JAKARTA, suarakendari.com- Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, memberikan pandangan tajam di sela-sela sidang kasus dugaan korupsi impor gula di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (15/5/2025). Di tengah perdebatan hukum yang sengit, Tom Lembong menegaskan prinsip fundamental: seseorang tidak dapat dihukum atas perbuatan yang belum diatur oleh hukum.
Pernyataan ini menjadi sorotan, terutama karena merespons argumen jaksa yang menyatakan bahwa tindakan impor gula mentah mungkin dianggap tidak layak, meskipun tidak melanggar aturan tertulis.
Dalam persidangan yang berlangsung, terungkap fakta yang mencengangkan: tidak ada regulasi yang secara eksplisit mengatur, baik membolehkan maupun melarang, impor gula kristal mentah (GKM) untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP).
Kekosongan hukum ini menjadi titik krusial dalam perdebatan, memicu pertanyaan tentang batas-batas interpretasi hukum.
Tom Lembong, dengan latar belakangnya sebagai mantan menteri, mengutip kesaksian dua mantan pejabat penting, Rachmat Gobel dan Indrasari Wisnu Wardhana. Keduanya sepakat bahwa selama tidak ada larangan yang jelas, tindakan tersebut dianggap sah secara administratif.
Logika sederhana namun kuat ini mengguncang argumen jaksa, yang berusaha mencari celah hukum untuk menjerat terdakwa.
“Prinsipnya, kalau tidak ada larangan, maka secara administratif tindakan tersebut sah,” ujar Tom Lembong, menekankan pentingnya kepastian hukum dalam setiap pengambilan keputusan.
Sidang ini bukan sekadar perkara hukum biasa. Ini adalah pertarungan antara interpretasi hukum dan keadilan, di mana kekosongan regulasi menjadi medan pertempuran. Pernyataan Tom Lembong, dengan tegas dan lugas, mengingatkan semua pihak bahwa hukum harus menjadi panduan yang jelas, bukan alat interpretasi yang fleksibel.
Kasus ini membuka mata publik tentang kompleksitas regulasi perdagangan dan pentingnya kepastian hukum dalam setiap kebijakan. Sk