Ekonomi & BisnisHistoria

Melirik Potensi Kelapa Wawonii

×

Melirik Potensi Kelapa Wawonii

Sebarkan artikel ini

Matahari tak seberapa terik di wilayah Langara Iwawo membuat Hasan (50 tahun) sigap merapikan gundukan kopra di halaman rumahnya. Cuaca yang tidak menentu di minggu-minggu belakangan ini membuatnya harus siaga memantau iklim.

“Kopra ini harus dijemur agar kadar airnya berkurang,”ujar Hasan. Ya, Hasan paham benar harus menjaga kualitas kopra miliknya, sebab jika tidak akan berdampak pada penjualan. “kalau kadar airnya tinggi maka harganya akan anjlok,”ujarnya sembari menjelaskan proses pembuatan kopra.

Di Langara, Hasan adalah satu dari lima pengumpul hasil bumi. Ia bercerita, bahwa, 20 tahun terakhir, harga kopra terus mengalami pasang surut. Terakhir harga kopra di tingkat petani cuma dihargai 500 rupiah per kilo gram. Harga ini terus bertahan (tidak berubah) sejak 10 tahun terakhir. Lalu, oleh pengumpul dijual ke pengusaha di Kota Kendari dengan harga 600 rupiah per kilo gram.

Untuk mengumpulkan hasil bumi, Hasan harus menjelajah seluruh daerah di wawonii, terutama ke wilayah timur, timur laut hingga pesisir tenggara wawonii. Tiga daerah ini yang dikenal sebagai daerah penghasil kelapa /kopra terbesar di wawonii. Perkebunan kelapa tumbuh subur sejauh mata memandang.

Tak dipungkiri, tanaman kelapa dalam merupakan komoditi tradisional Konawe Kepulauan, tumbuh dengan baik pada semua tempat yang diusahakan oleh masyarakat sebagai tanaman perkarangan maupun yang diusahakan dalam hamparan yang cukup luas.

Usaha perkebunan kelapa rakyat dalam hamparan yang luas terdapat di Kecamatan Wawonii Timur, kecamatan timur laut dan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan

Dalam data statistic BPS Sultra khusus di wilayah wawonii timur,timur laut dan tenggara, jumlaah areal perkebunan kelapa diperkirakan mencapai 2092 Ha dengan produksi kelapa mencapai 14.084 ton.

Jumlah luas areal perkebunan kelapa dalam ini jika bagi di setiap kecamatan sangat potensial, misalnya di Kecamatan Wawonii Timur 690 Ha, jumlah produksi 5620 Ton. Lalu di Kecamatan Wawonii Timur Laut 741 Ha, jumlah produksi 4677 Ton. Sementara di Kecamatan Wawonii Tenggara seluas 661 Ha, jumlah produksi sebesar 3787 Ton

Sayangnya, satu decade terakhir lahan-lahan perkebunan perlahan menyusut menyusul banyaknya petani yang menebang pohon kelapa mereka. Sejumlah informasi menyebut menyusutnya populasi pohon kelapa terjadi karena beragam factor terutama alasan kebutuhan lahan pemukiman. Alasan lain karena petani tergiur bisnis batang kayu untuk kebutuhan ramuan rumah. Permintaan batang kayu mencapai puncaknya di pada tahun 2003 silam, dimana banyak petani menebang pohon kelapa yang sudah berusia tua untuk dijual pada para pembeli asal Bali. Proses yang sebenarnya cukup menguntungkan secara bisnis, tetapi juga berdampak upaya pada peremajaan pohon baru.
Dibutuhkan intervensi yang besar bagi petani, mengingat kendala yang masih menghampiri kehidupan petani akibat harga jual yang rendah. Seperti diketahui produk kopra yang selama dipasarkan ke Kendari dan Buton adalah sebagian besar dari Wawonii.

Pasang Surut Harga Kopra

Dalam praktiknya, system perdagangan hasil bumi (komoditi) berjalan sangat alamiah dimana petani hanya dapat menjual produk mereka tanpa bisa menentukan harga sendiri. Dengan kata lain, praktik ijon berlaku sepanjang musim membuat petani semakin terpuruk. Praktik pembodohan petani juga terus dipelihara oleh para pelaku ijon.

Lemahnya daya tawar dan ketidaktahuan petani tentang harga pasar membuat para pelaku semakin leluasa mengendalikan harga sesuka hati mereka.

Bisnis kopra di Wawonii berlangsung sejak lama, bahkan di tahun 1960 kopra wawonii sudah menjadi primadona. Banyak pedagang dari luar memesan kopra dalam partai besar. Bahkan ada petani yang menjual langsung hasil kopra mereka ke Surabaya, dimana cuaca masih dapat diprediksi oleh pemilik kapal. Namun masa kejayaan kopra wawonii tak berlangsung lama,dan mulai tersendat di tahun 1990-an. Selain tingginya biaya transportasi juga karena factor cuaca yang kian tak menentu membuat pengiriman kopra ke Surabaya ikut terhenti. Petani akhirnya memilih menjual kopra ke Kota Kendari dan Baubau dengan harga yang relative murah.

Dibutuhkan intervensi yang besar bagi petani, mengingat kendala yang masih menghampiri kehidupan petani akibat harga jual yang rendah. Seperti diketahui produk kopra yang selama dipasarkan ke Kendari dan Buton adalah sebagian besar dari Wawonii.

Kendati populasi kelapa terbesar ada di kawasan timur dan tenggara, namun untuk pusat dagang maka Langara adalah tempatnya. Selain posisinya yang strategis sebagai ibu kota Konawe Kepulauan, Langara merupakan urat nadi ekonomi bisnis Pulau Wawonii mengingat ketersediaan armada perniagaan.

Lebih dari 12 ribu jiwa warga hidup dan menetap di kawasan ini. Secara adminstrasi, wilayah Langara terbagi dua daerah administrasi, yakni Desa Langara Iwawo dan Desa Langara Pantai. Kosentrasi penduduk terbesar berada di Langara Iwawo. Sebagai pusat kota Langara menjadi majemuk, karena dihuni beragam etnis, ada suku wawoni, suku bajo, bugis, tolaki, buton dan muna. Kondisi ini menempatkan Langara Iwawo menjadi pusat pemerintahan dan kosentrasi bisnis, terutama bisnis hasil bumi. Sedangkan Langara Pantai hanya terbatas dihuni etnis bajo dan sebagian Buton.

Menurut kepala desa Langara Iwawo, dulu wawonii hanya ada satu distrik yang berkedudukan di Langara, meliputi laonti-wawonii dan sebagian wawonii dan batumea masuk wilayah langara sampai pantai kampa.

Desa Langara Iwawo sendiri merupakan desa induk yang luasnya hingga ke perbatasan Lampeapi. Desa ini dulunya hanya satu desa, namun tuntutan pemekaran , desa iwawo dipecah menjadi 13 desa. Desa-desa hasil pemekaran terdiri Desa Lamolua, Mata Langara, Kelurahan Langara Laut, Langara Bajo. Sementara Langara Indah dimekarkan menjadi Desa Langkowala, Langara Bajo di mekarkan menjadi Desa Tanjung Batu. Desa Lamolua dimekarkan menjadi tiga desa yakni Langowatu dan Desa Bukit Permai. Terakhit Desa Mata Langara dimekarkan jadi Desa Pasir Putih.
Langara sekian lama dikenal sebagai penghasil kopra. Tak heran bisnis kopra tumbuh subur di daerah ini. Bahkan bisnis daging buah kelapa ini sudah berlangsung sejak tahun 1960. Tak sedikit petani menjual langsung hasil kopra mereka ke Surabaya.

Penulis dan Foto: Joss Hasrul

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *