EnvironmentHistoria

Pencemaran Plastik Ancaman Terbesar Bagi Kesehatan Laut Indonesia

×

Pencemaran Plastik Ancaman Terbesar Bagi Kesehatan Laut Indonesia

Sebarkan artikel ini

Jakarta, suarakendari.com-Laut merupakan aset yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Menurut hasil penilaian OHI Global, lebih dari 1 milyar orang memiliki ketergantungan yang sangat tinggi kepada ikan sebagai sumber protein serta menyediakan lapangan pekerjaan untuk lebih dari 350 juta orang di seluruh dunia yang memiliki ketergantungan kepada sektor kelautan dan perikanan. Estimasi OHI Global juga menunjukkan sisi buruk kondisi kesehatan laut. Lebih dari 25% mamalia laut menghadapi ancaman kepunahan sehingga disarankan agar konservasi spesies dan kawasan perlu diutamakan.

Dalam situs website Kementrian Kelautan Indonesia menjelaskan, Indeks Kesehatan Laut merupakan kegiatan pemetaan wilayah laut untuk menilai kesehatan laut dan manfaat bagi manusia dalam aspek sosial dan ekonomi. Saat ini, hampir di seluruh dunia, kondisi laut mengalami ancaman serius dan sangat rapuh terhadap perubahan iklim. Penurunan kualitas laut tersebut disebabkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan manusia yang berasal dari laut sehingga meningkatkan tekanan terhadap pemanfaatan sumber daya laut.

Pedoman Pengukuran Indeks Kesehatan Laut Indonesia (IKLI) disusun sebagai acuan bagi pemerintah, baik pusat maupun daerah, dalam melakukan pengukuran kesehatan laut di area atau batasan geografis tertentu pada waktu tertentu. IKLI dapat disebut sebagai alat ukur Kesehatan laut Indonesia yang mengadopsi kerangka Ocean Health Index (OHI). Di mana, 10 tujuan atau target utama IKLI merupakan hasil adopsi dari OHI. Sebagai kegiatan yang mendukung Agenda Pembangunan 2020-2024, IKLI memiliki fungsi strategis dalam merumuskan dan merekomendasikan kebijakan, baik di tingkat nasional
maupun daerah.

IKLI merupakan nilai estimasi yang dihitung berdasarkan sepuluh target atau tujuan utama, yaitu:
1. Laut sebagai sumber pangan;
2. Kesempatan berusaha dan bekerja bagi perikanan tradisional (artisanal);
3. Laut sebagai sumber produk alam;
4. Laut sebagai penyimpan karbon;
5. Perlindungan pesisir;
6. Laut sebagai sumber mata-pencaharian dan ekonomi;
7. Laut sebagai penyedia jasa pariwisata dan rekreasi;
8. Perlindungan spesies dan tempat yang ikonis;
9. Perairan yang bersih;
10. Keanekaragaman hayati laut.

Nah, terkait pentingnya perhatian kesehatan laut ini menjadi salah satu topik perhatian dunia saat ini. Ini nampak dari pembahasan bersama mengenai ekonomi kelautan yang berkelanjutann melalui diskusi meja bundar yang diselenggarakan Kedutaan Besar Kerajaan Norwegia bekerja sama dengan Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) . Diskusi ini diadakan di atas kapal layar tinggi Norwegia, Statsraad Lehmkuhl, yang mengunjungi Pelabuhan Tanjung Priok pada tanggal 6 sampai 9 November 2022 sebagai rangkaian dari Ekspedisi Satu Samudera atau One Ocean Expedition.

Materi bahasan diskusi berfokus pada dua dari lima bidang yang merupakan area kunci
transformasi menuju ekonomi kelautan yang berkelanjutan, yaitu kesehatan laut dan keadilan laut (tiga lainnya adalah kekayaan laut, pengetahuan laut, dak pembiayaan laut). Perwakilan dari institusi pemerintah, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat turut hadir dan memaparkan pandangan mereka tentang kemajuan, pelbagai program yang sudah ada, dan pertimbangan kunci untuk meningkatkan transformasi pada kesehatan laut dan keadilan laut di Indonesia.

Dalam diskusi meja bundar dimulai Rut Krüger Giverin, Duta Besar Norwegia untuk Indonesia. menekankan peran penting Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim melalui pengelolaan kesehatan laut. Dubes Rut menjelaskan lebih lanjut bahwa alih-alih memilih antara perlindungan laut dan produksi laut, High Level Panel for Sustainable Ocean Economy (Panel Kelautan/the Ocean Panel) berfokus pada proses atau cara-cara yang dapat dilakukan agar dapat mencapai ekonomi kelautan dengan produksi yang berkelanjutan.

“Pengelolaan kelautan yang berkelanjutan penting karena dapat memberikan banyak manfaat, seperti menciptakan lapangan kerja, bisnis yang berkelanjutan,dan meningkatkan mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada laut dan pesisir,”katanya.

Nah, Indonesia sebagai salah satu negara maritim terbesar ternyata telah membuat komitmen serius tentang perlindungan kesehatan laut melalui tindakan mengatasi pencemaran plastik di laut.

Radian Nurcahyo, Asisten Deputi Hukum dan Perjanjian Kelautan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves), menyoroti komitmen dan tindakan nasional yang telah diambil untuk mengatasi pencemaran plastik di laut. Komitmen dan tindakan nasional yang disampaikan, di antaranya adalah komitmen untuk mengurangi 30% limbah padat dan 70% sampah plastik di laut per tahun 2025. “Komitmen yang disampaikan ini telah diejawantahkan dalam bentuk Rencana Aksi Nasional. Sementara itu, untuk mengurangi kebocoran yang terjadi di laut, seperti sampah plastik yang dibuang dari kegiatan pelayaran dan perikanan, Indonesia mendukung Proyek Kemitraan GloLitter,”jelasnya.

Dengan terus menurunnya kondisi kesehatan laut dunia, kerangka ekonomi biru yang diusulkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) didasarkan pada solusi untuk kesehatan laut.

Anastasia Kuswardani, Kepala Unit Pelaksana Tim Kerja Menteri Kelautan dan Perikanan,
menjelaskan lima program yang menjadi bagian dari kerangka ekonomi biru: (1) Perluasan Kawasan Konservasi Laut (KKL); (2) Kebijakan Perikanan Terukur/Kegiatan Penangkapan Ikan Berbasis Kuota; (3) Pengembangan Budidaya Perikanan Berkelanjutan; (4) Pengelolaan Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil; (5) Pengelolaan Sampah Plastik termasuk Program Bulan Cinta Laut yang dilaksanakan pada bulan Oktober di seluruh perairan Indonesia. Akan tetapi, Dr. Anastasia mengungkapkan bahwa terdapat tantangan yang dihadapi dalam proses pembuatan kebijakan, salah satunya adalah kurangnya ketersedian data yang akurat dan keterbatasan kapasitas pemantauan.

Merespon pemaparan Dr. Anastasia, perwakilan Bank Dunia Ambroise Brenier menjelaskan
peran Bank Dunia dalam mendukung usaha Pemerintah Indonesia untuk melakukan reformasi ekonomi kelautan, di antaranya berupa kolaborasi budidaya rumput laut, reformasi perikanan berbasis kuota dan pengumpulan data melalui Program “LAUTRA” (Lautan Sejahtera).

Sementara itu, Meizani Irmadhiany, selaku Direktur Eksekutif Konservasi Indonesia, menyoroti pentingnya data dasar dan penilaian terhadap kesehatan laut dalam pembentukan kebijakan internasional dan regional, termasuk penyusunan skema pembiayaan untuk laut. Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa perluasan KKL di Indonesia seharusnya tidak hanya memperhatikan perlindungan ekosistem terumbu karang dan wilayah pesisir, tetapi juga memperhatikan penyusunan rancangan KKL untuk resiliensi spesies serta keberlanjutan stok pangan dan perikanan yang optimal.

Aristyo R. Dharmawan, dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menanggapi permasalahan sampah plastik di laut. Ia menyatakan perlunya suatu kebijakan maritime yang terintegrasi untuk mengatasi permasalahan bidang maritim yang kompleks. Kemudian, ia juga menekankan bahwa penanganan Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IUUF) harus menggunakan pendekatan komprehensif melalui pengelolaan kapal domestik, salah satunya dengan penerapan isi perjanjian internasional Port State Measure Agreement (PSMA).

Adapun Safran Yusri, Ketua Yayasan Terangi, menekankan urgensi untuk melindungi terumbu karang sebagai bagian dari mitigasi perubahan iklim karena merupakan salah satu ekosistem yang paling rentan terhadap peningkatan suhu. Sk

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *