Jelajah

Nekat ke Sarang Buaya

×

Nekat ke Sarang Buaya

Sebarkan artikel ini

Petualangan membawaku ke pesisir teluk Kolono,  Di tempat ini saya bersama Sura, kawanku, untuk dua hari mengeksplorasi negeri teluk dalam. Tempat yang kami kunjungi adalah salah satu harta karunnya kolono, di muara awunio. Tur hutan mangrove memberiku pengenalan yang sempurna di tempat ini. Pemandangannya lumayan bagus. Saat melewati rerimbunan mangrove yang muncul dari bawah air membuat saya bisa tau kenapa tempat ini disukai para penggiat wisata ekstrim.

Bagi saya menjelajah ke lokasi ekstrim mungkin bukan hal baru. Tapi tanpa pemandu itu persoalan dan kami nekat mencobanya. Kami menyusuri mangrove awunio yang konon dihuni banyak buaya muara. Setidaknya itu informasi yang Kami peroleh dari warga sekitar. Berdua kami masuk jauh ke jantung hutan mangrove yang berada dalam zona kawasan lindung sejauh dua kilometer. Menyusurinya musti ekstra waspada, mata dan telinga harus awas, sebab, air tenang jangan dikira tak berbuaya.

Hutan mangrove awunio merupakan daerah bermuaranya dua sungai besar di kecamatan Kolono, yakni sungai awunio dan sungai roda. Pasokan air sungai diperoleh dari kawasan hutan lindung di pegunungan kolono, mengalir membelah kawasan pemukiman penduduk dan bermuara ke pesisir teluk Kolono. Seluruh kawasan mangrove ini saling terhubung dengan kawasan mangrove desa-desa pesisir lainnya di Kolono. Kondisi habitat muara Awunio yang selalu tergenang air serta kaya dengan berbagai jenis ikan sangat disukai oleh buaya muara.

Para peneliti menyebut, buaya muara atau buaya bekatak (Crocodylus porosus) adalah jenis buaya terbesar di dunia. Dinamai demikian karena buaya ini hidup di sungai-sungai dan di dekat laut (muara). Buaya ini juga dikenal dengan nama buaya air asin, buaya laut, dan nama-nama lokal lainnya. Dalam bahasa Inggris, dikenal dengan nama Saltwater crocodile, Indo-Australian crocodile, dan Man-eater crocodile. Nama umumnya, Man-eater = “pemakan manusia”, karena buaya ini terkenal pernah (dan sering) memangsa manusia dan babi yang memasuki wilayahnya. Buaya ini tersebar di seluruh perairan dataran rendah dan perairan pantai di daerah tropis Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Australia (Indo-Australia).

Buaya ini aktif pada siang dan malam hari dan memangsa siapapun yang memasuki wilayahnya. Mangsanya adalah Ikan, Amfibi, Reptilia, Burung, dan Mamalia (termasuk mamalia besar). Buaya ini adalah salah satu dari buaya-buaya yang berbahaya bagi Manusia. Buaya muara mampu melompat keluar dari air untuk menyerang mangsanya. Bahkan bila kedalaman air melebihi panjang tubuhnya, buaya muara mampu melompat serta menerkam secara vertikal mencapai ketinggian yang sama dengan panjang tubuhnya. Buaya muara menyukai air payau/asin, oleh sebab itu pula bangsa Australia menamakannya saltwater crocodile (buaya air asin). Selain terbesar dan terpanjang, Buaya Muara terkenal juga sebagai jenis buaya terganas di dunia.

Selain buaya, kawasan mangrove juga dihuni berbagai macam burung air, reptil serta mamalia seperti Pecuk ular (Anhinga melanogaster), Biawak (Varanus salvator), Kura-kura (Coura amboinensis), Soa-soa (Hydrosaurus amboinensis), Kawasan ini memiliki kemiripan dengan kawasan mangrove di wilayah muara lanowulu roraya, di taman nasional rawa aopa watumohai tinanggea, Konawe Selatan.

Ekosistim mangrove kawasan ini memberi kontribusi terhadap kesuburan perairan sekitar awunio dan sekitarnya, melalui suplai hara hasil perombakan materi organik terutama dalam bentuk nitrit dan nitrat. Selain sebagai habitat bermacam-macam organisme bentuk terutama moluska dan gastopoda, ekosistim mangrove dijadikan sebagai bagian dari siklus hidup jenis ikan, ketam/kepiting dan organisme laut tertentu. Kami menemukan banyak sekali cangkang Moluska di area ini. Perairan yang cukup kaya nutrisi ini memberikan pengaruh bagi kesejahteraan nelayan di sana.

Secara fisik, tegakan pohon mangrove yang padat menjadi perisai wilayah pantai dari aksi gelombang, instrusi air laut, dan abrasi. Mangrove itu banyak sekali manfaatnya untuk manusia. Salah satunya, hutan mangrove adalah ekosistem laut yang menjadi habit kepiting bakau dikenal terbesar di kawasan ini, beberapa tahun silam nelayan bisa memasok banyak kepiting setiap bulannya untuk dijual ke daerah perkotaan dengan harga lumayan menggiurkan. Namun isu buaya yang menghuni kawasan ini membuat warga keder, perlahan kejayaan bisnis kepiting meredup.

Isu buaya menggeser posisi kepiting bisa jadi itu benar adanya, tapi sayang, apa yang kami cari tidak kami temukan hari itu. Lah kenapa bisa? Bisa jadi jalur yang kami lalui bukan teritori buaya, biasanya mereka punya wilayah jelajah tersendiri, atau bisa jadi sebagian habitat nya sudah dirusak oleh aktivitas manusia untuk kegiatan usaha. Tanda ini kami temukan saat berada di kilometer satu ke sisi Utara yang menjadi kawasan green belt awunio di mana pembalakan kawasan mangrove cukup masiv dilakukan oknum tak bertanggung jawab.SK

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *