Environment

Pemulung Laut di Teluk Sampah

×

Pemulung Laut di Teluk Sampah

Sebarkan artikel ini

MATAHARI belum lagi menampakkan sinarnya, namun beberapa ibu rumah tangga yang berada di perkampungan miskin Kelurahan Petoaha, Kecamatan Abeli, Kota Kendari sudah mengayuh sampan menembus gelapnya subuh, mengitari teluk Kendari untuk mencari barang bekas layak jual yang hanyut terbawa arus laut.

Jahamu, 50 tahun, masih terlihat lelah, hampir sebagian tubuhnya basah terkena air laut. Meski demikian, ia masih sibuk memilah-milah barang bekas layak jual kemudian dinaikkan kedalam sampan lapuknya yang sudah menemani hari-harinya selama ini. Sudah dua tahun lebih ia menekuni pekerjaan menjadi pemulung laut ini.

Bagi Jahamu, teluk Kendari menyediakan banyak sampah yang layak untuk dijual. Dalam sehari ia mampu mengumpulkan barang bekas ini hingga 10 kilogram. Untuk mengumpulkan sampah sebanyak itu, ia harus berkeliling dibeberapa tempat mulai dari Kota Lama, Pelabuhan Nusantara Kendari hingga ke Pantai Kendari.

Aktivitas ini dilakukan mulai dari subuh hingga pukul 13.00 siang. Jika sedang mujur, pukul 10.00 siang ia sudah kembali kerumah dengan membawa barang bekas yang sangat banyak hingga memenuhi seluruh sampannya. Barang bekas ini kemudian dijualnya kepada pengumpul yang berada di Kelurahaan Petoaha. Sampah plastik dihargai Rp1.700 per kilogramnya.

“Sampah ini kita ambil dipinggir-pinggir pantai, ada juga dari orang kapal yang kasih sama kita. Saya tidak malu kerjaan begini karena halal. Daripada kita minta-minta kan malu,” Tutur Jahamu

Baginya, memulung di Teluk Kendari lebih menjanjikan dibandingkan bila memulung didarat. Selain karena persaingan antar pemulung masih sedikit, teluk Kendari juga selalu menyediakan banyak sampah setiap hari. Meski demikian, dirinya prihatin dengan kondisi teluk Kendari yang selalu saja dipenuhi sampah. Menurutnya hal tersebut mencerminkan perilaku sebagian masyarakat yang tidak peduli dengan kelestarian lingkungan. Karena dengan banyaknya sampah diteluk Kendari akan memacu laju pendangkalan teluk yang semakin memprihatinkan.

**

Teluk Kendari tak dapat dipisahkan dengan keberadaan Kota Kendari yang menjadi ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara. Teluk Kendari dengan luas 10.84 km2 merupakan perairan estuary yang semi tertutup yang terletak di tengah kota kendari.

Oleh karena itu, perairan ini banyak dipengaruhi oleh aktivitas yang berlangsung di daratan seperti permukiman penduduk, pertambakan, industri pengolahan hasil perikanan, penambangan pasir di sekitar daerah aliran sungai, dan pertanian di sepanjang beberapa sungai besar dan kecil yang bermuara ke Teluk Kendari.

Anggota Tim Penyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Revitalisasi Teluk Kendari, Nursalam Saranani yang juga aktivis peneliti lingkungan menyebutkan tingginya aktivitas masyarakat disekitar teluk Kendari menjadi pemicu kerusakan teluk. Kontribusi terbesar dalam pendangkalan teluk adalah sedimentasi lumpur dan sampah.

Bila dibandingkan tahun 1960 silam, kedalaman teluk Kendari mencapai 15 meter. “Menurut kami, penyebab utamanya pendangkalan teluk Kendari itu hanya satu, terbesar itu 89 persen itu akibat infrastruktur kota, salah satunya pembangunan yang tidak memperhatikan sistem konservasi, cutting-cutting gunung dan tumpahan tanah truk pengangkut timbunan yang mengalir hingga keteluk Kendari,” Ungkapnya.

Sementara itu, hasil penelitian Balai Penelitian Daerah Aliran Sungai (BP-DAS) Sampara menyebutkan, dalam kurun waktu 13 tahun terakhir terjadi pendangkalan di Teluk Kendari seluas 101,8 hektar dan kedalaman laut berkisar 9 meter sampai 10 meter. Luasan wilayah teluk ini menyusut dari semula 1.186,2 hektar menjadi 1.084,4 hektar pada tahun 2000. Sungai Wanggu yang menguasai Daerah Aliran Sungai (DAS) seluas 152,08 hektar merupakan penyumbang sedimentasi terbesar mencapai 357.810,59 ton/ tahun.

Terdapat 10 hingga 18 sungai yang bermuara di Teluk Kendari. Selain Sungai Wanggu, sungai lain juga ikut berkontribusi, misalnya Sungai Benubenua sepanjang 21 Km, Sungai Lahundape 16 Km , Sungai Mandonga 18 Km,Sungai Sodoha 20 Km, Sungai Tipulu 12 Km serta Sungai Wua-wua, Kemaraya, Anggoeya, dan Sungai Kampungsalo.

“Jadi itu memang sudah harus penanganan lintas kabupaten sebenarnya, karena asal usulnya sedimen itu dari hulunya, seperti penebangan hutan atau adanya longsoran disepanjang aliran sungai,” Ujar Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Kendari Rosnani.

Sumbangsih sedimentasi juga datang dari aktivitas di dermaga yang ada dalam kawasan teluk. Sedikitnya terdapat empat dermaga pelabuhan serta satu galangan kapal pada Teluk Kendari. yaitu, Pelabuhan Nusantara yang dikunjungi kapal-kapal berskala besar setiap saat, termasuk persinggahan kapal Pelni, KM Tilongkabila yang melayani kawasan timur Pulau Sulawesi.

Ada pula Pelabuhan Ferry penyeberangan dari Kota Kendari-Pulau Wawonii, pelabuhan Perikanan Samudera dan Pelabuhan Pendaratan kapal penangkap ikan serta pangkalan kapal-kapal perikanan laut swasta. Dengan potensi sebanyak itu, perekonomian seyogyanya bisa membaik, namun Teluk Kendari tak lepas dari masalah.

Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Haluoleo telah memprediksi sedimentasi itu sejak tahun 2003. Mereka menyebutkan Sungai Wanggu, Kambu, dan Mandonga adalah tiga sungai menyumbang sedimentasi sekitar 1.330.281 m3/tahun dengan laju pendangkalan 0,207 m/ tahun. Hal itu yang membuat kondisi Teluk Kendari semakin memprihatinkan.

Lembaga ini juga memperkirakan dalam sepuluh tahun mendatang, kontur kedalaman 1, 2 sampai 3 meter berubah menjadi daratan seluas 923,4 hektar, sehingga perairan Teluk Kendari tinggal 197,1 hektar. Lebih jauh lagi diprediksi sampai 24 tahun mendatang kontur kedalaman 1, 2, 3, 4, sampai 10 meter berubah menjadi daratan seluas 1.091,1 hektar, sehingga Teluk Kendari sisa seluas 18,8 hektar.

Kekhawatiran ini tentu saja mengusik sejumlah pihak termasuk pemerihati lingkungan, sehingga saat ini banyak Lembaga Swadaya Masyarakat maupun komunitas masyarakat yang peduli dengan keberlangsungan teluk Kendari.

“Harus ada gagasan, harus ada ide untuk menyelamatkan teluk Kendari. Misalnya kampanye kepada masyarakat sekitar teluk untuk tidak membuang sampah diteluk Kendari, termasuk melihat regulasi rencana pemerintah untuk menyelamatkan teluk Kendari,” Tutur Ketua Komunitas Sampan Kendari Wa Ode Nurlansi.

Dirinya menjelaskan, terbentuknya komunitas ini bermula ketika sejumlah mahasiswa dan aktivis lingkungan yang sering nongkrong diteluk Kendari melihat begitu banyak sampah yang memperparah pendangkalan teluk selain sedimentasi lumpur.

Dari hasil diskusi kecil tersebut dibentuklah Komunitas Sampah Sampah. “Kami tidak ingin  teluk Kendari ini dalam beberapa tahun kedepan tinggal nama dan sudah berubah menjadi daratan. Kami menghayal sudah tidak ada keindahan lagi diteluk ini, untuk datang menikmati sunset atau sunrise,” Tambahnya.

Komunitas ini pernah menjadwalkan setiap akhir pekan turun keteluk dengan menggunakan sampan untuk memungut sampah-sampah yang berada di bibir teluk. Sampah tersebut kemudian dikumpul lalu dibuang ke bak sampah yang berada di sekitar teluk Kendari.

Nantinya sampah tersebut kemudian diangkut oleh petugas kebersihan untuk selanjutnya dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Puuwatu. “Kami mengajak bukan hanya dari teman-teman komunitas tetapi juga warga dan nelayan yang berdomisi di sekitar teluk responnya cukup bagus, bahkan ada warga yang turut menyumbangkan perahunya untuk dipakai ke keteluk,”tutur Nurlansi.

Menurutnya aksi turun ke teluk dengan menggunakan sampan ini untuk menggugah rasa kepedulian masyarakat untuk mencintai teluk Kendari, minimal dengan tidak lagi membuang sampah diteluk Kendari. Mengingat dampak kerusakan teluk Kendari yang semakin parah bisa saja mengancam mata pencaharian masyarakat, utamanya nelayan dan pemilik tambak.

Dampak kerusakan Teluk Kendari ini sudah dirasakan petani tambak yang berada di Kecamatan Poasia dan Kambu. Petani tambak yang berada di sekitar teluk Kendari tinggal dihitung dengan jari sejak teluk ini tercemar dan semakin dangkal.

Daeng Juma, 60 Tahun, salah seorang petani tambak ikan bandeng yang masih bertahan di sekitar teluk Kendari. Ia melakoni usahanya sejak 37 tahun silam.  Pada saat itu, banyak ditemukan usaha budidaya ikan bandeng. Usaha ini sangat menjanjikan karena kondisi alam dan wilayah teluk kendari pada saat itu masih bersih dan belum tercemar.

Namun sejak beberapa tahun terakhir, beberapa petani tambak di Teluk Kendari terpaksa harus meninggalkan usaha ini karena sudah tidak menjanjikan lagi. Hasil panen petani berkurang karena teluk Kendari sudah tercemar dan dipenuhi sampah. “Masyarakat disini ada yang tidak sadar, mereka membuang sampah-sampahnya. Tersangkut di  pohon bakau, makanya jadi persoalan,”tutur Daeng Juma

Selain itu, pendangkalan teluk kendari yang terus terjadi setiap tahun makin memperparah kondisi perairan yang ada di Teluk Kendari. Akibatnya ada sebagian warga sudah menjual lahannya kepada investor untuk dibangun perumahan mewah serta pusat hiburan

Sementara itu, terhitung sejak tahun 2014 ini, Dinas Kebersihan Kota Kendari mulai rutin melakukan pembersihan di Teluk Kendari yang selama ini banyak dipenuhi sampah, utamanya yang berada di bibir teluk.

Kepala Dinas kebersihan Kota Kendari Tin Farida menjelaskan jika tahun-tahun sebelumnya pembersihan teluk Kendari hanya dilakukan pada saat akan penilaian Adipura, maka sejak tahun ini pembersihaan sudah menjadi agenda rutin Dinas Kebersihan Kota Kendari.

Untuk membersihkan teluk ini, pihaknya melibatkan sekitar 60 tenaga kerbesihan yang berasal dari unit drainase dan kali. “Selama ini unit tersebut hanya fokus untuk membersihkan drainase dan kali yanjg ada di dalam Kota Kendari, namun karena sampah juga banyak berada di teluk maka unit ini dialihkan untuk diwilayah teluk Kendari,” Jelasnya

Tin Farida menambahkan, sampah-sampah yang sudah terkumpul diangkut lalu dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Puwaatu. Ada beberapa daerah-daerah yang menjadi titik penyebaran sampah di teluk Kendari, diantaranya disekitar Pelabuhan Rakyat Kota Lama, Pelabuhan Nusantara Kendari, Pelabuhan Penyebrangan Ferry dan Dermaga Tambat Labuh Kelurahan Lapulu.

Dijelaskan, sampah-sampah ini hanyut terbawa arus laut maupun arus kali yang bermuara di Teluk Kendari. Namun ada juga yang sengaja dibuang oleh oknum masyarakat yang tidak sadar menjaga kebersihan, padahal pemeirntah sudah menyiapkan bak sampah diseluruh wilayah Kota Kendari. “ini sering jadi masalah,setiap habis dibersihkan, sampah kembali menumpuk dibibir teluk,” Imbuhnya.

Menurutnya harus ada kerjasama dari sejumlah pihak agar penanganan sampah di Teluk Kendari bisa teratasi, mulai dari Dinas Kebersihan, Badan Lingkungan Hidup, Lurah/Camat termasuk Satuan Polisi Pamong.

***

Pemerintah Kota Kendari sejak beberapa tahun silam sudah berupaya untuk merevitalisasi teluk Kendari. Pada awal tahun 2009 lalu, pemerintah Kota Kendari menanggarkan sebesar Rp1,2 milyar untuk pengadaan mesin penyedot lumpur, namun hasilnya tidak memuaskan.

Sementara itu, Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Kendari Rosnaeni menjelaskan, pada tahun 2014 ini Pemerintah Kota Kendari menyiapkan anggaran sebesar 10 milyar rupiah untuk pengadaan dua unit eskapator anfibi yang bisa beroperasi di teluk kendari.

Eks kapator tersebut mempunyai jangkauan yang panjang, sehingga diharapkan mampu mengeruk hingga ke dasar teluk kendari. Selain itu, Pemerintah juga akan memasang kantong-kantong lumpur di muara sungai untuk menahan sedimen lumpur agar tidak masuk kawasan teluk Kendari. “jadi sekarang sedimen teluk Kendari sudah melebihi ambang batas, harus kita tangani secara serius,” Jelasnya

Walikota Kendari Ir. Asrun sudah mempunyai rencana lain untuk mempercantik Teluk Kendari. Sepanjang By Pass Teluk Kendari rencananya akan dijadikan sebagai kawasan smart city. Nantinya dikawasan itu akan dibangun dermaga tambat labuh mirip dengan yang ada di luar negeri lengkap.

Nantinya dikawasan itu akan tersedia beberapa fasilitas seperti, restoran, meeting room dan arena rekreasi. “Banyak yang kita bisa bikin disitu, konsepnya itu memanfaatkan teknologi informasi, restorannya harus smart, meeting roomnya bisa teleconfrence dan semuanya harus smart,” Tutur Asrun

Sebagai tahap awal, Pemerintah Kota Kendari menyiapkan anggaran antara Rp65-Rp70 Milyar untuk pembangunan dermaga tambat labuh yang dilanjutkan dengan pembangunan fasilitas smart point. Dijelaskan, saat ini pemerintah kota Kendari sudah menjalin kerjasama dengan beberapa provider yang akan membangun jaringan internet dengan kecepatan tinggi dikawasam teluk Kendari. Sehingga nantinya Teluk Kendari akan menjadi kawasan elit sebagai pusat informamsi dan hiburan.

Apakah rencana itu tidak akan merusak ekositem dan kearifan lokal masyarakat setempat? “Tidak akan mengganggu, disitu juga akan ada ruang publik, karena akan ada pusat kuliner bagi masyarakat, karena sudah ada jatah-jatahnya masing-masing,”tambahnya

Menurut Asrun, pembangunan Smart City tersebut sudah memiliki kajian Analisis Dampak Amdal (AMDAL) sehingga tidak mengganggu ekositem yang ada di Teluk Kendari. Bahkan untuk menunjang Amdal tersebut Pemerintah Kota Kendari akan memasang kantong-kantong lumpur dibeberapa mulut sungai yang nantinya bisa berfungsi sebagai penahan lumpur agar tidak masuk kedalalm teluk Kendari.

Lumpur-lumpur yang tertahan secara periodik akan diangkut oleh petugas kebersihan. Lumpur-lumpur itu akan digunakan untuk meninbun pembangunan dermaga tambat labuh, sehingga tidak mengambul material timbunan dari luar. “Kita juga akan memperdalam kembali teluk Kendari, agar kapal-kapal bisa berlabuh di dermaga tersebut,”jelasnya

Pemerintah Kota Kendari telah menetapkan teluk Kendari sebagai salah satu kawasan wisata seusai peraturan daerah nomor 1 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah/RTRW daerah ini. Dengan diterapkannya Perda tersebut, diharapkan pelestarian teluk Kendari dapat terjaga dengan baik, sehingga bisa memberikan nilai ekonomi, estetika dan ekologi bagi masyarakat. Berhasil tidaknya upaya pemerintah untuk melestarikan teluk Kendari tidak terlepas dari dukungan masyarakat yang diharapkan turut berpartisipasi di dalamnya. Semoga teluk Kendari kembali lestari.***

Penulis: Fery Musafir, Jurnalis RRI

Naskah Diterbitkan tahun 2015 Dalam Buku Bunga Rampai Jurnalis Lingkungan Kendari

Penerbit AJI Kendari 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *