Hukum

Sidang Lanjutan Perkara Penganiayaan Jurnalis Nurhadi

×

Sidang Lanjutan Perkara Penganiayaan Jurnalis Nurhadi

Sebarkan artikel ini

SURABAYA- Sidang perkara penganiayaan dan pelanggaran delik pers terhadap jurnalis Tempo di Surabaya, Nurhadi, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu, 6 Oktober 2021.⁰

Sidang kali ini mendatangkan tiga orang saksi dari redaksi Tempo. Mereka adalah Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, Setri Yasra ; Redaktur Utama Desk Hukum dan Kriminal Tempo, Mustafa Silalahi ; dan Redaktur Desk Hukum Tempo, Linda Trianita.

Linda Trianita yang diberi kesempatan pertama untuk bersaksi mengatakan bahwa dia memang menugaskan Nurhadi untuk melakukan wawancara dengan Angin Prayitno Aji pada 27 Maret 2021 malam. Saat itu, Angin Prayitno Aji memang berada di Surabaya untuk menghadiri resepsi pernikahan anaknya dengan anak Kombes Pol Ahmad Yani, mantan pejabat di Polda Jatim. Resepsi pernikahan itu digelar di Graha Samudra Bumimoro, Surabaya.

Kata Linda, penugasan itu diberikan karena tempo sedang melakukan liputan investigasi terkait dugaan korupsi pajak yang melibatkan Angin Prayitno Aji. Menurut dia, wawancara dengan Angin Prayitno Aji perlu dilakukan untuk memenuhi prinsip keberimbangan atau cover both side.

Dia mengatakan bahwa redaksi Tempo pernah mencoba menghubungi Angin Prayitno Aji, bahkan mengirimkan surat untuk melakukan wawancara dan mendatangi kediamannya, namun tak mendapatkan respon. Karena itulah, Nurhadi ditugaskan untuk menemuinya dan mewawancarainya saat Angin Prayitno Aji sedang berada di Surabaya.

Dalam sidang tersebut, pengacara dua terdakwa, Joko Cahyono mencecar saksi Linda dengan pertanyaan seputar rencana wawancara door stop yang hendak dilakukan Nurhadi. Dia berulang kali menanyakan legal standing atau landasan hukum yang mengatur mengenai teknik wawancara door stop tersebut.

Linda mengatakan bahwa door stop adalah teknik konfirmasi yang umum dilakukan para jurnalis di lapangan dan tidak memerlukan surat ijin untuk melakukan hal tersebut.

Namun meski diberi jawaban demikian, pengacara Joko Cahyono terus menyudutkan Linda dengan pertanyaan seputar legal standing wawancara door stop tersebut. Karena terus disudutkan, Linda terbawa emosi hingga berbicara sambil terisak. Dia mengatakan bahwa Nurhadi seharusnya tak dianiaya. Apabila memang narasumber menolak untuk diwawancarai, narasumber bisa menolak dan meminta Nurhadi pergi, tanpa harus menganiayanya.

Kemudian, saksi Mustafa Silalahi mengatakan bahwa dirinya sempat berkomunikasi dengan Purwanto melalui telepon. Percakapan itu berlangsung saat Mustafa belum mengetahui bahwa Nurhadi baru mengalami penganiayaan oleh sekelompok orang. Saat dikonfirmasi oleh hakim, terdakwa Purwanto juga tak membantah pernyataan Mustafa tersebut.

“Seingat saya, saat itu sekitar jam 11 malam. Terdakwa Purwanto mengatakan bahwa dirinya telah memeang ponsel Nurhadi dan melihat foto-foto yang diambil Nurhadi di lokasi resepsi pernikahan. Saat itulah saya menduga ada yang tidak beres karena HP Nurhadi ada pada penguasaan orang lain,” kata Mustafa.

Pria yang akrab dipanggil Moses ini menambahkan, saat berbicara dengan Purwanto, dia meminta agar Nurhadi dipulangkan. Permintaan itupun diiyakan oleh Purwanto.

“Saya baru tahu keesokan harinya bahwa ternyata Nurhadi dianiaya. Memang Nurhadi baru menceritakan itu setelah dia pulang ke rumahnya,” imbuh Mustafa.

Sementara itu, Setri Yasra dalam kesaksiannya mengatakan bahwa benar Nurhadi merupakan jurnalis Tempo yang berstatus koresponden. Dia mengatakan, penugasan yang diberikan kepada Nurhadi untuk mewawancarai Angin Prayitno Aji adalah bentuk pelaksanaan dari jurnalisme yang berimbang di mana semua pihak diberi kesempatan untuk bersuara.

Terus Memantau

Dalam konferensi pers yang digelar secara virtual setelah persidangan, Ketua Aliansi Jurnalis independen (AJI) Nasional, Sasmito Madrim mengatakan bahwa pihaknya dan beberapa organisasi lain akan terus memantau perkembangan proses hukum dalam perkara ini.

“Kami dan beberapa organisasi lain akan terus memantau perkara ini dan mendesak kepada aparat penegak hukum untuk mengungkap pelaku-pelaku lainnya. Karena berdasarkan keterangan korban, pelakunya tidak hanya 2 orang yang sudah menjadi terdakwa ini,” ujar Sasmito dalam konferensi pers yang digelar secara virtual setelah persidangan.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Eben Haezer menambahkan, AJI Surabaya juga terus menjalankan kampanye-kampanye virtual yang mengajak para jurnalis serta publik untuk ikut mengawal perkara ini.

“Kami terus memantau persidangan ini untuk memastikan proses hukum yang dijalankan adalah proses hukum yang bersih. Melalui kampanye-kampanye virtual, kami mendesak dilaksanakannya peradilan yang bersih dalam perkara ini dan mengajak publik untuk ikut melakukan pemantauan,” kata Eben.

Dalam kesempatan yang sama, Setri juga menegaskan bahwa perkara ini seharusnya bukan semata-mata urusan Tempo atau AJI sebagai lembaga yang menaungi Nurhadi, tetapi juga menjadi urusan bersama yang harus disikapi oleh semua jurnalis, media, dan organisasi profesi.

“Walaupun Nurhadi adalah wartawan Tempo, tapi kami tak menganggap ini permasalahan Tempo semata atau AJI. Ini adalah persoalan yang harus dihadapi bersama-sama oleh pers di Indonesia,” kata Setri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *