Bangun Negeri

ITB Buka Peluang Kolaborasi dengan Dispar Sultra Kembangkan Ekonomi Kreatif

×

ITB Buka Peluang Kolaborasi dengan Dispar Sultra Kembangkan Ekonomi Kreatif

Sebarkan artikel ini

 

Bandung, suarakendari.com – Institut Teknologi Bandung (ITB) membuka peluang kolaborasi dengan Dinas Pariwisata Sulawesi Tenggara (Dispar Sultra) dalam mengembangkan ekonomi kreatif di Provinsi Sultra.

Hal itu terungkap saat tim benchmarking Dispar Sultra menggelar diskusi bersama jajaran Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) di Gedung Center for Arts Design, and Language ITB, Bandung, Jumat (19/5/2023).

Hadir perwakilan dari FSRD ITB yakni, Wakil Dekan Bidang Akademik Dr. Nurdian Ichsan, S.Sn, M.Sn, Wakil Dekan Bidang Sumber Daya Dr. Intan Rizky Mutiaz, M.Ds, Kepala Program Studi Desain Produk Muhammad Ihsan DRSAS, S.Sn.,M.Sn, dan dosen Program Studi Dosen Desain Interior Miranti Sari Rahma, ST.,M.Ds.

“ITB membuka ruang kerjasama untuk berkolaborasi sebagai bagian dari pengabdian ITB di seluruh wilayah Indonesia,” kata Wakil Dekan Bidang Akademik Dr. Nurdian Ichsan, S.Sn, M.Sn.

Dijelaskan, FSRD merespon baik jika potensi-potensi ekonomi kreatif, termasuk di dalamnya bidang kriya yang bahan bakunya banyak tersedia di Sultra, seperti kain tenunan. Saat ini FSRD ITB memiliki lima program studi, yakni desain produk, interior, kriya, seni, dan desain komunikasi visual.

Selain itu, Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat (LPPM) ITB membuka kesempatan kepada seluruh desa yang ada di Indonesia untuk dapat bekerjasama dalam mengatasi persoalan-persoalan di desa.

Kepala Program Studi Desain Produk Muhammad Ihsan DRSAS, S.Sn.,M.Sn menjelaskan, LPPM bahkan telah membuat aplikasi yang dapat diunduh di playstore agar interaksi desa dengan ITB dapat terjadi secara intens.

“Kita punya jalur kerjasama yang dibuat dalam bentuk aplikasi bernama ‘desanesha’. Itu dapat diunduh di playstore, dan yang bisa mengisi untuk mendaftar hanya kepala desa,” jelas Ihsan.

Setelah mendaftar, para kepala desa tersebut akan terhubung dengan para ahli di ITB sesuai bidangnya masing-masing, yang selanjutnya mereka akan turun ke desa tersebut melakukan pendampingan. Proses pendampingan itu akan berlangsung lama hingga bertahun-tahun, sampai tujuan-tujuan berhasil tercapai.

Mengkonfirmasi hal ini, Kepala Dinas Pariwisata Sultra Belli mengatakan, peluang kerjasama dengan ITB ini harus disambut baik untuk pengembangan sektor ekonomi kreatif dan pembangufnan Sultra secara umum.

“Tentunya, ini merupakan angin segar bagi kita semua di Sultra bahwa perguruan tinggi seperti ITB mau berkolaborasi untuk membangun daerah kita. Hal ini akan segera kita tindak lanjuti,” kata Belli.

Selain mengunjungi kampus ITB, tim benchmarking Sultra juga mengunjungi sebuah ruang kreatif bernama “The Hallway Space”. Sejatinya, tempat ini merupakan pusat perbelanjaan aneka ragam produk industri kreatif mulai dari fesyen, kuliner, musik, kerajinan tangan, otomotif, dan lain-lain.

Hal yang membedakan The Hallway Space dengan tempat berbelanja lainnya karena tempat proooses jual beli di sana diiringi dengan kegiatan-kegiatan kreatif di dalamnya. Selain itu, tempat ini juga didesain menjadi tempat nongkrong yang nyaman bagi anak muda. The Hallway Space memanfaatkan lantai dua Pasar Kosambi yang pernah terbakar, beberapa tahun lalu.

Salah satu kegiatan kreatif di The Hallway Space adalah pengunjung diajak “bermain” dengan melakukan pengujian-pengujian psikologis. Di akhir pengujian itu, seseorang akan mengetahui karakter personalnya. Karakter inilah yang kemudian menjadi dasar untuk memilih pakaian yang cocok untuk dirinya.

Seperti diketahui, Dispar Sultra menggelar benchmarking (perbandingan) di Kota Bandung, 17-19 Mei 2023. Kegiatan ini diharapkan dapat menginspirasi para pelaku industri di Sultra untuk lebih meningkatkan kreatifitasnya dalam menghasilkan inovasi-inovasi produk kreatif.

Kota Bandung dipilih sebagai tujuan benchmarking karena telah menjadi salah satu kota kreatif yang masuk dalam UNESCO Creative City Network (UCCN) pada bidang desain. Di Indonesia, baru empat kota yang masuk dalam kategori kota kreatif yang ditetapkan UNESCO, yakni Bandung (Kota Desain), Pekalongan (Kota Kerajinan dan Kesenian Rakyat), Ambon (Kota Musik), dan Jakarta (Kota Literasi).

Selain para pelaku industri, kegiatan benchmarking ini juga mengikutsertakan unsur pemerintah kabupaten/kota di Sultra untuk melihat bagaimana Pemerintah Kota Bandung dan Jawa Barat secara umum mendorong tumbuhnya industri kreatif di daerahnya. Ys

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *