Environment

MK Tolak Gugatan yang Mau Jadikan Kawasan Pesisir sebagai Wilayah Tambang

×

MK Tolak Gugatan yang Mau Jadikan Kawasan Pesisir sebagai Wilayah Tambang

Sebarkan artikel ini

Jakarta, suarakendari.com-Pemberdayaan ekonomi melalui penambangan mineral dan pengelolaan sumber daya alam merupakan hal yang penting bagi kemajuan suatu negara. Namun, dalam hal penambangan dilakukan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, maka terdapat aspek yang sensitif yang harus diperhatikan dengan cermat. Hal tersebut menjadi bagian dari kesimpulan MK atas gugatan yang diajukan oleh PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP), yang memperbolehkan perusahaan tambang memanfaatkan wilayah pesisir untuk dijadikan wilayah tambang. Seperti diketahui selama ini, PT GKP adalah perusahaan pemegang izin usaha pertambangan di wilayah Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Sidang putusan perkara nomor 35/PUU-XXI/2023 itu dilaksanakan di kantor MK, Jakarta Pusat, Kamis (21/3/2024). Sidang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo.

Dalam proses sidang putusan,  Ketua MK Suhartoyo menolak permohonan Pemohon untuk memperbolehkan perusahaan tambang memanfaatkan kawasan pesisir dan pulau kecil sebagai wilayah tambang. “Menolak permohonan Pemohon untuk semuanya,” kata Suhartoyo.

Gugatan ini dilakukan dengan menggugat pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. PT GKP meminta agar pasal Pasal 23 Ayat 2 dan Pasal 35 Huruf K diubah. Namun, MK menolak permohonan pemohon untuk semuanya.

Di sisi lain, pemohon meminta agar Pasal 23 Ayat 2 “tidak sebagai larangan terhadap kegiatan lain selain yang diprioritaskan, termasuk larangan kegiatan pertambangan, berikut sarana, dan prasarananya”. Sementara itu, Pasal 35 huruf K meminta agar “tidak sebagai larangan terhadap kegiatan pertambangan secara mutlak tanpa syarat”. Namun, MK menyatakan bahwa penambangan di wilayah pesisir dapat memperparah kerusakan ekosistem sumber daya dari tanah dan air.

Dalam putusannya, MK mempertimbangkan sejumlah aspek, termasuk kerentanan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai tempat bagi masyarakat dan keberlanjutan lingkungan hidup yang saling bergantung. Sehingga, penambangan mineral pada wilayah tersebut dapat merugikan masyarakat dan merusak lingkungan. Hal ini sangat bertentangan dengan kewajiban negara dalam ekonomi, sosial, dan budaya yang tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945.

Menurut MK, pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus diprioritaskan untuk kepentingan konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, budi daya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan serta industri perikanan secara lestari, pertanian organik, peternakan, pertahanan dan keamanan negara. Kendatipun pemohon sudah berhasil mendapatkan izin usaha pertambangan di wilayah Pulau Wawonii dengan dua izin, MK menyatakan bahwa pemanfaatan wilayah tersebut haruslah sejalan dengan kepentingan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan hidup.

Dalam hal ini  perlunya mempertegas aspek sosial, budaya, dan ekonomi dari wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Perlindungan terhadap lingkungan dan sumber daya alam menjadi hal yang penting. Oleh karena itu, pihak terkait perlu mempertimbangkan semua aspek yang berkaitan, dari mulai sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup sehingga dapat melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta memajukan kesejahteraan umum.

Dalam kesimpulannya, MK menegaskan bahwa penambangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus menjaga aspek kerentanan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan secara sosiologis kegiatan penambangan tersebut dapat merugikan masyarakat dan merusak lingkungan. Oleh karena itu, pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil haruslah diatur secara profesional dan bertanggung jawab sehingga keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat dapat terjaga dengan baik. SK

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *