Environment

Kala Teluk Kendari Jadi Tong Sampah Raksasa

×

Kala Teluk Kendari Jadi Tong Sampah Raksasa

Sebarkan artikel ini

Kendari, suarakendari.com-Melintas di kawasan Kendari Beach Minggu (18/9) pagi, pandangan mata langsung tertuju ke laut teluk. Miris. Sampah plastik berceceran mengapung sejauh mata memandang.Seikat buntelan plastik merah besar berisi sampah rumah tangga ikut mengambang di sana bersama ratusan plastik bekas makanan dan minuman kemasan, semua jelas baru saja dibuang di sana.

Mereka yang membuang sampah ke laut tentu tak peduli, meski sudah ada plang tanda larangan buang sampah tertancap tegas di sana. Sebagian sampah sampah ini tak hanya disumbangkan warga sekitar teluk, volume sampah akan semakin besar saat akhir pekan, dimana pedagang dan pengunjung bertemu. Pedagang yang berjualan di pinggir laut menjadikan laut sebagai tong sampah. Tanpa rasa bersalah, semua sampah jualan dibuang ke laut, mau itu plastik, kulit buah hingga karung dan kardus berkas. “Susah memang kalau mau harap pedagang patuh dan sadar kalau pengambil kebijakan dalam hal ini pemerintah tegas menegakan aturan,”kata Ilham, warga.

Problem sampah di kawasan teluk kendari memang tidak kunjung selesai dari era ke era kepemimpinan di kota ini. Berharap kesadaran warga jelas tak mungkin, mengingat minimnya perhatian dan langkah tegas pemerintah kota akan masalah ini. Jika pun ada, paling sebatas basa basi di ruang ruang diskusi atau sekedar pemanis sosialisasi politik.

Tetapi, bukan berarti aksi peduli teluk tidak pernah dilakukan. Pernah. Bahkan volume sampah di laut teluk sendiri diyakni pernah menurun drastis kala para aktifis lingkungan menggaungkan penyelamatan teluk kendari sampah plastik dan lain lain. Sayang, itu semua tak berlangsung lama dan akhirnya kondisi teluk kembali seperti sediakalan, dipenuhi sampah.

Pemerintah di era Walikota Asrun juga pernah mencoba menata dan mengurangi aktifitas pedagang di pinggir laut, khususnya di kawasan kendari beach dengan memindahkan pedangan ke sisi kiri teluk yang jauh dari pinggir laut. Pemkot juga membangun kawasan tenda kuliner ke dekat taman agar pedagang tidak lagi membuang sampah ke laut. Kebijakan ini terbukti sukses menekan laju pembuangan sampah ke laut. Namun semua berakhir seiring bergantinya era kepemimpinan kota kendari.

Peduli sesaat

Dari sisi selatan teluk. Langkah gontai pria tua sejenak terhenti. Gerak pria itu terhalang tembok setinggi satu setengah meter tepat di depannya. Tak ada cara lain Ia harus memanjat tanggul pembatas di sisi utara teluk itu agar bisa mencapai waduk di sebelahnya.

Beberapa meter dari tempatnya berdiri, pandangan pria uzur itu menghujam di tumpukan botol botol air kemasan yang berserakan di sepanjang tanggul pembatas bibir teluk kendari. Bak melihat bongkahan emas Amir langsung bergegas menuruni tanggul dan menyerbu ke tumpukan sampah yang berserakan di bibir teluk. Amir girang, lalu mengeluarkan gulungan karung goni tua dari kantung celananya.

Sayang botol botol plastik bekas minuman lebih banyak mengambang di air. Tapi pria renta itu tak berani turun ke dalam waduk buatan itu. “Saya takut nanti bisa tengelam, airnya dalam, cukup di sini saja,”kata Amir.

Ia terus mengais dan memilah sampah yang masih bisa dijual ke pengumpul. ‘Sampah botol kemasan sangat laku dijual pak, selalu dicari karena katanya bisa didaur ulang,”kata Amir.

Tak butuh waktu lama, karung Amir langsung menggendut dipenuhi sampah botol plastik mineral.

Dari waduk Amir lalu berpindah ke jalan pinggir teluk. Di sana lagi lagi sampah plastik, sisa air mineral dan kemasan makanan sterofoam berserekan memenuhi jalan di sisi utara kendari bay.

Jalan yang baru berupa tanah timbunan ini adalah bagian dari smart city, proyek ambisius mantan Walikota Kendari, Ir. Asrun yang terbengkalai hingga kini.

Tak ada yang peduli dengan sampah di sana kecuali Amir. Usaha yang sudah berpuluh tahun digelutinya, setidaknya membantu mengurangi timbunan sampah di sana.

“Wah, jangan ditanya di sini banyak sekali sampah Pak, rata-rata sampah plastik, seperti botol plastik, bungkus makanan dan popok,”kata Amir.

Sampah sampah tersebut bukannya tidak diangkut petugas kebersihan kota, tetapi akan selalu ada karena terbawa arus laut dan berlabuh di dekat waduk.

“Di sana (menunjuk) Kemarin baru saja diangkut, eh hari ini sudah banyak lagi,”kata Amir. Lokasi yang dimaksud Amir adalah sungai kecil yang bermuara ke teluk kendari.

“Jadi kalau sampah-sampah ini diangkat hari ini, maka besok ada lagi, kebetulan di sana itu ada pintu air, nah kalo air naik (pasang) maka sampah-sampah ini berlabuh di sini, “ulangnya mencoba memastikan.

Amir mengaku menyampah sejak pagi buta. Ia berangkat dari rumahnya di kawasan pelelangan ikan untuk mencari peruntungan mengais sisa sisa sampah yang akan dijualnya ke pengepul di kawasan Watuwatu. Amir mengaku dari hari nyampah Ia bisa menghasilkan uang sekitar 30 ribu rupiah. “Ya lumayan untuk makan pak,”ujarnya.

Amir yang asl Jawa sudah berpuluh tahun tinggal di Kendari. Separuh hidupnya dihabiskan mengais sampah dan mencari barang bekas. Amir sendiri memiliki empat anak hasil dari perkawinanya dengan seorang perempuan asal Kabupaten Muna. “Mereka sudah ada yang merantau ke Jawa, Makassar,”katanya.

Problem sampah di Kota Kendari memang menjadi persoalan yang tak pernah ada habisnya seiring pertambahan penduduk dan pembukaan pemukiman di sepanjang bantaran sungai selama dua dekade terakhir. Di tambah lagi makin tumbuh suburnya pedagang kaki lima yang berjualan di sepanjang teluk kendari menambah tekanan yang dialami teluk kendari pun kian besar dan kompleks.

Minimnya kesadaran warga baik pengunjung maupun pedagang kaki lima akan kebersihan serta tidak adanya upaya penindakan /penegakan hukum kepada pelanggar seolah menjadi dua sisi mata uang yang kian membuat teluk tak ubahnya tong sampah raksasa. Hampir semua sampah yang dibuang warga yang berdomisili sepanjang bantar sungai dan pinggir lautan mendominasi teluk.kendari.

Berdasarkan riset, total sedimentasi di Teluk Kendari mencapai 66 juta meter kubik. Sebagian besar sedimentasi ini berasal dari aliran 13 sungai yang bermuara di teluk termasuk kawasan reklamasi. Diperkirakan, 4 persen dari total sedimentasi atau sekitar 2,6 juta meter kubik merupakan sampah plastik. Sk

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *