Environment

Turbulensi dan Paradigmatik Pembangunan Kehutanan Indonesia

×

Turbulensi dan Paradigmatik Pembangunan Kehutanan Indonesia

Sebarkan artikel ini

Turbulensi dalam pengelolaan sektor kehutanan Indonesia menjadi perhatian serius bagi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya. Dalam sebuah pidato pada Dies Natalis ke-60 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada Oktober 2023 lalu, Menteri Siti mengungkapkan beberapa permasalahan kunci penyebab turbulensi tersebut. Diantaranya adalah kebakaran hutan dan lahan, deforestasi, konflik tenurial, illegal logging, pengelolaan lahan gambut, perizinan, kebijakan akses kelola hutan, dan masih banyak lagi.

Menteri Siti menjelaskan bahwa upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut meliputi berbagai pendekatan, mulai dari regulasi, pengawasan, pengendalian, penegakan hukum, peningkatan kapasitas, hingga pengembangan sistem inventarisasi dan pemantauan. Semua pendekatan tersebut dilakukan dengan berpedoman pada berbagai instrumen kebijakan, baik dalam bentuk instrumen regulasi pemerintah, maupun instrumen yang berlaku dalam skala global seperti Sustainable Development Goals (SDGs), UN-CBD, Convention on Biodiversity, Protokol Nagoya, Paris Agreement, dan lain sebagainya.

Terkait dengan dampak dari pendekatan-pendekatan tersebut, Menteri Siti mengungkapkan beberapa indikator pembangunan sektor kehutanan yang lebih baik, seperti target penurunan emisi GRK sektor kehutanan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menurunkan tingkat deforestasi hutan sehingga mencatat sejarah terendah dalam pengelolaan kehutanan Indonesia. Selain itu, ada transformasi dari single-licensed yang utamanya hanya terfokus pada pemanfaatan hasil hutan kayu, menjadi skema Multi Usaha Kehutanan. Ada juga pemegang hak akses pemanfaatan hutan yang semakin meluas, tidak hanya untuk korporasi, namun juga oleh masyarakat melalui skema Perhutanan Sosial.

Namun, di sisi lain, permasalahan dalam pengelolaan sektor kehutanan masih terus berkembang. Identifikasi di tahun 2023 menunjukkan kondisi semakin kompleks dan tantangannya semakin menantang untuk dihadapi. Beberapa contoh permasalahan tersebut adalah isu pengelolaan dan restorasi ekosistem mangrove, isu hidupan satwa liar atau wildlife, penerapan nilai ekonomi karbon, dan bioprospecting, serta persoalan friksi kepentingan dalam tata guna (lahan) hutan terkait dengan tenurial khususnya hutan-hutan di wilayah padat penduduk, kompetisi lahan untuk pangan dan biomassa, serta energi dan resources di kawasan konservasi.

Menteri Siti menegaskan bahwa turbulensi yang terjadi di sektor kehutanan harus dapat diatasi bersama untuk mewujudkan keseimbangan dan yang berkeadilan. Sebagai Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ia mengajak para pihak untuk bersama-sama merumuskan dan mewujudkan alokasi sumber daya hutan yang seimbang tidak hanya memperhatikan kebijakan pemerintah semata, tetapi juga mempertimbangkan pasar. Alokasi sumber daya hutan pun harus seimbang, dengan tujuan untuk keadilan dan kemakmuran rakyat Indonesia yang sebesar-besarnya.

Menteri Siti memuji peran Civitas Akademisi Fakultas Kehutanan UGM yang telah banyak berkontribusi dalam pembangunan kehutanan Indonesia. Menurutnya, Fakultas Kehutanan UGM memiliki sejarah panjang yang dipenuhi dengan berbagai sumbangsih karya dan pemikiran, sehingga dapat menjadi rujukan dan sumber pengetahuan dalam pemecahan persoalan terkait kehutanan tropika.

Acara Dies Natalis ke-60 Fakultas Kehutanan UGM dihadiri oleh Wakil Rektor Universitas Gadjah Mada, Ketua Senat Universitas Gadjah Mada, Ketua Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada, Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove RI, Pejabat Tinggi Madya dan Pejabat Tinggi Pratama lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Dekan di Lingkungan Universitas Gadjah Mada, Dekan Fahutan Khususnya, Ketua dan anggota Senat Fakultas Kehutanan UGM, Ketua Departemen, Kaprodi, Dosen, Tenaga Kependidikan dan Mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM, Mitra Fakultas Kehutanan UGM, Alumni Fakultas Kehutanan UGM (KAGAMAHUT), dan para tamu undangan.

Di era saat ini, pendidikan lingkungan harus diberikan kepada setiap orang untuk memperkenalkan bagaimana langkah-langkah yang dapat diambil dalam mengatasi permasalahan sektor kehutanan. Semua pihak harus bersama-sama menangani hal ini agar keadaan yang lebih baik dapat terus dibangun. **

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *