Historia

Kisah Perjalanan 8 Kapal Padewakkang Bugis ke Sulawesi Tenggara

×

Kisah Perjalanan 8 Kapal Padewakkang Bugis ke Sulawesi Tenggara

Sebarkan artikel ini

Perjalanan 8 Kapal Padewakkang Bugis dari Bone Sinjai menuju Sulawesi Tenggara pada tahun 1904 merupakan peristiwa penting dalam sejarah perjuangan masyarakat Bugis. Perjuangan dimotori oleh Raja ke-31 La Pawawoi Karaeng Segeri Petta Mangkau Matinroe dan putranya Abdul Hamid Baso Pagilingi Petta Ponggawae dalam melawan penjajahan Belanda di tanah Bone dan Sinjai pada tahun 1896 hingga 1904.

Perjuangan tersebut membuat keadaan tidak kondusif sehingga banyak pendukung raja yang ditangkap, dan para bangsawan pendukung perjuangan Raja Bone memutuskan untuk meninggalkan wilayah Bone melalui Sinjai menuju Sulawesi Tenggara. Dalam perjalanan menuju Sulawesi Tenggara, mereka menggunakan jenis kapal layar tradisional Bugis yang disebut Padewakang sebanyak 8 kapal.

Dalam perjalanan mereka, 8 kapal Padewakang menyusuri teluk Bone dan menyebar di beberapa pulau di Sulawesi Tenggara seperti Kolaka, Kendari Lasolo, Wawonii, Tiworo, Pulau Muna, Buton, Kulisusu, dan Tomia. Orang Bugis yang memilih untuk bermukim di wilayah Sulawesi Tenggara pada periode ini kemudian menjadi bagian dari sejarah dan budaya masyarakat setempat.

Salah satu tokoh penting turunan dari orang Bugis yang bermukim di Sulawesi Tenggara tersebut adalah H. Pato Dg Masiga Petta Siga, yang diangkat menjadi kepala Distrik Kampung Toronipa pada tahun 1938 pada masa pemerintahan Kerajaan Laiwoi. Wilayah kekuasaan kerajaan ini meliputi Muara Sampara, Soropia, Lamenua, Toronipa sampai Teluk Kendari. H. Pato Dg Masiga Petta Siga merupakan bangsawan Bugis Bone yang menikah dengan putri bangsawan Tolaki bernama H. Mada, yang merupakan kerabat dekat dari Sulewatan Lasandara.

Sebagai salah satu turunan orang Bugis yang tinggal bermukim di Sulawesi Tenggara, mereka telah berikrar untuk menyatukan diri dalam kekerabatan keluarga besar Bugis 8 Padewakan Sinjai-Bone menuju Sulawesi Tenggara 1904. Hal ini menunjukkan betapa eratnya hubungan kekerabatan dan kebersamaan yang terjalin di antara masyarakat Bugis yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk di Sulawesi Tenggara.

“Silaturahmi kekerabatan keluarga Hoalu Kapala dengan Disi Pangkasara Sulawesi Tenggara, tanpa halangan, tanpa basa-basi, penuh dengan canda tawa dan keramahan, ini suasana yang dirindukan dari negeri sejak 1904, sebagaimana yang dikisahkan dan dicereritakan oleh leluhur terdahulu. Dimana tidak ada jarak antara penguasa dan yang datang diterima dengan hangat dan santai sebagai keluarga dan kerabat. Semangat putra padewakang Wijana to Bone harus tetap lestari di Bumi ini. Sara Wonua harus dijunjung tinggi sebagaimana bumi yang kita pijak dan langit yang kita junjung, disanalah tumpuan dan harapan hidup kita jalankan sebagai ogina Sulawesi Tenggara ayo kita jaga prinsip; Getteng, Lempu, Adatongeng,”ungkap Era salah satu dari turunan Padewakkang.

Peristiwa perjalanan 8 kapal Padewakang Bugis dari Bone Sinjai menuju Sulawesi Tenggara pada tahun 1904 merupakan bukti sejarah perjuangan masyarakat Bugis dalam melawan penjajahan Belanda, dan juga menunjukkan keberanian dan semangat mereka untuk mengembangkan kehidupan di wilayah baru. Kehadiran mereka di Sulawesi Tenggara memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan sejarah dan budaya masyarakat setempat hingga saat ini. SK

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *