Humaniora

Covid, Politik dan Abai

×

Covid, Politik dan Abai

Sebarkan artikel ini

Covid, Politik dan Abai, tiga kata yang sulit untuk dipisah. Di bilang wabah covid telah melandai jawabnya tidak juga, covid19 dengan varian baru justru kini tengah mengganas, terutama daerah padat penduduk serta mobilitas tinggi. JaKarta, Jogya, Semarang, Surabaya, adalah kota kota yang kini dalam zona merah.

Di daerah zona merah, rumah sakit dikabarkan penuh dengan pasien covid19, petugas medis kembali sibuk berjuang merawat menyelamatkan pasien, tugas yang juga mengancam keselamatan mereka.  Publik menyaksikan satu video terkini soal covid 19 di di daerah Jakarta, dimana pasien yang tidak lagi tertampung dalam rumah sakit terpaksa di rawat di selasar dan halaman rumah sakit. Tak pelak angka kematian terus meningkat.

Tak hanya Jakarta dan sekitarnya, Kasus serupa mulai merembet ke daerah lain di Indonesia termasuk Sulawesi Tenggara.

Di Kota Kendari, data media menyebut kasus positif COVID-19 di kota lulo hingga Kamis (24/6/2021), telah mencapai 4,887 orang dan 4,630 orang telah sembuh. Sementara ada 197 orang dalam perawatan dan kasus kematian mencapai 60 orang.

Dana covid19 digelontor ratus triliun, katanya untuk mengatasi covid19 kini terancam gagal total, padahal pemerintah telah melakukan berbagai sosialisasi hingga ke penindakan, rakyat yang tidak patuh bahkan telah dipenjara karena menggelar hajatan tanpa ijin. “Rakyat butuh makan diomelin, eh pemerintah justeru dukung munas munasan yang mengundang kerumunan. Tak taulah mereka dari zona merah atau hijau, yang penting hajatan terlaksana, pastinya ada yang rebutan poin politik di sana,”keluh Juna, warga.

Wajar rakyat marah saat kesulitan ekonomi semakin terasa justeru pemerintah tidak konsisten dengan aturan yang mereka buat. Aksi unjuk rasa mahasiswa  dari organisasi Himpunan Mahasiswa Islam Kendari memprotes Munas Kadin menjadi puncak dari kekecewaan public terhadap sikap pemerintah.  Sayang kemarahan warga ini dibalas  dengan dengan pengerahan petugas terhadap aksi mahasiswa.

Saling salah menyalahkan diramah publik seolah tak ada habisnya. Serba salah, simalakama. Lantas dimana selesainya covid ini.

Kota Mati

Wabah korona telah menyemat sejarah bagi Kota Kendari, kala pemerintah kota kendari dengan berani melakukan penguncian kota selama tiga hari lamanya. Walikota Kendari, Sulkarnaen, melalui instruksinya mengajak warga melakukan aktifitas total dalam rumah. Warga pun patuh, tak keluar rumah.

Kondisi yang membuat kota ibarat kota mati. Jalan raya menjadi sepi di mana sejak pagi, tidak ada kendaraan yang lewat. Baik angkutan umum, ojol, pemilik kendaraan pribadi seolah kompak libur. Padahal di hari biasa, baik sebelum wabah maupun setelah masa pandemic aktifitas di jalan raya seolah tak pernah mati.

Tak hanya jalan raya yang sepi, pertokoan, pasar-pasar dan pusat perbelanjaan modern juga tertutup rapat. Ini terlihat seperti di Pasar Mandonga, Pasar Kota, Pasar Lelang, Pasar Panjang, Pasar Andonohu hingga ke perbatasan tidak ada aktifitas sama sekali.

Kepatuhan warga atas instruksi walikota kendari nampaknya patut diacungi jempol, karena dengan kesadaran yang tinggi untuk tetap tinggal di rumah diyakini wabah korona akan segera teratasi.

Kini setahun lebih berlalu, aktifitas kota kendari kembali seperti sedia kala. Kepatuhan menjaga protokol kesehatan juga berangsur hilang, karena di jalanan maupun di tempat keramaian lebih banyak masyarakat yang tidak lagi menggunakan masker ketimbang yang menggunakan masker. Begitu pula kepatuhan untuk menjaga jarak dan cuci tangan sama sekali sudah tidak ada lagi. Pemerintah daerah seperti kehilangan arah, dan justeru selalu membuka peluang kerumunan besar dengan mengijinkan perhelatan musyawarah musyawarah berlevel daerah dan nasional.

Apakah ini pertanda pemerintah tak lagi peduli pandemic covid 19  atau karena melemahnya pengawasan sehingga membuat masyarakat seolah tidak lagi perduli pandemic yang masih berlangsung. SK

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *