Environment

Warga Manfaatkan Gas Metan dari Sampah

×

Warga Manfaatkan Gas Metan dari Sampah

Sebarkan artikel ini

Pemanasan global yang terjadi saat ini merupakan isu lingkungan yang sudah dirasakan masyarakat dunia. Dampak pemanasan global yang sudah mulai dirasakan  antara lain perubahan iklim, perubahan rata-rata suhu harian, kelembaban, kemarau yang berkepanjangan dan tidak menentu, curah hujan serta semakin menipisnya lapisan ozon.

Dari sekian banyaknya jenis pencemaran udara, yang membahayakan salah satunya adalah gas methane (CH4). Gas ini merupakan salah satu gas penyebab terjadinya efek rumah kaca dan dapat menimbulkan bahaya langsung, seperti kejadian meledaknya tempat pembuangan akhir (TPA) leuwi Gajah bandung yang mengakibatkan meninggalnya 147 warga di sekitar TPA dan bahkan keracunan yang menyebabkan hilangnya nyawa seperti kasus yang terjadi pada meninggalnya bayi di sidoarjo akibat terpapar gas methane dalam waktu lama dan konsentrasi tinggi. Beberapa contoh diatas merupakan efek berbahaya dari gas methane jika tidak dimanfaatkan dengan baik.

Beberapa contoh diatas membuat pihak Pemerintah Kota Kendari yang merupakan Ibu Kota dari Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mencoba untuk memanfaatkan tumpukan sampah yang berada di Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari, sebagai salah satu energi terbarukan. Selama ini, tidak ada yang bisa menyangka bahwa tumpukan sampah yang sudah mengalami pembusukan ternyata bisa dimanfaatkan kembali menjadi energi terbarukan.

Kita juga tidak bisa memungkiri bahwa salah satu kerusakan lapisan ozon yang terjadi selama ini akibat dari hasil pembusukan yang terjadi di TPAS yakni unsur CH4 yang jika dilepas begitu saja akan mengakibatkan emisi gas rumah kaca sehingga menyebabkan lapisan ozon semakin menipis. Tentu saja jika hal ini terus-menerus dibiarkan, maka akan semakin merusak ozon.

Pemanfaatan gas metan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Kendari merupakan salah satu contoh kongkrit bahwa gas methane yang bisa merusak lapisan ozon jika dikelolah dengan baik maka dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari Kampung Mandiri Energi yang saat ini dibangun oleh pemerintah dengan jumlah 126 Kepala Keluarga (KK) menggunakan hasil pengelolaan gas methane sebagai bahan bakar, sehingga menggantikan minyak tanah dan gas elpiji.

Kepala Dinas Kebersihan Kota Kendari, Tin Farida, yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan gas methane tersebut, menuturkan bahwa selama ini pihaknya berupaya untuk terus melakukan pengelolaan gas methane melalui proses yang sederhana dengan cara penangkapan gas methane melalui intstalasi pipa.

Hasil dari pengelolaan gas tersebut juga dimanfaatkan oleh warga masyarakat yang bermukim di sekitar TPAS Puuwatu untuk memasak dan sebagai alat penerangan, sehingga warga yang bermukim di sekitar TPAS yakni Kampung Mandiri Energy tidak hanya menggunakan gas methane untuk memasak melainkan juga sebagai alat penerangan menggantikan listrik.

Menurutnya, pengelolaan gas methane yang sudah dimulai sejak tahun 2010 lalu, sudah mulai bisa dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat sejak beberapa tahun lalu untuk memasak, sehingga masyarakat tidak perlu lagi menggunakan minyak tanah atau gas elpiji. Tentu saja dengan pemanfaatan gas methane yang dilakukan oleh pemerintah dan diberikan kepada masyarakat memberikan keuntungan ekonomi secara langsung kepada masyarakat. Pasalnya, dengan menggunakan gas methane untuk memasak, artinya masyarakat tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli minyak tanah atau gas elpiji, sehingga sisi ekonominya terpenuhi.

“Pengelolaan gas methane ini sudah mulai kita lakukan sejak tahun 2010 lalu, kami berusaha untuk mengelolah gas methane ini agar tidak lepas ke udara, karena kita tahu bersama jika gas ini dilepas ke udara maka akan menyebabkan kerusakan lingkungan utamanya ozon, ozon akan semakin menipis,” ujarnya.

“Untuk itu, gasnya kita manfaatkan sebagai sumber bahan bakar untuk memasak melalui instalasi perpipaan dengan cara yang sangat sederhana, awalnya juga kami memanfaatkan gas methane ini dengan skala kecil-kecilan, karena dulu hanya untuk memasang bagi semua warga dibuatkan satu tempat masak, kalau sekarang sudah dibuatkan perkampungan,” terangnya.

Pengelolaan gas methane yang dilakukan di TPAS Puuwatu memang secara bertahap, setelah dipelajari dan diketahui bahwa gasnya bisa lebih banyak lagi. Pemerintah berinisiatif untuk mendirikan kampung Mandiri Energi.

Nur Razak, Sekretaris Dinas Kebersihan Kota Kendari, menjelaskan bahwa pengelolaan gas methane yang dilakukan di TPAS hingga saat ini tidak melibatkan kajian dari pihak akademisi. Temuan dan keberhasilan dalam pengelolaan gas methane yang saat ini dimanfaatkan oleh warga merupakan hasil study banding yang dilakukan di beberapa daerah. Setelah melakukan study banding, pihaknya memperlajari dengan menggunakan beberapa referensi buku dan pengetahuan dari internet.

Masyarakat yang bermukim di Kampung Mandiri Energi saat ini sudah bisa memanfaatkan gas methane untuk memasak juga sebagai alat penerangan. Keunikan lain dari pemanfaatan gas methane sebagai energy terbarukan ini, dapat digunakan sebagai genset, sehingga tidak memerlukan listrik.

“Kalau untuk memasak gas methane yang kami aliri ke rumah masyarakat itu sudah jelas menggunakan pipa, jadi ada semacam kran yang diputar dan gasnya bisa langsung dimanfaatkan untuk memasak, sementara genset yang kami gunakan untuk mengaliri listrik ke rumah warga juga tidak menggunakan bensin melainkan gas methane dengan cara mengubah system pembakarannya dengan menggunakan terknologi sederhana yakni mesin mobil,” jelasnya.

Pemanfataan gas methane yang digunakan masyarakat menggantikan minyak tanah dan gas elpiji dapat digunakan dalam waktu 1×24 jam atau sehari, sehingga masyarakat tidak perlu lagi menggunakan minyak tanah ataupun gas elpiji. Sementara untuk listrik dihasilkan pada TPAS saat ini dalam sehari bisa mencapai daya 52 ribu watt.

Dengan jumlah volume sampah yang ada saat ini maka pengelolaan gas methane bisa digunakan hingga 15 bahkan 20 tahun kedepan. Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir akan ketersediaan gas methane yang menggantikan minyak tanah dan gas elpiji.

“Masyarakat sudah membuang sampah sejak tahun 2002 lalu di TPAS kita, kalau menghitung volume sampah secara keseluruhan mungkin agak susah namun volume sampah perhari kita saat ini mencapai 1000 kubik, namun jika dilihat ketersediaan sampah yang ada saat ini maka dapat digunakan hingga 15 atau 20 tahun mendatang untuk gas methane yang sudah dikelolah,” tukasnya.

“Sudah ada beberapa bagian yang sampahnya ini kita timbun yang kemudian akan mengalami pembusukan, dari pembusukan itu akan menghasilkan gas methane, gas methane ini kita kelolah dengan baik, penelitian kami tujuh tahun pertama akan naik dan akan turun hingga 15 atau 20 tahun, jadi bisa digunakan selama itu,” katanya.

Meskipun pihaknya mengatakan dapat dimanfaatkan selama 20 tahun kedepan,namun tidak menutup kemungkinan, jika dikembangkan dengan lebih baik lagi, maka bisa lebih dari 20  tahun. Pasalnya volume sampah yang ada di TPAS, dari tahun ke tahun pasti akan terus mengalami peningkatan. Sehingga pemanfaatan gas methane bisa terus dilakukan, selama masih ada sampah dan terus dikelolah dengan baik.

Apa yang dilakukan oleh pemerintah tersebut sudah menarik perhatian negara luar seperti Australia, Jerman dan Belanda untuk melihat bagaimana pengelolaan sampah yang bisa dimanfaatkan langsung oleh masyarakat dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

“Gas methane ini kan sangat berbahaya jika dilepas langsung ke udara, sehingga dengan pengelolaan yang kita lakukan dibakar lalu menghasilkan CO2, jadi gasnya sudah netral, tidak berbahaya lagi, bahkan apa yang kami lakukan saat ini disarankan dunia, kami tidak hanya melakukan pembakaran yang sia-sia tetapi kami manfaatkan,” jelasnya.

Nur Razak yang sejak tahun 2010 telah terlibat langsung dalam pengelolaan gas methane ini juga menambahkan bahwa sudah sekitar 287 kabupaten/kota yang datang untuk melihat langsung pengelolaan gas methane tersebut.

Sementara itu, Yusran, salah seorang warga Kampung Mandiri Energy, menuturkan bahwa sejak tahun 2011 lalu, ia bersama warga lainnya telah merasakan manfaat langsung dari pengelolaan gas methane yang digunakan untuk memasak.

“Dulu kami belum tinggal di Kampung Mandiri Energy, tapi sejak tahun 2011 gas methane ini sudah kami manfaatkan, jadi kami dibuatkan dapur umum untuk memasak, semua warga TPAS pakai dapur umur tersebut kalau masak, jadi kami memang tidak pakai minyak tanah lagi,” ujarnya.

Tentu saja dengan demikian, masyarakat merasa terbantu dari sisi ekonomi selain sisi utamaya yakni menjaga kelestarian lingkungan dan tidak merusak lapisan ozon. Ia juga mengatakan bahwa selama ini ia bisa memanfaatkan gas methane untuk memasak 1×24 jam, begitu pula dengan listrik yang saat ini sudah dialiri di rumah warga.

“Pasti lebih irit karena tidak beli minya tanah dan bayar listrik lagi, selama ini juga kami sudah gunakan gas methane untuk memasak bahkan sebelum Kampun Mandiri Energy ini didirikan, “ ujarnya.

Selama ini, pemanfaatan gas methane yang digunakan oleh warga juga tidak mengandung bahan berbahaya, bahkan belum ada yang keracunan atau mengalami gangguan karena pemanfaatan gas methane tersebut.

“Aman-aman saja, belum ada yang membahayakan akibat pemanfaatan gas methane, apinya juga aman, masalah gas yang dihasilkan juga tidak menyebabkan kebakaran, jadi kami sangat bersyukur dengan adanya gas methane yang bisa kami gunakan secara langsung,” katanya.

Walikota Kendari, Asrun, selaku pengambil kebijakan mengatakan bahwa upaya pemerintah selama ini dalam pengelolaan gas methane memang sengaja dilakukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan dapat dimanfaatkan secara langsung.

Awalnya, dengan menggunakan anggaran sekitar kurang lebih Rp. 200 juta, pihaknya berhasil menangkap gas methane tersebut dan dimanfaatkan dengan skala yang masih kecil pada tahun 2011 lalu.  Pihaknya juga terus berupaya dengan kebijakan yang ada untuk terus mengembangkan pengelolaan gas methane tersebut sehingga dapat dimanfaatkan. Hingga saat ini anggaran yang telah dikeluarkan untuk pengelolaan gas methane sudah mencapai Rp. 3 Milyar.

Pihaknya juga terus berupaya agar pemanfaatan gas methane yang saat ini diberikan secara gratis kepada warga akan terus dilakukan dengan pengelolaan yang sederhana. “Cita-cita kami itu bisa membantu warga masyarakat agar lebih sejahtera sehingga saya dirikan Kampung Mandiri Energy, masyarakat bisa memanfaatkan gas methane untuk masak dan listrik, semuanya itu gratis, saya juga tidak punya rencana untuk memungut biaya dari semua itu,” terangnya.

Dengan pengelolaan gas methane yang saat ini terus dikembangkan, pemerintah juga bisa memberikan contoh ramah terhadap lingkungan. Sehingga tidak salah, jika sudah banyak kabupaten/kota yang datang untuk belajar dari Kota Kendari, seperti Kabupaten Bantul, Provinsi Yogyakarta dan Kabupaten Solok, Sumatera Barat yang pada akhir Februari lalu berkunjung untuk mempelajari pengelolaan TPAS Puuwatu yang mengutamakan pengelolaan gas methane dan dimanfaatkan langsung masyarakat.

Asrun juga menambahkan bahwa dengan luas TPAS Puuwatu yang saat ini mencapai 8 hektar dan akan ditambah 4 hektar kedepannya, sehingga menjadi 12 hektar dapat digunakan untuk terus menampung sampah dan dimanfaatkan melalui pengelolaan gas methane.

“Kedepannya kami akan menambah perluasan TPAS kita sekitar 4 hektar, jadi luas keseluruhan TPAS kita menjadi 12 hektar, dengan luas seperti itu maka kedepannya gas methane yang dihasilkan TPAS kita pasti bisa dalam jumlah banyak, bahkan bisa jadi kami akan berupaya untuk menemukan lagi temuan agar gas ini bisa kita salurkan kepada masyarakat di luar TPAS, masih kita cari teknologinya jadi bisa lebih murah dibandingkan menggunakan minyak tanah dan gas elpiji,” tambahnya.

Kesuksesan akan pemanfaatan gas methane tersebut tentu juga membutuhkan kontrol dan pengawasan langsung dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)Kota Kendari. Dengan demikian kebijakan yang dibuat pemerintah untuk tetap menggratiskan pemanfaatan gas methane di Kampun Mandiri Energi tetap dilakukan. Ketua DPRD Kota Kendari, Abdul Razak mengatakan bahwa pihaknya memberikan apresiasi kepada pemerintah yang dengan hanya anggaran tidak terlalu besar bisa memanfaatkan gas methane.

“Awalnya pada tahun 2010 lalu, anggaran yang disetujui kurang lebih Rp. 200 juta,tapi langsung bisa mengelolah gas methane dan dimanfaatkan warga, tentu saja kami memberikan apresiasi. Kami juga tidak ingin lepas begitu saja, tetapi kami terus melakukan pengawasan terhadap pengelolaannya karena biar bagaimanapun menggunakan APBD,” ujarnya.

Sejauh ini,belum ada aduan yang didapatkan dari masyarakat terkait pengelolaan gas methane tersebut. Ia juga mengatakan bahwa pemerintah tidak memungut biaya sepeserpun untuk pemanfaatan gas methane yang diberikan secara gratis kepada masyarakat.

Sebagai wakil rakyat, tentunya akan terus melakukan pengawasa, jika tidak sesuai atau ada yang merasa keberatan akan dikaji kembali anggaran yang dikeluarkan untuk pengelolaan gas methane tersebut.

Pihaknya berharap dengan niat baik yang dilakukan oleh pemerintah dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat secara langsung dan dapat mengurangi kerusakan lingkungan akibat gas methane  yang jika tidak dikelolah dengan baik. (***)

 

Naskah dan Foto: Sitti Harlina

Naskah Diterbitkan tahun 2015 Dalam Buku Bunga Rampai Jurnalis Lingkungan Kendari

Penerbit AJI Kendari 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *