Historia

Jejak Sejarah di Sungai Air Panas Kaindi

×

Jejak Sejarah di Sungai Air Panas Kaindi

Sebarkan artikel ini
Jejak Sejarah di Sungai Air Panas Kaindi
kolam sauna peninggalan jepang di Kaindi. foto: sabri taridala

Tahun 1944, setahun sebelum Hiroshima dan Nagasaki luluh lantak oleh bom atom, perwira muda Nakamura masih menyempatkan diri berendam dalam kolam ini. Kolam kembar berbentuk opel berukuran 3 x 7 meter ini hingga kini masih kokoh berdiri di sisi kanan sungai Kaindi, merupakan kolam sauna yang saya yakin dibangun dari praktik romusha atau kerja paksa. 74 Tahun kemudian saya mencoba melakukan hal yang sama seperti dilakukan perwira Nakamura, dengan berendam di lokasi yang sama, tetapi saya memilih berendam dalam sungai air panas Kaindi.

Sabtu, 17 Agustus 2019 silam, Saya dan beberapa kawan  melakukan explorasi wisata di kawasan ini, sensasi atmosfir wisata yang luar biasa besar ini sudah dapat dirasakan di sepanjang perjalanan yang memakan waktu sekitar setengah jam tersebut. Betapa tidak kita telah dapat menyaksikan keindahan panorama alam di sepanjang sungai. Kepulan mirip asap memutih terlihat di kejauhan, tepatnya di sebuah kawasan hutan jati di Desa Kaindi.

Namun sebelumnya, Saya Anda harus tau juga bahwa, menjangkau tempat itu tidaklah sulit, karena melewati rute jalan tani yang struktur jalan perkerasan yang dapat dilalui kendaraan roda dua maupun roda empat.

Pintu masuk kawasan ini dapat dilewati dari beberapa tempat, baik melewati desa jalan tani di desa Pamandati, Desa Pangan Jaya mauupun lewat jalan usaha tani desa Kaindi sejauh setengah kilo meter. Saat tiba di bibir sungai Anda dapat memarkir kendaraan di area yang cukup rata dan mampu menampung 100 unit sepeda motor.
Dari area inilah kita berjalan kaki sejauh 500 meter ke lokasi sumber air panas bekas peninggalan jepang. Rerimbunan hutan jati yang banyak tumbuh di kawasan itu menjadi nilai tambah perjalanan ke kawasan itu. Namun aksi illegal loging yang terjadi beberapa tahun lalu telah menjadikan kawasan itu bergeser dari bentuk aslinya.

Begitu tiba di lokasi, kami mendapati sebuah bangunan permanen yang sudah tak terpakai. Sebagian besar bangunan sudah tertutup semak belukar dan lantainya sudah tertimbun lumpur yang kini telah mengeras.

Dari bentuknya, bangunan kembar itu mirip bak penampungan air berbentuk opel berukuran   3 X 7  meter persegi dan letaknya dekat aliran sungai kecil yang membentang. Sejarahnya, bak air ini dibangun di masa pendudukan Jepang yang konstruksinya dikerjakan oleh warga pribumi melalui praktik romusha atau kerja paksa. Uniknya, kolam sauna ini dibuat untuk menampung air panas dan air dingin yang disuplai dari sungai di sampingnya. Air sungai ini dialirkan melalui  pipa dan disaring dalam kolam kecil  di sisi kiri kolam, sebelum akhirnya air disuplay menuju kolam besar tadi.

Rancangan kontruksi kolam sauna boleh dibilang cukup kuat sebab hingga kini sebagain besar bagian-bagian bangunan   masih kokoh berdiri dan hanya di bagian pondasi luar saja khususnya yang berada dekat sungai yang mengalami kerusakan akibat tergerus banjir. Kolam sauna jepang ini mampu menampung sampai 10 orang.

Infomasi dari warga setempat menyebut, di jaman Nippon berkuasa,  kawasan ini dijadikan lokasi wisata bagi orang-orang jepang. Bahkan, petinggi Nippon menjadikan sungai ini sebagai lokasi sauna mereka. Mungkin karena kawasan hutan yang asri dan air sungai yang bersih. Sungai Kaindi sendiri memiliki lebar sekira 6 meter dan memiliki kedalam sekira 20-30 cm dan membelah kawasan sejauh 2 KM dan bermuara ke laut Lainea.

Ketika jarak semakin mendekati air panas, maka hawa panas sedikit demi sedikit akan terasa. Demikian pula, bau belerang. Saya mencoba mencari tau dari mana sumber panas ini dan ternyata asalnya dari sumber panas bumi yang berada di kawasan ini.

Pori-pori tanah yang mengeluarkan hawa panas dan dilintasi air sungai inilah yang menyebakan titik didih terjadi. Selain di sungai, ada beberapa lokasi tempat air panas lainnya. Terletak di bawah sebuah bongkahan batu besar. Titik didik air diperkirakan mencapai 40 derajat celcius.

Untuk mengetes titik didih air cukup mudah, dengan menaruh beberapa butir telur ke dalam air panas itu, maka hasilnya yang diperoleh cukup menakjubkan, sekitar 10 menit telur pun matang. Sungai air panas ini memang mengundang decak kagum sekaligus diselimuti misteri, karena tidak adanya gunung berapi di wilayah ini. Ilmuwan mempercayai jika memanasnya suha air akibat adanya lempeng geothermal di kawasan ini.

Lokasi Indonesia yang berada di ”ring of fire” dunia dengan banyaknya gunung api disamping memberikan dampak yang berbahaya juga memberikan anugerah akan tersedianya energi yang ramah lingkungan yaitu panas bumi. Potensi energi panas bumi yang dimiliki oleh Indonesia mencapai sekitar 28.000 MW dengan potensi sumber daya 13440 MW dan reserves 14.473 MW tersebar di 265 lokasi di seluruh Indonesia.

Potensi panas bumi di Sulawesi Tenggara ini pernah dibahas dalam rapat kerja antara Departemen ESDM dengan Komisi VII DPR RI di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, yang menyebutkan ada sejumlah titik panas bumi yang dimiliki Sulawesi Tenggara dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan di sektor kelistrikan.

Titik energi panas bumi tersebut tersebar di lima kabupaten, yakni Kecamatan Mangolo (Kolaka), Puriala dan Amohalo (Konawe), Laonti dan Lainea (Konsel), Torah, Kalende, Kanale, Kabangka (Buton), dan Gonda Baru (Baubau). Dan Hasil penelitian menunjukkan potensi panas bumi di Kecamatan Lainea, Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara mampu membangkitkan listrik dengan daya 40 megawatt (MW) atau lebih dari separuh daya yang telah dimiliki Sultra saat ini yakni sekitar 68 MW.

Selain di Desa Kaindi, di Desa Pamandati juga terdapat sumber air panas. Lokasinya tak jauh dari pemukiman penduduk yang sudah dibuat dalam bentuk kolam. Sejumlah sarana wisata juga sudah dibangun di sana, diantaranya gazebo, tempat sampah dan kolam pemandiannya. “Kami akan terus membenahi sarana wisata di kawasan ini,”kata Muhammad Aswan, kepala bidang pariwisata, Kabupaten Konawe Selatan.

Nah inilah yang disayangkan, pemerntah daerah lebih memilih membangun kolam air panas ketimbang mengembangkan sungai air panas ini menjadi obyek wisata.Padahal jika branding wisata sungai air panas ini dilakukan maka saya mau bertaruh obyek wisata ini akan diserbu wisatawan lokal maupun mancanegara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *