Historia

Benteng Laut dan Perempuan Perempuan Perkasa

×

Benteng Laut dan Perempuan Perempuan Perkasa

Sebarkan artikel ini
Tanggul penahan ombak yang dibangun kaum ibu di Desa Batu Jaya . foto: Joss

Saya menemukan sesuatu yang berbeda di sini, dimana kaum perempuan menjadi tulang punggung utama di desa ini. Juga menemukan benteng laut yang terbuat dari susunan batu karang berlapis tiga yang membujur dari timur ke barat sejauh kurang lebih satu kilo meter. Batu karang ini dilapisi kayu berdiameter lima centimeter, yang sengaja ditancap di dasar laut tepat di depan pemukiman penduduk Desa Batu Jaya.

Benteng laut yang berfungsi menahan gempuran ombak ini, seluruhnya dibangun oleh kaum hawa yang digambarkan sebagai perempuan-perempuan perkasa di desa ini. Mereka mengambil batu karang jauh di dasar lautan, persis saat waktu meti atau air laut surut. Sebuah aktifitas yang sebenarnya jauh dari ramah lingkungan alias merusak. Namun, perubahan iklim diperairan laut telah mengubah segalanya. Muka air laut saban tahun terus naik, terlebih diwaktu musim timur, ombak mencapai daratan, menghancurkan rumah dan jalan desa yang telah dirabat.

Tanggul penahan ombak desa batu jaya. foto: Joss


Beberapa batang pohon kelapa tumbang karena pasir tempat tumbuhnya terkikis oleh air laut. Di beberapa bagian pantai desa yang seluruhnya adalah pantai berpasir putih, teronggok pokok-pokok kelapa yang telah tumbang sehingga mengesankan jika pantai desa ini telah mengalami abrasi yang serius. Bagi warga desa batu jaya ini tentu malapetaka yang harus segera diatas bersama. Karena itulah, tak ada cara lain untuk menahan laju ombak kecuali membuat tanggul panjang di depan pemukiman. Nah, tanggul-tanggul inilah maha karya dari kaum ibu di sana.

“Di sini pria sangat sedikit, sebagian besar pergi merantau ke malaysia dan ke jawa. Jadilah perempuan khususnya ibu-ibu yang mengambil alih pekerjaan kaum pria,”ungkap Basman, Kepala Desa Batu Jaya. Itulah mengapa kaum perempuan menjadi tumpuan harapan di desa Batu Jaya.

Kaum perempuan mengambil alih hamper semua urusan, dari urusan domestik, pemerintahan hingga urusan politik. Ini terlihat saat pemilihan kepala desa, semua digerakkan oleh kaum ibu. Basman mengakui itu. Ia terpilih karena peran besar para kaum perempuan. “Saat maju jadi kepala desa saya disuruh ibu-ibu untuk maju, mereka malah menjadi tim sukses dan mengantarkan saya terpilih menjadi kepala desa,”kata Basman.

Mata pencaharian warga adalah pekebun dan nelayan. Para pekebun menanam tanaman jangka panjang seperti jambu mete dan kelapa, sedangkan para nelayan menangkap berbagai jenis ikan karang dan ikan pelagis. Untuk ikan karang, mereka menangkap ikan kerapu, katamba, kakap, dan baronang. Sedangkan untuk ikan pelagis mereka menangkap ikan-ikan pelagis kecil seperti ikan kembung, tongkol, layang, dan cakalang. Pada musimnya, mereka juga menangkap ikan tenggiri, gurita, cumi-cumi, dan teripang. Di waktu luang, perempuan Batu Jaya membuat minyak kelapa baik untuk kebutuhan sendiri maupun untuk dijual. Di desa ini kelapa tumbuh subur. Hampir setiap rumah tangga memiliki pohon kelapa.

Desa yang Indah

Desa Batu Jaya adalah sebuah desa pesisir. Bagian selatan dan barat desa ini berbatasan langsung dengan Selat Buton, sedang bagian utara dan timurnya masing masing berbatasan dengan Desa Namu dan Desa Langgapulu. Desa Batu Jaya memiliki pantai berkontur landai dengan hamparan pasir putih yang indah dipandang mata. Menjadi spot wisata terbaik di kawasan ini. Pantai tersebut ditumbuhi jejeran pohon kelapa yang sudah cukup tua, terlihat dari ketinggian batang-batang pohon tersebut.

Panorama Desa Batu Jaya, Kecamaatan Laonti, Konawe Selatan. foto: Joss

Terletak kurang lebih 110 km dari ibu kota Kabupaten Konawe Selatan, atau kurang lebih Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Namu, sekira 12 km dari ibu kota kecamatan, Laonti, Desa Batu Jaya berada diantara: Sebelah Selatan berbatsan dengan Selat Buton, Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Buton, Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Langgapulu.

Pantai Pasir putih Desa Batu Jaya. foto: Joss
Panorama Desa Batu Jaya, Laonti. Foto: Joss

Secara topografis, wilayah desa didominasi oleh perbukitan dengan kelerengan yang cukup curam. Daerah dataran desa ini terbilang sedikit, yaitu diperkirakan tidak sampai satu persen dari luas total wilayah desa. Wilayah dataran inilah tempat pemukiman warga tersebar dengan bentuk memanjang mengikuti bentuk dataran.
Dataran tersebut berada di dalam teluk kecil dengan cekungan yang lebar, dengan area landaian yang rata-rata berlebar hanya sekitar 100 meter dihitung dari garis pantai. Area landaian tersebut, yang berbatasan langsung dengan lereng-lereng bukit, dimanfaatkan oleh warga sebagai tempat membangun rumah. Demikian sehingga rumah warga tersebar memanjang, diapit oleh garis pantai dan kaki perbukitan.

Wilayah Desa Batu Jaya secara keseluruhan berbentuk segitiga yang hampir sama sisi. Pemukiman warga, yang mengikuti garis pantai, berada di sisi tenggara desa. Wilayah desa selebihnya, yang merupakan daerah perbukitan, terdiri atas kebun warga dan areal hutan. Areal hutan Desa Batu Jaya terlihat cukup terawat. Kecuali pembukaan hutan untuk keperluan kebun, terutama kebun jambu mete, tidak ada aktivitas perambahan yang berarti di kawasan hutan Desa Batu Jaya. Warga tidak melakukan logging. Demikian sehingga mata air yang berada di dalam kawasan hutan desa ini terus menyediakan air di sepanjang tahun dengan kualitas air yang secara kasat mata sangat baik, sejuk dan jernih.

Sekitar dua kilo meter di bagian Utara pemukiman warga, pantai desa ini diisi oleh tumbuhan mangrove. Vegetasi tersebut tampak cukup rimbun dan alami. Di antara vegetasi tanaman pantai tersebut terdapat beberapa petak kebun warga. Kebun-kebun tersebut, menurut warga adalah lahan yang sejak dulu tidak ditumbuhi mangrove, atau dengan kata lain, lahan-lahan kebun itu tidak berasal dari pembukaan areal mangrove. Kebun-kebun tersebut ditumbuhi beraneka ragam tumbuhan, terutama kelapa yang merupakan salah-satu komoditas andalan warga desa.

Desa Batu Jaya dulu dikenal dengan sebutan Watundoluboto, yang berarti “tiga buah batu” dalam bahasa setempat. Suku yang terdapat di desa ini yaitu suku Tolaki, Bugis, Buton dan Muna. Namun Desa Batu Jaya menggunakan bahasa sehari hari dengan bahasa Kulisusu, mayoritas penduduk Desa Batu Jaya memeluk agama Islam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *