Humaniora

Kisah Leni Berjuang Sekolah di Tengah Keterbatasan

×

Kisah Leni Berjuang Sekolah di Tengah Keterbatasan

Sebarkan artikel ini

Wakatobi, suarakendari.com- Leni, seorang siswi SMA asal Sulawesi Tenggara menjadi inspirasi bagi banyak orang. Dia harus menempuh jarak sekitar 14 kilometer pulang-pergi setiap hari dari rumahnya di Dusun Langgaha Baru, Desa Wungka, Kecamatan Wangi wangi Selatan ke sekolahnya di Kecamatan Wamgiwangi. Jarak yang cukup jauh itu tidak menyurutkan semangat Leni untuk terus belajar demi mewujudkan cita-citanya menjadi seorang pengusaha.

Leni harus berjalan kaki untuk menempuh jarak yang sangat jauh dan melewati daerah hutan yang lumayan ekstrem untuk membuktikan, bahwa, dirinya pantas untuk bersekolah. Meskipun sulit untuk sampai tepat waktu, dia tetap berusaha bangkit untuk tidak putus asa. Setiap harinya, dia harus bangun pagi-pagi sekali dan berjalan kaki ke sekolahnya. Leni merupakan contoh teladan bagi siapa saja yang ingin meraih cita-cita tinggi meskipun dalam kondisi yang tidak memungkinkan.

Leni, anak yatim piatu, harus menghadapi kenyataan di mana dia tinggal dengan kedua adiknya dan nenek yang lumpuh di rumah. Situasi kehidupan yang berat tersebut tidak membuat Leni patah arang. Dia terus belajar untuk meraih cita-citanya, bahkan ada di antara saudara-saudaranya yang tidak bisa melanjutkan sekolahnya agar bisa menopang kebutuhan Leni dan adik-adiknya bernama Juma berusia 12 tahun, dan Dewi berusia 7 tahun.

Kedua orang tua Leni meninggal dunia saat ia masih SD. Setelah orangtuanya meninggal, Leni dan kedua adiknya dijaga oleh pamannya. Sayang takdir berkata lain. Pamanya juga meninggal dunia. Leni kemudian diasuh oleh neneknya. Namun, neneknya terkena struk hingga lumpuh.

Segala kesulitan itu tak membuat Leni patah arang untuk terus melanjutkan pendidikannya. Sempat terbesit di fikiranya ingin putus sekolah, namun lagi-lagi dia tetap bangkit dan terus melajutkan sekolahnya hingga SMA.

“Pokoknya, saya ingin terus sekolah. Kalau bisa sampai kuliah. Saya ingin jadi pengusaha,” kata Leni saat ditemui jurnalis, dirumhanya.

Untuk kebutuhan sehari-hari di rumah dan biaya sekolah, Leni dibantu oleh adiknya, Juma, dan juga tantenya.

Juma, adik Leni, terpaksa harus berhenti hanya sampai di sekolah dasar, dan tidak melanjutkan ke jenjang SMP demi bisa menopang kebutuhan kakak dan adiknya. Sehari-hari, Juma yang masih belia, berkerja sebagai buruh bangunan.

Leni juga tak berpangku tangan, untuk memenuhi kebutuhannya, Leni biasanya memetik kelapa dari kebun peninggalan mendiang orang tuannya lalu dijual ke pasar.

Tak seperti siswa-siswi lain yang bisa bermain sepulang sekolah, Leni tidak. Dia harus mengurus rumah, kedua adiknya, dan juga neneknya yang lumpuh di rumah tantenya.

Leni memang sudah terbiasa mandiri untuk terus bersekolah. Menurut dia, sewaktu menempuh pendidikan sekolah dasar, dia tak menerima beasiswa. Begitu pula saat sekolah menengah pertama, dia hanya menerima beasiswa miskin saat kelas tiga. “Waktu kelas satu dan dua SMP saya tidak dapat,” kata Leni.

Meski keadaan kadang tidak mendukung, dia cukup mandiri, harus mengurus rumah, kedua adiknya, serta neneknya yang lumpuh di rumah tantenya, dan tetap bersemangat untuk belajar. Remaja kelahiran 21 September 2008 ini terus ingin menempuh pendidikan setinggi-tingginya di tengah keterbatasan ekonomi dan ditinggal kedua orang tuanya.

Leni tidak pernah meminta hal yang besar untuk kebutuhan hidupnya, namun harus memetik buah kelapa dari kebun peninggalan orang tuanya dan dijual ke pasar untuk menopang kebutuhannya sehari-hari di rumah dan biaya sekolah.

Karuan saja, usahanya dalam upaya memperoleh pendidikan setinggi-tingginya patut dihargai. Kendati dalam kondisi yang sulit, Leni terus mengusahakan semuanya. Menurutnya, dirinya ingin terus belajar sampai kuliah dan ingin jadi pengusaha sukses kelak.

Kisah inspiratif Leni tidak hanya menjadi motivasi bagi dirinya saja, tapi juga bagi masyarakat sekitarnya. Semangat yang tinggi ini harus dikenang sebagai bukti bahwa pendidikan tidak mengenal batasan, meski harus berjalan jauh dan keluarga tidak memungkinkan, jika niat tulus memperoleh pendidikan maka Tuhan akan senantiasa mengatur semua kebutuhan kita.

Kisah Leni mendapat empati Pj Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Andap Budhi Revianto, dengan mengirim bantuan untuk Leni.

Bantuan diterima Leni pada Jumat (3/11/2023) malam di rumahnya di Dusun Langgaha Baru, Desa Wungka, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Bantuan tersebut berupa kebutuhan rumah Leni, Nenek dan kedua adiknya.

Kepala Desa Wungka, Amin Rudi, yang menyaksikan penyerahan bantuan itu berterimakasih kepada Pj Gubernur Sultra atas perhatiannya terhadap salah satu warganya.

“Di samping Leni ini anak yatim piatu, kita tahu sendiri bagaimana kondisinya, makanya dengan adanya bantuan ini kami sangat bersyukur, harapan kami Leni bisa terus semangat terus bersekolah untuk masa depannya,” kata Amin.

“Kami mewakili keluarga Leni, mengucapkan terimakasih kepada Bapak Pj Gubernur Sultra atas bantuan ini. Kami sangat bersyukur, dan berharap bantuan ini bermanfaat,” tambahnya.

Ditempat terpisah Pj Gubernur Sultra Andap Budhi Revianto mengatakan bantuan yang diberikan pihaknya itu merupakan bagian dari perhatian pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem di wilayah Sultra.

“Jadi bantuan yang kami berikan kepada adik kita Leni dan keluarganya adalah bentuk perhatian pemerintah kepada siswa-siswi yang memang tergolong miskin,” kata Andap Budhi Revianto. Ys

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *