grup-grup WA.

Ehh..Maemunah..! Bilang saja kamu takut jarum suntik. Saya bersama 40 orang di kantor, sudah dua kali divaksin. Sampai hari ini, Alhamdulillah masih sehat-sehat. Banyaknya orang yang baik-baik saja pasca vaksin, tidak sebanding dengan yang berefek negatif. Justru itu malah yang dijadikan modal menolak. Bisakah saya cubit ginjalmu Maemunah…!

Saya turut berbelasungkawa dan menyampaikan empati yang luar biasa bagi mereka yang hari ini dipanggil menghadap Tuhannya…Innalilahi Wa Inna Ilahi Rojiun..!
—–
#AMR, Penyuka Kopi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *