Environment

Konflik Buaya dan Manusia di Teluk Kolono

×

Konflik Buaya dan Manusia di Teluk Kolono

Sebarkan artikel ini

Teriakan warga menggema saat seekor buaya berhasil ditangkap hidup hidup.  Warga pun saling berdesakan ingin menyaksikan hewan yang dianggap meresahkan itu dari jarak dekat. Ada yang mengabadikan telpon genggam ada pula yang mencoba memegang langsung tubuh hewan yang sudah diikat kuat itu. Berbeda dengan para ibu-ibu yang memilih menyaksikan dari jarak yang jauh. “Saya takut mendekat,”kata Nuriyani, ibu rumah tangga.

Teluk kolono. foto: Joss

Kisah buaya masuk perairan laut teluk kolono memang sudah santer terdengar, apalagi hewan ganas ini kerap terlihat di perairan laut desa lambangi, karena itu pula  uaya dengan panjang tujuh meter itu sudah lama diincar warga untuk di tangkap.

 

“Sudah hampir setahun buaya ini selalu terlihat di sini (laut, Red), bahkan sudah melaporkan ke pemerintah dan aparat berwajib, tapi tidak ada yang berani menangkap ”kata Agung, warga.

Tentu saja kehadirannya membuat nelayan keder, sebagian mereka bahkan memilih  libur beraktifitas di laut sejak kabar dua warga menjadi korban si buaya, keduanya diterkam saat tengah turun melaut. “Karena terlambat ditolong membuat korban mengalami pendarahan hebat dan akhirnya meninggal dunia,”kata Agung.

Barulah saat petugas balai koservasi sumber daya alam (BKSDA) hadir buaya yang diduga berasal dari muara sungai Awunio ini akhirnya bisa diamankan Oktober 2020 lalu.

“Buaya jantan ini ditangkap 5 Oktober 2020, sekitar pukul 07.00 WITA usai terjerat di sebuah bagan milik warga,”ungkap La Ode Kaida, Kasi Konservasi Wilayah II BKSDA Sultra

Saat tertangkap  berapa warga buru buru mengikat dan memindahkan buaya itu ke tempat yang lebih lapang. Tertangkapnya ‘sang dokter  gigi’ tentu  bukan akhir dari menghilangnya buaya di kawasan ini, karena warga meyakini masih ada beberapa ekor alligator lagi di kawasan ini yang masih hidup.

“Berdasarkan laporan masyarakat bahwa selama tiga bulan terakhir ini, buaya ini muncul di Desa Lambangi dan ini meresahkan warga. Buaya muara ini muncul di sekitar dermaga,”katanya.

Setelah berhasil menangkap buaya berukuran 3,8 meter dengan lebar 60 centimeter, warga memudian melaporkannya ke Resor Konservasi Sumber Daya Alam II Kabupaten Konawe Selatan.

Konflik buaya dan manusia  dari waktu ke waktu telah menjadi masalah baru di perairan teluk kolono, seiring makin berkembangnya populasi buaya di kawasan ini.  Salah satu faktor penyebab buaya ke laut diduga karena makin maraknya aktifitas alih fungsi kawasan hutan mangrove di sekitar perairan teluk kolono.

Beberapa warga dan perusahaan perikanan mulai merambah kawasan untuk membuat tambak udang dan ikan bandeng. “Saya kirai ni menjadi penyebab utama  buaya masuk laut, karena habitat hidup mereka di muara sudah diambil alih manusia untuk kegiatan usaha tambak,”kata Harudin, warga lambangi.

Selain untuk kebutuhan tambak, pohon mangrove yang ditebang  juga untuk memenuhi kebutuhan ramuan rumah dan kayu bakar.  Kondisi ini membuat sang alligator terusik, buaya yang semula hanya berada di muara sungai, kini memasuki kawasan perairan laut karena habitatnya dirusak.

 

Minimnya pengawasan dan sosialisasi tentang pentingnya menjaga kawasan muara dan hutan mangrove menjadi problem sehingga masyarakat seenaknya saja menebang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *