Environment

IOJI Selenggarakan Panel Keadilan dan Hukum Lingkungan Laut

×

IOJI Selenggarakan Panel Keadilan dan Hukum Lingkungan Laut

Sebarkan artikel ini

Jakarta, suarakendari.com  – The Indonesia-Netherlands Legal Update (INLU) 2022 kembali dihelat   di Jakarta dari tanggal 19 hingga 29 September 2022. Setelah tiga acara terselenggara dengan sukses di tahun 2014, 2018, dan 2019, INLU tahun ini berlangsung dalam format hybrid untuk menjangkau audiens yang lebih luas.

Tahun ini, Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) turut menyelenggarakan Panel tentang Keadilan dan Hukum Lingkungan Laut, yang diselenggarakan secara luring di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya dan daring melalui zoom.

Panel ini berangkat dari isu-isu perubahan iklim, keamanan maritim, dan pelanggaran hak asasi manusia yang terus berlanjut di sektor kelautan dan menimbulkan urgensi untuk perbaikan hukum dan keadilan lingkungan.

Panel dimulai dengan sesi pembukaan yang mencerminkan keefektifan hukum lingkungan, dan menggali potensi berbagai bentuk blue environmental law and justice. Sementara undang-undang lingkungan yang ada terbukti efektif sampai batas tertentu, banyak dari undang-undang tersebut berfokus pada domain terestrial dalam yurisdiksi nasional, bukan dalam ranah kelautan, demikian disampaikan oleh Prof. Michael Faure. Lebih jauh, guru besar ilmu hukum lingkungan internasional dari Universitas Maastricht, Belanda menyatakan bahwa undang-undang lingkungan yang ada saat ini tidak efektif dalam menangani krisis lingkungan di era antroposentris (yang lebih berat pada kepentingan manusia).

Planet bumi memang sedang menghadapi tiga krisis besar, yaitu perubahan iklim, kepunahan keanekaragaman hayati, dan polusi besar-besaran. Praktik ekonomi berkontribusi pada krisis global ini.

Sebagai tanggapan, Dr. Mas Achmad Santosa, Direktur Eksekutif IOJI, menekankan perlunya mengadopsi prinsip-prinsip keberlanjutan dan keadilan laut yang kuat dalam hukum lingkungan laut. “Beberapa prinsip dalam paradigma new ocean ini telah tertuang dalam kerangka hukum nasional Indonesia. Hukum lingkungan laut perlu dikembangkan untuk membantu masyarakat internasional beralih dari ekonomi laut yang tidak berkelanjutan menuju ekonomi laut yang berkelanjutan,”kata Dr. Santosa.

Selain masalah lingkungan, pelanggaran Hak Asasi Manusia dan kerja paksa juga terjadi di laut. Dr. Marzuki Darusman, Chair of the Foundation for International Human Rights Reporting Standards (FIHRRST), menyoroti isu-isu penting terkait HAM dan hak-hak pekerja di industri perikanan di Asia Tenggara. Sedikitnya 17.000 pekerja di kapal ikan diperbudak saat bekerja di perairan Asia Tenggara.

Dr. Darusman menambahkan. Tiga tantangan utama dalam melindungi pekerja di kapal ikan adalah kurangnya ratifikasi konvensi-konvensi kunci, tumpang tindih kewenangan di industri perikanan, dan sulitnya pemantauan kapal dan perlindungan HAM di laut.

Sementara, Fadilla Octaviani, COO IOJI,  menjelaskan tentang risiko HAM dan pekerja di sepanjang rantai pasok seafood, khususnya terhadap pekerja migran Indonesia pelaut perikanan. Serangkaian rekomendasi kebijakan pun disampaikan untuk mengatasi risiko-risiko ini, termasuk pengembangan hukum dan kebijakan di tingkat nasional, regional, dan internasional serta peningkatan sistem dan praktik penegakan hukum.

“Melindungi ekosistem laut dan HAM di laut membutuhkan pemantauan dan penegakan maritim yang efektif,”jelasnya.

Dr. Samuel H. Kowaas, selaku Direktur Informasi dan Data Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (BAKAMLA RI), memaparkan tentang perkembangan satelit dan teknologi informasi dalam penegakan hukum maritim di Indonesia. Dr. Kowaas menekankan manfaat dari transformasi digital dalam penegakan hukum di laut, seperti pengambilan keputusan yang lebih cepat, format data yang seragam, waktu respon/relay yang lebih singkat, dan biaya operasional yang lebih rendah.

Diskusi tentang kerangka hukum inovatif untuk penerapan prinsip strong sustainable development dalam tata kelola ekosistem karbon biru dibawakan oleh Stephanie Juwana, Direktur di IOJI. Ekosistem karbon biru khususnya mangrove saat ini mengalami penurunan dan degradasi. Selain itu, ada beberapa tantangan dan isu tata kelola di Indonesia yang memperparah kondisi tersebut. Dengan demikian, ada beberapa instrumen perlindungan inovatif yang potensial untuk dikembangkan seperti Ecologically or Biologically Significant Marine Areas (EBSA) dan Other Effective Conservation Measures (OECM). Lebih lanjut Stephanie menjelaskan bahwa peran masyarakat sangat penting dalam menjaga dan mengelola ekosistem karbon biru.

Seperti diketahui Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) adalah lembaga think-tank dan advokasi kebijakan yang mendukung negara Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, untuk mewujudkan tata kelola kelautan dengan berlandaskan prinsip perlindungan yang efektif, pemanfaatan yang berkelanjutan, dan kesejahteraan yang berkeadilan.
IOJI membangun kolaborasi dengan aktor negara dan non negara untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan di tingkat nasional, regional dan internasional dengan menyediakan berbagai usulan kebijakan berbasis bukti ilmiah. IOJI juga melakukan kerja pendampingan dan pemberdayaan terhadap masyarakat yang hidupnya bergantung pada laut, seperti nelayan kecil, masyarakat pesisir dan pekerja migran pelaut perikanan, dalam mempertahankan dan memperjuangkan hak-hak dasar mereka. Sk

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *