Historia

Saat Nelayan Bangkit Melawan

×

Saat Nelayan Bangkit Melawan

Sebarkan artikel ini

Kehadiran  Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sejatinya membawa berkah bagi masyarakat. Namun di sisi lain  keberadaan membawa masalah bagi warga di sekitar lokasi PLTU. Inilah yang memicu protes nelayan di Desa Nii Tanasa dan sekitarnya yang pada 2011 silam memprotes keberadaan limbah perusahaan yang mengganggu wilayah tangkapan mereka.

Nelayan menganggap, keberadaan perusahaan yang beroperasi pada April 2011tersebut telah meimbulkan berbagai dampak negatif bagi mayoritas nelayan  Desa Nii Tanasa dan desa lain di sekitar PLTU.

Limbah PLTU diduga telah mencemari wilayah lepas pantai yang selama ini menjadi wilayah tangkap nelayan. Bagi nelayan tangkap, mereka tidak bisa lagi mendapatkan ikan hanya dengan memancing akibat pencemaran yang mrmbuat terumbu karang mati.

Padahal sebelum PLTU Nii Tanasa beroperasi, mereka dengan mudah mendapatkan ikan hanya dengan memancing di sekitar pantai Desa Nii Tanasa. Demikian pula yang terjadi di desa tetangga Rapambinopaka yang juga merasakan langsung dampak yang sama.

Menurut M. Said salah seorang warga Desa Rapambinopaka, sebelum beroperasinya PLTU, warga Desa Rapambinopaka yang dulunya menangkap ikan menggunakan sero bisa memperoleh pendapatan sampai Rp.200.000 per hari dari hasil penjualan ikan tangkapannya. Dengan penghasilan tersebut, mereka bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga dan menyekolahkan anaknya. Namun nasib buruk menimpa mereka setelah PLTU beroperasi.

Mereka harus menelan kenyataan pahit tidak lagi bisa mendapatkan ikan di sekitar wilayah lepas pantai karena wilayah tersebut diduga telah tercemar limbah PLTU. Kini mereka harus keluar jauh dari lepas pantai dengan menggunakan perahu ketinting dan harus mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk menangkap ikan. Bagi nelayan yang tidak memiliki perahu ketinting dan modal yang cukup untuk melaut, mereka terpaksa mencari pekerjaan lain untuk menghidupi keluarganya.

Kehadiran PLTU telah membuat mereka tercerabut dari pekerjaan mereka sebagai nelayan. Tidak semua dari mereka yang kehilangan mata pencaharian sebagai nelayan dengan mudah mendapatkan pekerjaan. Bahkan situasi ini membuat sebagian dari mereka menjadi penganggur.

Diantara nelayan yang kehilangan memilih untuk mengadu nasib dengan melamar pekerjaan di PLTU. Namun hanya sebagian kecil warga yang bisa diterima bekerja di perusahaan. Mereka yang dipekerjakan rata-rata hanya bekerja sebagai buruh kasar. Ironisnya, pihak perusahaan cenderung tidak mengumumkan secara terbuka kepada warga sekitar bila mereka hendak melakukan perekrutan pekerja. Warga desa sekitar PLTU hanya mengetahui dari seorang kerabat mereka yang bekerja di perusahaan ataupun orang-orang tertentu yang dianggap punya ‘kedekatan tertentu’ dengan pihak perusahaan. Seperti yang terjadi belum lama ini warga Desa Nii Tanasa dan Desa Rapambinopaka mengeluhkan metode perekrutan yang dilakukan oleh PT. Tiga Bintang, salah satu perusahaan penyedia jasa tenaga kerja cleaning service di PLTU Nii Tanasa. Belum lama ini sekitar 3 minggu yang lalu PT. Tiga Bintang melakukan perekrutan sekitar 30 orang pekerja cleaning service.

Menurut masyarakat Desa Nii Tanasa, hanya 2 orang tenaga kerja dari Desa Nii Tasana yang direkrut oleh PT. Tiga Bintang. Warga Desa Nii Tanasa merasa dianaktirikan dalam hal perekrutan tenaga kerja. Begitu pula dengan warga Desa Rapambinopaka dan desa-desa lain pun juga merasakan hal yang sama dimana mereka juga merasa diperlakukan tidak adil terkait dengan perekrutan tenaga kerja yang dilakukan oleh pihak perusahaan. Padahal masyarakat yang berada di sekitar PLTU adalah pihak yang paling merasakan dampak negatif dari operasi perusahaan tersebut.

Sebelumnya, pada pertengahan Maret 2015 pemerintah Kecamatan Lalonggasumeeto bersama masyarakat melakukan pertemuan dengan 6 orang anggota DPRD Kabupaten Konawe. Dalam pertemuan tersebut, pihak DPRD hanya menjanjikan akan membahas berbagai persoalan terkait pencemaran dan masalah ketenagakerjaan. Namun sayangnya berbagai problem yang timbul akibat kehadiran PLTU Nii Tanasa hingga kini belum menemukan titik terang dan jalan penyelesaiannya. Pihak perusahaan dinilai seakan acuh tak acuh atas berbagai dampak yang ditimbulkan dan pemerintah pun tak dapat berbuat banyak. Berlarutnya masalah sempat memicu aksi demostrasi besar besaran dari nelayan yang menuntut keadilan. **

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *