Historia

Runtuhnya Kejayaan Ratu Mutiara

×

Runtuhnya Kejayaan Ratu Mutiara

Sebarkan artikel ini

Saya mengunjungi Desa Batu Putih, Kecamatan Kolono Timur, Konawe Selatan, awal bulan lalu. Saya mendengar jika Batu Putih adalah salah satu desa yang menjadi lokasi sentra pembudidayaan mutiara berada. Namun sebagaimana nasib budidaya di lokasi lain, seperti Kaju Angin, Kolaka dan Morombo di Konawe Utara, sentra budidaya mutiara di desa Batu Putih kini hanya tinggal sebuah nama. Bangunan tempat perusahaan beroperasi, seperti perumahan, laboratorium dan dermaga penghubung  sudah lama hancur dan kini berganti dengan bangunan baru milik perusahaan daerah.

Saya bertemu Pak Ferdi, mantan petugas budidaya mutiara teluk kolono, pria parubaya itu masih mengingat betapa kejayaan perusahaan mutiara pernah benar-benar merajai bisnis hasil laut di daerah ini. Kehadiran di awal tahun 1980-an  menyerap banyak sekali tenaga kerja local.

“Harus diakui keberadaan perusahaan mutiara di masa itu sangat mensejahterakan rakyat, terutama di desa-desa pesisir dimana perusahaan mutiara beroperasi, ada banyak masyarakat bekerja di sana dan tentu saja member penghasilan bagi daerah,”kata Ferdi.

Ferdi bercerita, saat perusahaan masih beroperasi, desanya bak kota dalam desa, ada banyak kegiatan di desa, terutama kegiatan ekonomi. “Ibaratnya keadaan di desa sangat hidup saat itu,”ungkapnya.

“Arus perdagangan juga hidup, banyak kios yang bermunculan disekitar perusahaan,”tambahnya.

Dermaga bekas milik perusahaan mutiara di Desa Batu Putih Kolono Timur, Konawe Selatan. foto: Joss

Sementara, perusahaan juga menyerap tenaga kerja local, “Pokoknya perusahaan sangat memberikan prioritas bagi warga di disini sebaga tenaga kerja local,”katanya.

Sayang masa kejayaan perusahaan mutiara berakhir saat menjelang krisis moneter yang menghantam Indonesia tahun 1998 silam, dimana banyak perusahaan yang tutup dan pemiliknya yang mayoritas dari jepang hengkang dari Indonesia. Kondisi yang  berdampak pada nasib ribuan karyawan mutiara kala itu, seluruh karyawan terpaksa kehilangan pekerjaan mereka. “Tutupnya perusahaan sangat menyedihkan untuk orang seperti saya,”ujarnya lirih.

Seperti diketahui mutiara merupakan salah satu komoditas sektor perikanan budidaya yang bernilai ekonomis tinggi dan memiliki prospek pengembangan usaha di masa mendatang, seperti terlihat dari peningkatan permintaan perhiasan dari mutiara dan harganya yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Budidaya kerang mutiara di Sulawesi Tenggara menghasilkan butiran mutiara yang diekspor ke luar negeri. Usaha ini selain menyerap tenaga kerja, juga merupakan usaha menggali kekayaan laut yang belum sepenuhnya dikelola. Sayangnya usaha ini membutuhkan modal yang besar, dan penelitian yang lebih mendalam untuk dapat menghasilkan anakan calon induk (Created by MandongaBoy). Sebab selama ini, pengelola masih dibatasi dengan ketergantungan pada calon indukan yang didapat dari alam.

Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah penghasil mutiara jenis South Sea Pearls, “Ratunya Mutiara” yang berasal dari kerang Pinctada maxima, baik dari hasil alam maupun budidaya. Mutiara yang dihasilkan oleh Pinctada maxima mempunyai ukuran yang besar dengan kilau khas. SSP dari P. maxima memiliki keunikan warna maupun kilaunya yang mempesona dan abadi sepanjang masa, sehingga sangat digemari di pasar internasional, dan biasanya diperdagangkan dalam bentuk loose dan jewelry (perhiasan).

Salah satu lokasi budidaya kerang mutiara di Provisni Sulawesi tenggara yakni di Kecamatan Pasir Putih dan Pulau Kayu Angin, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Namun, belum ada data produksi mutiara dari wilayah ini yang dipublikasikan.

Ada dua jenis budidaya mutiara yang kini dibudidayakan dan berkembang di Kota Bau-bau, yaitu Pinctada maxima yang menghasilkan mutiara bundar (round pearl) dan jenis Pteria penqu yang menghasilkan mutiara blister (haft pearl). Jenis Pinctada maxima diusahakan oleh PT. Tiara Indo Pea, sebuah perusahaan PMA dari Jepang.

Sedangkan jenis Pteria penqu selain diusahakan oleh perusahaan nasional (CV. Selat Buton) juga banyak dibudidayakan oleh para petani setempat. Produksi mutiara Kab. Buton pada tahun 2012 mencapai 469,92 kg ( Sumber : DKP Sultra 2012).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *