Historia

Morobea Mengejar Ketertinggalan

×

Morobea Mengejar Ketertinggalan

Sebarkan artikel ini

Sepuluh tahun silam hidup di Morobea  seolah mengingatkan kita pada wilayah pedesaan lain di Indonesia yang juga terisolir. Bedanya, Desa di Kecamatan Wawonii Tengah ini diberkati dengan alam yang kaya, sedang sebagian desa lain di Indonesia kering kerontang karena sumberdayanya habis dan tak bisa lagi dimanfaatkan.

Untuk ke Desa Morobea, harus menggunakan transpotasi laut yang beroperasi sepanjang musim. Dengan kapal-kapal inilah warga melakukan perjalanan mengangkut hasil-hasil pertaniannya untuk dijual ke Kota Kendari.

Jauh sebelum pemekaran terjadi, kampung-kampung di wawonii, ibarat  katak di dalam tempurung. Sepeda motor yang mereka miliki tak bisa kemana-mana, hanya lalu lalang di sepanjang jalan kampung yang lebar badan jalannya sekitar dua meter saja.

Sejak lama warga hanya punya satu keinginan sejak bermukim yakni punya jalan yang tembus menuju ibu kota Kebupaten. Dan keinginan itu akhirnya terwujud , saat Pemerintah Kabupaten Konawe  Kepulauan telah membuka jalan bagi warga yang dipastikan bisa tembus dilalui hanya dalam tempo singkat (20 menit saja). Beruntung, beberapa warga Morobea dan Batumea telah memiliki kendaraan roda dua motor.

Dulu jalan menuju Langara sangat sulit di lalui karena akses jalan yang rusak berat. Biasanya, warga terpaksa mengandalkan transportasi kapal untuk ke desa-desa lainnya.  Berkat pembangunan jalan lingkar yang digagas pemerintah kabupaten, warga sudah bisa   menjangkau seluruh wilayah pedesaan di wawonii melalui jalur darat.

Warga desa kian optimis akan mencapai kemajuan, berkat kucuran dana besar yang bersumber dari dana APBN. Kondisi yang  membawa angin baru bagi pembangunan pedesaan di wawonii. “Aparat desa terus melakukan penataan kembali data desa, dimana  sangat dibutuhkan dalam rangka  tertib administratif menjelang penerimaan  dana desa yang bersumber dari APBN,”kata Wahab. Demikian pula program Musrembang sudah dilakukan dan morobea mengajukan bantuan perpipaan untuk air bersih. “Bak penampungan air dari air terjun sudah kami rintis dan semoga terealisasi,”katanya.

Pasca Otonomi

Tapal batas Desa Morobea. foto: Joss

Warga menyadari pasca otonomi daerah, konflik ruang pelan tapi pasti akan menjadi kenyataan di wilayah Wawonii. Setidaknya berkaca dari rencana pemerintah kabupaten konawe kepulauan yang akan merelokasi warga nelayan di Desa Langara ke desa Tumbu-Tumbu Jaya di Kecamatan Wawonii Tengah membuat masyarakat sadar akan dampak pemekaran yang membutuhkan ruang pembangunan.

Karena itu Ia bertekad memperjuangkan agar program nasional sertifikasi lahan dapat segera terealisasi di desanya.

Desa Morobea sasaran program nasional  sertifikasi lahan diperuntukan untuk pertanian dan nelayan. Menurutnya sertifikat areal perkebunan  masyarakat merupakan bukti kejelasan tanah itu sendiri agar ada kejelasan batas-batas tanah.

Desa Morobea adalah daerah baru, hasil pemekaran dari Desa Batumea yang merupakaan desa induk dari sejumlah desa yang dimekarkan.   Di Desa Morobea terdapat sekitar 76 KK dengan pekerjaan masyarakat 90 persen petani. Meski begitu, mata pencaharian di sector pertanian  ini hanya sekedarnya saja. Begitu juga di sector maritime, masyarakat ada yang berprofesi sebagai nelayan namun hanya sekedarnya saja (tidak serius).

Terdapat sekitar 3000 jiwa yang bermukim di seluruh Kecamatan Wawonii Tengah. Warga hidup dari perkebunan yang subur. Udara bersih dan menyehatkan, pasokan air juga lancar, berasal dari pipa-pipa yang terpasang dari bukit-bukit di belakang rumah warga. SK

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *