Kultur

Mengenal Sastra Lisan di Masyarakat Tolaki

×

Mengenal Sastra Lisan di Masyarakat Tolaki

Sebarkan artikel ini
Nudo,. pelaku budaya khususnya tradisi lisan masyarakat tolaki di Benua. foto: Joss

Masyarakat etnis tolaki di daratan Sulawesi Tenggara telah lama mengenal sastra lisan dalam berbagai bentuk, ditandai dengan peninggalan sastra lisan oleh nenek moyang suku bangsa tolaki di masa lalu dan masih dapat disaksikan pada kegiatan adat istiadat seperti perkawinan hingga parade budaya masa kini.

 

Nudo (67 tahun) adalah salah satu pelaku budaya tolaki yang hingga kini masih mempraktekkan sastra lisan dalam berbagai kegiatan budaya. “Kami (tolaki, red) punya beberapa tradisi lisan seperti moanggo, mondolea pabitara yang masih lestari di masyarkat hingga kini,”ungkap Nudo.

Tradisi lisan di kegiatan festival budaya tolaki benua. foto: Joss

Sebagai pelaku budaya, Ia mengaku kerap menampilkan tradisi moanggo saat menggelar kegiatan festival budaya, salah satunya adalah di festival benua. “Sangat penting bagi Kami untuk meneruskan tradisi leluhur ini, agar tidak punah dimakan jaman,”kata Nudo, yang juga pengurus budaya tolaki di Kecamatan Benua.

Seperti diketahui pengetahuan sastra lisan merupakan karya sastra dalam bentuk ujaran (lisan), dan sastra ini terkait kuat di bidang tulisan. Sastra lisan membentuk komponen budaya yang lebih mendasar, tetapi memiliki sifat-sifat sastra pada umumnya.

Sebuah kelompok masyarakat yang belum mengenal huruf tentulah tidak punya sastra secara tertulis. Tetapi di sisi lain bisa jadi jsuteru memiliki tradisi lisan yang kaya dan beragam. Tradisi lisan itu bisa berupa, cerita rakyat, peribahasa, dan lagu rakyat  yang secara efektif membentuk sastra lisan.

Nah di masyarakat tolaki kata Nudo hinga kini masih melanjutkan tradisi lisan di keluarga mereka,  sebagai pengantar tidur maupun lakon cerita dongeng sosial. Penyampaian legenda cerita-cerita yang merupakan epos kepahlawanan rakyat dapat dianggap sebagai contoh sastra lisan, sebagaimana lelucon dan puisi lisan.

 

Berikut bentuk bentuk sastra lisan yang ada di masyarakat tolaki.

 

  1. Tolea Pabitara

 

Merupakan tradisi sastra lisan yang dilakoni dua pria yang mewakili pasangan keluarga yang akan melangsungkan prosesi pernikahan. Termasuk proses penyelesaian masalah keluarga dan masalah berhubungan kasus social di masyarakat. Secara harfiah, Tolea berarti juru runding adat khususnya dalam kegiatan peminangan atau pernikahan yang sebagian orang dinilai terlampau rumit. Peminangan atau dalam bahasa Tolaki disebut Mowawo Niwule, merupakan salah satu bagian prosesi perkawinan masyarakat suku Tolaki. Dalam melakukan upacara peminangan kedua belah pihak diwakili oleh juru bicara masing- masing yaitu seorang tolea untuk juru bicara pihak laki-laki dan seorang pabitara untuk juru bicara pihak perempuan. Dalam menjalankan adat menggunakan bahasa adat yang literer dan formal yang bertujuan untuk memperindah dan mempertegas maksud penutur kepada mitra tutur. Tolea bisa juga disepadankan dengan diplomat, sebab tidak terbatas pada urusan perkawinan saja, melainkan urusan adat lainnya seperti perselisihan antara keluarga, kawin lari, hingga perselisihan antara etnis. Peran tolea begitu besarnya dalam kehidupan bermasyarakat etnis Tolaki. Menjadi mediator saat masyarakat bahkan antara pemerintahan yang berselisih

 

  1. Moanggo

 

Moanggo merupakan salah satu bentuk sastra lisan masyarakat Tolaki yang biasa disampaikan dengan saling berbalas-balasan secara berkelompok misalnya dari kelompok laki-laki dan perempuan atau juga dalam bentuk monolog (perorangan). Seni sastra ini disampaikan dan dilaksanakan dengan tujuan untuk mengemukakan serta menyampaikan maksud tertentu baik yang berisi nasehat, percintaan, puji-pujian, sanjungan maupun sindiran. Moanggo di bawakan dengan cara dilantungkan atau dinyanyikan yang biasa dilaksanakan atau disajikan pada acara pesta kampung misalnya pernikahan aqiqah, syukuran dan jenis kegiatan lain yang ada dalam masyarakat Tolaki. Moanggo sering digunakan dalam kehidupan masyarakat Tolaki yang banyak mengandung nilai kebudayaan, norma-norma sosial dan mengandung nilai moral dapat berguna untuk memperkokoh nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat yang banyak digunakan oleh orang-orang tua dalam mendidik anak, mengungkapkan sindiran kepada orang yang bersalah, dan juga digunakan oleh pemuda dan pemudi dalam hal mengungkapkan isi hatinya, seperti menyatakan cinta kasih, suka duka, kerinduan maupun kekecewaan.

 

  1. Metaenango

 

Tradisi mendongeng yang dilakukan para orang tua pada anak dan cucunya. Biasanya metaenango dilakukan saat malam hari saat anak-anak mulai beranjak tidur. Isi cerita dari metainango adalah biasanya terkait dengan kisah tentang perkawinan antara manusia dan sosok bidadari, dll.

 

  1. Mekabia

 

Tradisi lisan orang tolaki, menceritakan kisah kepahlawanan tamalaki, panglima perang suku tolaki. Atau kisah perlawanan orang desa melawan seekor burung raksasa (kongga). Kisah ini biasanya dicerikan oleh orang tua pada keluarganya yang baru datang dari rantau. SK

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *