Historia

Jejak Maut Perairan Laut Sultra

×

Jejak Maut Perairan Laut Sultra

Sebarkan artikel ini

Ian  masih remaja, saat Ia bersama 150 orang menumpang kapal kayu Acita 03. Di malam yang tenang itu Ia baru saja terjaga dari lelap saat kapal tiba-tiba oleng setelah sebagian penumpang berebut naik ke geladak utama dan sebagian ke anjungan kapal untuk mencari signal. Ia mendengar kayu- kayu diburitan dan tengah kapal berderit seperti mau pecah. Beberapa detik berlalu, orang orang mulai panik dan berteriak,  ibu-ibu dan anak-anak  menangis sejadi-jadinya. Ia baru sadar setelah kapal yang berusia 5 tahun itu telah karam. Peristiwa mencekam itu tak terasa berlalu begitu cepat hampir dua dekade silam.

Ya, Insiden kapal tenggelam yang menelan korban jiwa di perairan Sulawesi Tenggara tak hanya terjadi sekali. Jauh sebelum kapal karam di buton tengah Juli 2023, rangkaian jejak insiden kapal karam telah terekam dalam liputan para jurnalis sepanjang dua dekade. Salah satu insiden kapal tenggelam yang masih melekat dalam ingatan warga adalah kisah tenggelamnya kapal KM Acita 03 yang mengangkut 154 penumpang.

 

Bangkai KM.Acita 03 yang tenggelam diperairan laut buton, 0ktober 2007 silam. Dokumentasi: Yoshasrul

Sedikitnya 31 orang penumpang dilaporkan tewas dan 30 penumpang lainnya hilang dalam peristiwa tenggelamnya kapal motor (KM) Acita 03 di perairan Bau-bau, Sulawesi Tenggara (Sultra), Kamis (18/10/2007) malam.

Nakhoda kapal, Laboti selamat meskipun dalam keadaan trauma.

Tenggelamnya KM Acita 03 dengan bobot 38 grosston itu karena kelebihan muatan penumpang dan barang hingga memenuhi bagian atap kapal.

Kapal Acita 03 tenggelam menjelang sandar ke Pelabuhan Bau-bau, Kamis (18/10) kira-kira pukul 21.00 WITA. Kapal kayu tersebut terbalik karena posisinya tidak seimbang. Dalam kecelakaan itu, 125 orang berhasil diselamatkan.

Kala itu, tim penyelamat mengalami kesulitan mendata korban karena tidak ada manifes penumpang. Jadi, jumlah korban hilang juga hanya berupa perkiraan.

Sebanyak 6-8 kapal dikerahkan untuk mencari penumpang yang hilang. Pencarian dilakukan oleh KPLP, Polair, Basarnas, dan kapal nelayan setempat.

Menurut SAR Kendari, korban tewas ditemukan dalam keadaan mengapung di permukaan laut, terimpit kapal, atau terkunci dalam ruang kapal.

Kapal motor oleh syahbandar dinilai masih layak. Berdasarkan laporan, penumpang kapal saat itu kira-kira 154 orang, padahal kapasitasnya hanya kira-kira untuk 50 orang. Kapal masih layak jalan karena baru berusia 4-5 tahun.

Karena penyebab tenggelamnya kapal telah dipastikan karena kelebihan muatan maka nakhoda kaal bernama Laboti mendapat sanksi atas tindakannya membawa kapal dengan muatan penumpang dan barang yang melebihi kapasitas.

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menerjunkan dua investigator laut untuk mencari penyebab tenggelamnya KM Acita 03. Hasil.analisa tim KNKT, dugaan penyebab tenggelamnya kapal karena stabilitas kapal terganggu, akibat semua penumpang naik ke bagian atas kapal. Selain itu, kapal terbuat dari kayu sehingga rentan oleng.

“Kapal itu tidak mungkin tenggelam karena kelebihan penumpang. Itu sangat kecil kemungkinannya. Kapal itu bisa tenggelam karena gangguan stabilitas, salah penempatan muatan, kapal patah karena ombak, cuaca buruk, atau terbakar,”demikian KNKT.

Pemerintah sejatinya bisa berkaca dari peristiwa sebelumnta dengan terus memberikan edukasi dan peringatan pada pengguna jasa pelayaran. Sedianya pemangku kebijakan dapat mengevaluasi kembali sistem pelayaran, terutama soal keselamatan pelayaran antarpulau di perairan sulawesi tenggara. Dari minimnya pengawasan kelayakan pelayaran, bobot muatan hingga syarat ketersediaan alat keselamatan pelayaran itu sendiri.

Minimnya ketersediaan alat keselamatan pada kapal antarpulau  yang berlayar di perairan laut sulawesi tenggara juga masih menjadi masalah besar, mengingat perairan Sulawesi Tenggara yang berada pada poros perairan laut banda.

Apalagi saat musim timur tiba, ombak besar menghadang. Maka sinyal tanda bahaya perlu ditingkatkan demi mencegah yang tidak diinginkan. Terkait soal musim timur, tentu menjadi tantangan tersendiri bagi jalur pelayaran antarpulau sehingga dibutuhkan lifejacket bagi mereka yang doyan bepergian.

Baju pelampung merupakan perangkat yang dirancang untuk membantu pemakai, baik secara sadar atau di bawah sadar, untuk tetap mengapung dengan mulut dan hidung berada di atas permukaan air atau pada saat berada dalam air. Perangkat yang dirancang dan disetujui oleh pihak yang berwenang dalam hal ini Biro Klasifikasi Indonesia untuk digunakan oleh sipil dalam rekreasi berlayar, pelaut, kayak, kano, dll).

Diperkirakan, sebagian kapal rakyat yang mengangkut penumpang antarpulau ternyata banyak yang tidak dibekali dengan lifejacket sebagai syarat pelayaran. Sk

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *