Historia

Kendari Kota Ruko

×

Kendari Kota Ruko

Sebarkan artikel ini
JIKA dulu Kendari punya julukan kota lulo, kini patut ditambah menjadi kota ruko. Ya, lihatlah ruko atau rumah toko kini berdiri di mana-mana. Gedung berlantai berderet disepanjang ruas-ruas jalan kota ini. Tak hanya di jalan utama, tetapi hampir disetiap sudut jalan pembangunan ruko seolah mengepung kota ini. Tak heran banyak orang yang datang ke kota ini selalu menjuluki kota ini dengan kota ruko.
Seiring perkembangan Kota Kendari yang terwujud dalam perencanaan, mendorong pertumbuhan fisik ruang yang tak dapat dibendung. Ini dapat dilihat dari pesatnya sektor swasta berinvestasi property, mulai dari mall, perumahan, apartemen, sampai pada inventasi ruko.
Besarnya keinginan pihak swasta dalam investasi property ini tak lepas dari daya dukung kemudahan berinvestasi yang digulirkan pemerintah. Ditambah pula masih terjangkau lahan yang mendorong berkembangnya ruko hampir di seluruh kawasan kota ini.
Geliat pembangunan Kota Kendari begitu pesat, terbukti dengan pesatnya pembangunan sarana hunian di hampir semua sudut. Sebagai kota yang sedang berkembang,  maka dituntut pula akan pemenuhan kebutuhan pada ruang, baik ruang publik dan privatnya. Menuntut kepada tuntutan kehidupan yang lebih efektif, efisien dan praktis.
Melihat perkembangan ruko di Kota Kendari belakangan ini memberikan gambaran yang menarik. Keberadaannya memberikan struktur wajah yang kaku dan sifat masyarakat sosial yang konsumtif. Lihatlah ruko terbangun hampir di semua kawasan, seperti Poasia sebagai kawasan kota baru, Wuawua, Puwatu, mandonga hingga ke Kota Lama sebagai kawasan Cina Town. Perkembagan ruko ini membuat problem serius pada sisi estetika kota, yang mulai kehilangan identitas.
Ali Mazi saat periode pertama  menjabat Gubernur Sultra yang juga pernah menyentil melalui media massa terkait maraknya pembangunan ruko di kota ini. Menurutnya, pemerintah kota kendari seolah tidak punya konsep dalam menata kota secara baik, ini berangkat dari ketidakteraturan dalam menata letak bangunan dan pusat interaksi social masyarakat, seperti pusat bisnis, perkantoran, sekolah, hingga pusat hiburan.
Ruko merupakan elemen perwujudan jiwa tempat yang dibentuk pragmatis, lewat aktifitas perdagangan khususnya masyarakat tidak lagi terkotak tegas secara etnis, tetapi membaur dalam simbiose.
Dalam situs resminya, Setiadi Sopandi, menjelaskan, ruko atau rumah toko (shophouse) itulah yang identik dengan kota-kota besar dan kota metropolitan di Indonesia. Ruko merupakan hunian dengan aktifitas ekonomi didalamnya, Keberadaan ruko ini merupakan manivest dari sebuah tuntutan pada lahan masyarakat dan perkembangan lahan kota serta kondisi eksisting aksesibilitas yang memuat munculnya ruko di sepanjang ruas jalan.
Menoleh ke historis Kota Kendari sendiri, ruko merupakan bangunan yang sudah ada sebelumnya yang diperkenalkan oleh etnis tionghoa yang difungsi sebagai rumah dengan aktifitas ekonomi di dalamnya ( home industry home business).
Keberadaan Ruko tidak menjadi masalah selama bangunan itu berdiri terpencar dalam satu lingkungan. Gangguan–gangguan baru timbul jika ruko–ruko terkonsentrasi di satu tempat di tengah – tengah lingkungan yang semula tidak direncanakan untuk jenis bangunan semacam itu.
Dampak negatif-nya yang paling menonjol adalah, kemacetan lalu lintas, penurunan keamanan, peningkatan kejorokan, dan menyebabkan banjir setiap musim hujan tiba. Ini dapat dilihat di sejumlah ruas jalan, misanya di kawasan MTQ Squere, di ruas jalan depan ruko menuju poasia (Kampus Baru). Jalan-jalan digenangi air, lumpur dan sampah rumah tangga. Air menggenang membuat arus kendaraan macet. Dan ironisnya, saat jalan kering, berubah menjadi debu dan menutupi mata pengendara.
Perkembangan ruko memang hal yang tidak perlu di permasalahkan, sepanjang keberadaan ruko sesuai dengan fungsi ruang yang telah diarahkan dalam rencana tata ruang. Faktanya tata ruang Kota Kendari sendiri belum memiliki konsep untuk mengarahkan peruntukan koridor wilayah kota ini. Sebutlah menempatkan kawasan Wuawua sebagai kawasan pendidikan atau perkantoran, juga kawasan Poasia sebagai kawasan pemukiman, bukan kawasan perdagangan yang ditumbuhi dan di padati jejeran ruko.
Identifikasi keterbatasan lahan, nilai lahan serta pesatnya petumbuhan penduduk, maka hirarki yang terbentuk yaitu terbangunnya kota (urban built up areas) menjadi garis yang jelas untuk mengamati bagaimana percepatan perembetan kota ke arah luar. Di luar built up areas tersebut terdapat zona-zona pinggiran (fringe zona) yang pada saatnya akan merupakan lokasi baru bagi pengembangan fungsi-fungsi perkotaan terutama fungsi permukiman, jasa dan perdagangan.
Adopsi ruko dalam tata ruang sebenarnya tidak secara detail terlihat dalam tata ruang, akan tetapi melaikan fungsi pemanfaatan ruang (misalnya interprentasi lokasi perdagangan) yang diatur dalam rencana pola pemanfataan ruang. Terakomodirnya keberadaan ruko terletak pada perencanaan perumahan yang sifatnya site lokasi yang selalu mengedepankan desain perumahan yang memiliki ruko dalam perencanaannya.
Semangat perencanaan tata ruang saat ini merupakan masa perkembangan yang cukup baik, dimana setiap wilayah telah memiliki produk tata ruang terlebih lain setelah diterbitkannya UU No 26 Tahun 2007 penganti UU 24 Tahun 1992, dalam UU baru Pasal 35; Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.
Tidak ada dalam produk tata ruang yang mengadopsi perencanaan ruko dalam rencana tata ruang. Ruko merupakan inisiatif pihak pengembangan dalam bisnis property. Untuk pemanfaatan ruang khususnya ruko sendiri sebaiknya harus sesuai dalam rencana tata ruang kota kendari, karena tataruang merupakan wujud struktur nyata yang diatur dengan kesepakatan stakeholder.
Konflik ruang dapat diminimalisir dampaknya, jika keseriusan para pengambil kebiijakan untuk perizinan memutuskan izin sesuai dengan aturan yang ada; penguatan perda penetapan rencana tata ruang, dan perlunya peraturan daerah (perda) tersendiri tentang aturan regulasi (zoning regulation) tiap zona pemanfaatan ruang, dan implementasi pengenaan sangsi terhadap pelangar dan pelanggaran ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang sesuai diamanatkan dalam UU 26 tahun 2007 tentang penataan ruang. SK

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *