EnvironmentHumaniora

Senandung Lirih Nelayan Batu Gong

×

Senandung Lirih Nelayan Batu Gong

Sebarkan artikel ini
Nelayan di pantai batu gong. Foto: joss

Dari puncak bukit Dusun Wawombenanoa, Kecamatan Lalonggasumeeto kita akan menyaksikan bentang pesisir laut batu gong yang permai. Dusun ini adalah salah satu jalur penghubung ke wilayah Soropia dari arah Kota Kendari, tempat perlintasan menuju wahana wisata Pantai Batu Gong.

Dari puncak ini pula kita akan melihat puluhan kapal kapal tongkang pengangkut ore nikel berlabuh di perairan laut morosi yang hanya berjarak sekira tiga mil laut dari pantai batu gong.

Sebelum berlabuh, kapal-kapal pengangkut nikel ini melintasi wilayah tangkap nelayan soropia dan sebagian masuk kawasan konsevasi kima di laut Toli-toli. Ya,  di kawasan ini trlah  bertahun tahun berlangsung upaya konservasi berupa aktifitas budidaya penyelamatan kima, salah satu biota laut paling rentan musnah. Laut soropia hingga perairan labengki adalah jalur kima yang kini lautnya terjamah kapal kapal tongkang pengangkut nikel.

Dan, dari laut inilah sebagian besar masyarakat nelayan pesisir batu gong hingga desa toil toil menggantungkan harapan di laut. Namun, harapan kian menipis setelah melihat hasil tangkapan ikan yang kian berkurang setiap tahunnya.

Tak hanya itu, nelayan mengeluhkan hasil tangkapan yang kian sedikit dan hanya mendapatkan ikan yang kecil-kecil. “Hasil tangkapan makin menurun, ikan-ikan juga makin mengecil yang didapat,”kata Usman, nelayan batu gong.

Para nelayan batu gong mengumpulkan ikan hasil tangkapan. Foto: joss

Saya bertemu sekumpulan nelayan yang tengah menebar jaring ikan. Satu perahu ikan berukuran sedang baru saja mendarat ke pantai dan langsung diserbu nelayan. Mereka saling membantu. Ada yang menndorong perahu menuju ke bibir pantai. Dan beberapa nelayan menarik jaring ke pantai. Ini menjadi pekerjaan yang membutuhkan kerjasama.

Dari hasil tangkapan, nampak hanya didominasi ikan lure dan ikan tembang. “Mungkin juga karena pemgaruh musim bulan tengah, jadi  ikan masih sangat sedikit,”ungkap para nelayan. Mereka membagi hasil dan menyimpan ijumlah ikan   lebih besar untuk pemilik perahu.

Guru Besar kelautan Universitas Haluoleo, Profesor DR Ir. La Sara MSc, di sebuah forum diskusi yang menyoal pertambangan di Sulawesi Tenggara melontarkan kritik yang tajam pada perilaku perusahaan tambang di daerah ini, tak segan Ia menuding jika keberadaan tambang di Sulawesi Tenggara telah memberikan andil kerusakan besar di daerah pesisir khususnya kerusakan ekosistem laut.

Daerah-daerah seperti Kabupaten Kolaka, Kolaka Utara, Konawe Utara, Konawe dan Konawe Selatan hingga membentang ke Bombana menjadi cermin problem tercemarnya lingkungan perairan laut cukup serius. Dimana di daerah ini biodiversity atau keanekaragaaman hayati banyak yang rusak akibat tercemar limbah tambang. Proses pengangkutan material tambang yang tidak mematuhi kaidah lingkungan, telah mencemari perairan dan merusak ekosistem laut secara masiv. La Sara juga prihatin dengan kerusakan pulau-pulau kecil yang terus ditambang dan hingga kini meninggalkan kerusakan yang cukup serius. Dampak paling meresahkan dimana warga pesisir banyak kehilangan mata pencaharian akibat laut tempat mereka menggantungkan hidup kini tercemar oleh limbah tambang. “Ini problem serius bagi pengelolaan laut kita ke depan,”katanya.

Lantas, pedulikah para pemilik pertambangan dengan kondisi yang ada?Pastilah mereka tutup mata. Boleh jadi Ini merupakan buah dari penegakan hukum lingkungan yang lemah, buktinya meski sudah banyak regulasi atau aturan yang mendukung perbaikan lingkungan namun tak membuat para pelaku perusakan jera dan seolah hukum tak mempan untuk mereka. Kalo sudah begitu biasanya “ada udang di balik batu”, apalagi Budaya koruptif begitu “telanjang” di sektor ini dan mengakar kuat.

Dalam kajian ekonomi, lanjut Profesor La Sara, keberadaan ekonomi tambang tidak akan sebanding dengan ekonomi kelautan. Bahkan hitungan ekonomi hasil laut tiga kali lipat dibanding hasil tambang. “Saya heran dengan pemerintah kita, menjadikan sektor pertambangan sebagai sektor andalan, padahal sektor tambang itu sifatnya hanya sementara karena akan habis. Berbeda dengan sektor kelautan yang jika dikelola secara berkelanjutan maka akan memberi sumbangan ekonomi yang besar,”katanya.
Saat ini perikanan diperkirakan menyediakan hampir 20 persen protein untuk populasi dunia mengingat perikanan telah memiliki peran penting bagi kehidupan manusia seperti lapangan pekerjaan dan sumber makanan. Berdasarkan kajian ekonomi dunia dari organisasi State of World Fisheries and agriculture 2002 yang menyatakan, bahwa, pada Tahun 2000, jumlah produksi perikanan tangkap adalah 86 juta Ton. Sk

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *