Environment

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK): Momentum Perbaikan Tata Kelola Pertambangan di Pulau Kecil di Indonesia

×

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK): Momentum Perbaikan Tata Kelola Pertambangan di Pulau Kecil di Indonesia

Sebarkan artikel ini

Jakarta, suarakendari.com – Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, catatan FWI (2023) mengungkap terdapat lebih dari 19.108 pulau dan lebih dari 99%-nya merupakan pulau-pulau kecil, merujuk pada Undang-Undang No.27/2007 jo. UU No. 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K). Luas pulau-pulau kecil di Indonesia mencapai 7 juta Ha atau setara 105 kali luas DKI Jakarta. Tambang menjadi salah satu sektor yang paling mengancam eksistensi pulau-pulau kecil di Indonesia.

Forest Watch Indonesia mencatat seluas 876 ribu Ha pulau-pulau kecil di Indonesia telah dikuasai oleh konsesi perusahaan, yang mana 245 ribu Ha-nya telah dikapling untuk pertambangan. Konsesi pertambangan ini menempati 242 pulau.

Kondisi ini akan semakin buruk seiring program hilirisasi yang terus digenjot, bahkan dilanjutkan oleh calon presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Tanpa adanya safeguards, situasi tersebut akan menggiring Indonesia pada “jurang-jurang” deforestasi dan kerusakan sumber daya alam. Dimana laju deforestasi di pulau-pulau kecil saat ini mencapai 318,6 ribu Ha per-tahun, atau setara dengan 3% dari deforestasi nasional.

Gagalnya Upaya Melegalkan Tambang di Pulau Kecil

UU No.27/2007 Tentang PWP3K dengan jelas menerangkan bahwa pulau kecil merupakan pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km persegi atau 200.000 Ha. Undang-undang ini melindungi dan melestarikan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan cara pembatasan aktivitas pemanfaatan. Terutama aktivitas ekstraktif seperti pertambangan.
PT Gema Kreasi Perdana (GKP), sebagai anak perusahaan Harita Group, mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terhadap UU No.27 Tahun 2007 tersebut. PT GKP dengan tegas menggugat Pasal 37 huruf K, yang melarang penambangan mineral di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. PT GKP memiliki konsesi seluas 1.800 Ha di atas Pulau Wawonii (Kabupaten Konawe Kepulauan) yang luasnya 70,6 ribu Ha. Pulau Wawonii termasuk pulau kecil menurut undang-undang, sehingga PT GKP menggugatnya.

Kabar baiknya, MK menolak gugatan uji materi UU No. 27 Tahun 2007 dalam sidang putusan perkara nomor 35/PUU-XXI/2023, tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K) yang diajukan oleh PT GKP. Putusan ini, dibacakan pada Kamis (21/3/24), yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo. Hal ini menandakan pupusnya upaya perusahaan untuk melegalkan pertambangan di pulau-pulau kecil.

Forum Akademisi Timur Melawan Tambang Di Pulau Kecil menyikapi putusan MK tersebut. Prof Agustinus Kastanya, akademisi Universitas Pattimura menegaskan bahwa putusan MK merupakan momentum untuk menghentikan aktivitas pertambangan di pulau kecil yang memiliki daya rusak yang luar biasa di wilayah Timur Indonesia. Tercatat Di Provinsi Maluku dan Maluku Utara saja tercatat terdapat 32 jumlah izin usaha pertambangan (Nikel, Tembaga, Bijih Besi, Emas, Mangan, dan lainnya) yang mengkapling 24 pulau kecil dengan total luas 118 ribu Ha. Kedepan pasca putusan MK, harus dilakukan monev dan audit usaha pertambangan di pulau kecil untuk menjadikannya pertimbangan dalam pencabutan izin. Penting juga memastikan agar tidak ada lagi izin baru pertambangan di pulau kecil khususnya di wilayah Timur, yang notabene sebagai ruang hidup masyarakat adat.

Tambang mengakibatkan kerusakan lingkungan secara masif, yang menyebabkan pencemaran di sungai, pesisir, dan lautan, sehingga berdampak pada hilangnya mata pencaharian dan kemiskinan masyarakat. Termasuk hilangnya kehidupan biodiversitas, tutup Prof Agus.

Prof Laode M Aslan, akademisi Universitas Halu Oleo menegaskan bahwa putusan MK merupakan momentum untuk membenahi tata kelola pertambangan di pulau pulau kecil. Di Indonesia, ada banyak pulau kecil yang telah rusak bahkan hilang akibat tambang. Aktivitas pertambangan mengakibatkan pencemaran lingkungan, dan alih fungsi lahan-lahan produktif masyarakat lokal dan adat pada sektor perikanan dan pertanian ke non produktif. Di Sulawesi Tenggara, ratusan hektare tambak rusak dan tidak dapat digunakan lagi karena tercemar, nelayan pun terdampak sulit menangkap ikan. Evaluasi harus dilakukan termasuk audit usaha pertambangandi pulau kecil secara komprehensif.

Pada hakikatnya negara telah menyiapkan instrumen jaring pengaman untuk melindungi eksistensi pulau-pulau kecil. Akademisi Universitas Mataram Dr. Andi Chairil Ichsan, menjelaskan bahwa putusan MK memperkuat instrumen pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, baik pada sistem perundang-undangan di tingkat pusat maupun daerah. Sehingga dapat memastikan pulau-pulau kecil tumbuh dan berkembang berdasarkan karakteristik wilayahnya. Upaya ini menutup peluang bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindakan kejahatan lingkungan di wilayah kepulauan.

Putusan MK Meluruskan Konsep Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil

Anggi Putra Prayoga Manager Kampanye Advokasi Media FWI menerangkan bahwa luas hutan alam di pulau-pulau kecil mencapai 3,49 juta Ha atau setara 50% dari luas daratan pulau kecil di Indonesia. Hutan alam ini memiliki fungsi ekologi, sosial, dan ekonomi yang sangat penting. Hilangnya hutan alam akibat konversi masif dapat mengancam eksistensi pulau-pulau kecil yang rentan terhadap perubahan lingkungan.
Putusan MK yang menolak gugatan PT GKP merupakan langkah maju dalam upaya melindungi hutan alam. Data FWI menunjukkan bahwa deforestasi hutan alam akibat tambang saja di pulau pulau kecil Indonesia memiliki nilai yang cukup signifikan, yakni sekitar 13.1 ribu hektare (2017-2021). Setidaknya MK dengan putusannya telah berupaya menyelamatkan hutan alam tersisa yang luasnya capai 51,95 ribu Ha dari aktivitas tambang di pulau-pulau kecil di Kabupaten Konawe Kepulauan.
Menutup ruang bagi pertambangan di pulau kecil merupakan pendekatan pengelolaan yang tepat, karena pengelolaan pulau kecil tidak sama dengan pulau besar, setiap pulau kecil memiliki karakter dan keunikannya, dan banyaknya campur tangan hanya menyebabkan tumpang tindih kepentingan, tutup Anggi.

INFOGRAFIS KEADAAN PERTAMBANGAN DAN PULAU-PULAU KECIL DI INDONESIA

Kesimpulan: Amplifikasi Perlindungan Pulau-Pulau Kecil

Penolakan MK terhadap judicial review PT GKP merupakan langkah maju yang signifikan dalam melindungi alam dan ruang hidup masyarakat/masyarakat adat di Indonesia. Putusan ini menegaskan bahwa pulau-pulau kecil harus dilindungi untuk menjaga kelestarian lingkungan, ekonomi, dan sosial masyarakat. Putusan MK telah mengamplifikasi semangat penyelamatan hutan alam di pulau-pulau kecil di seluruh Indonesia dari tambang yang luasnya mencapai 135.8 ribu Ha.

Putusan MK ini menjadi bukti bahwa keadilan lingkungan sedang ditegakkan. Perusahaan-perusahaan tambang yang saat ini beroperasi di atas pulau kecil dengan jelas telah melanggar hukum UU No.27 tahun 2007, yang membatasi aktivitas pertambangan di pulau kecil. Audit usaha pertambangan di pulau kecil harus segera dilakukan untuk menciptakan kehidupan masyarakat/masyarakat adat yang lebih baik. SK

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *