Humaniora

Kerukunan di Mekar Sari

×

Kerukunan di Mekar Sari

Sebarkan artikel ini

 

Desa Mekar Sari masuk dalam wilayah Kecamatan Wawonii Tengah. Sebelumnya, Desa Mekar Sari merupakan salah satu dusun dari Desa Wawo Indah. Berdasarkan kebijakan pemda Konawe tahun 2011, Dusun Mekar Sari dimekarkan menjadi sebuah desa. Pemekaran ini lebih didasarkan pada konstelasi politik jelang pilkada Konawe saat itu. Karena sebelumnya, tidak ada pembahasan perihal pemekaran Desa Mekar Sari di tingkat pemerintahan desa induk – Wawo Indah.

Hal ini dipertegas oleh pernyataan Suyatno – salah seorang transmigran asal Jawa Tengah sekaligus Imam Desa Mekar Sari – bahwa jelang pencalonan kembali – Lukaman Abunawas – sebagai bupati Konawe, maka Mekar Sari sudah dimekarkan menjadi sebuah desa.

“Saya nggak tau pak..yang jelas Mekar Sari dimekarkan tempo hari..waktu pak Lukman mau nyalon kembali sebagai bupati,”katanya.

Sejak berdirinya Desa Mekar Sari, sampai hari ini baru satu kali diadakan pemilihan kepala desa dan menetapkan Nicolaus – transmigran asal Flores NTT – sebagai kepala desa pertama, yang sebelumnya beliau juga merupakan pelaksana kepala Desa Mekar Sari pasca pemekaran.

Dipilihnya Nicolaus menunjukkan era demokrasi terbangun baik di desa ini, mengingat . Masyarakat Desa Mekar Sari merupakan masyarakat heterogen yang terdiri dari beberapa etnis, antara lain: Jawa, Sunda, Bali, Bugis, Flores NTT dan sebagian kecil etnis lokal. Etnis Flores yang berjumlah 32 kepala keluarga merupakan komposisi terbesar di desa ini. Etnis ini menempati lebih dari separuh penduduk Desa Mekar Sari yang totalnya berjumlah 52 kepala keluarga. Mereka begitu menjaga kerukunan antar etnik dan agama.

Sebagian besar masyarakat Desa Mekar Sari beragama Kristen Katolik disusul agama Islam dan Hindu. Untuk menjalankan aktivitas peribadatan, masyarakat Desa Mekar Sari pada dasarnya masih menggunakan fasilitas peribadatan yang ada di desa induk – Wawo Indah. Hal ini disebabkan karena beberapa kelompok agama di desa ini belum mempunyai rumah ibadah.

Karena sebagian besar Desa Mekar Sari adalah masyarakat transmigran, maka hak masyarakat atas kepemilikan tanah diwilayah ini telah dialokasikan oleh Pemerintahan Kabupaten Konawe pada saat itu. Setiap KK (Kepala Keluarga) mendapatkan total luasan lahan sebesar 2 hektare, dengan perincian; ¼ Ha lahan pekarangan/rumah, ¾ Ha lahan I (satu) dan sisanya 1 Ha adalah lahan II (dua) yang merupakan kawasan hutan.

Sertifikat kepemilikan lahan diserahkan oleh BPN Konawe kepada masyarakat pada tahun 1993, tepat 2 tahun setelah mereka bermukim di Mekar Sari Desa Wawo Indah Kecamatan Wawonii Tengah.

Sertifikat yang diberikan sebanyak 1 (satu) paket yang terdiri atas 3 sertifikat masing-masing terdiri atas; 1 (satu) sertifikat untuk lahan pekarangan/rumah, 1 (satu) sertifikat untuk lahan I (satu) dan 1 (satu) lainnya untuk lahan II (dua).

Masyarakat Desa Mekar Sari sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Komoditas unggulan di desa ini adalah jambu mete dan kelapa. Sedangkan tanaman jangka pendek yang ada di desa ini berupa sayur-sayuran dan ubi. Tanaman jangka pendek ini hanya berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Kegiatan melaut (nelayan) di desa ini hanya dilakoni oleh sebagian kecil etnis Bali. Sedangkan sebagian besar usia produktif dari etnis Flores lebih memilih bekerja sebagai buruh di Kota Kendari. Sesuai pernyataan Nicolaus – Kepala Desa Mekar Sari – bahwa sebenarnya banyak anak-anak muda di desa ini tetapi mereka merantau ke Kota Kendari dan bekerja sebagai buruh toko.

Hasil panen komoditas pertanian seperti jambu mete dan kopra, biasanya dijual kepada para penampung lokal atau dipasarkan langsung ke Kota Kendari. SK

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *