Kultur

Mengenal Malige/Kamali Rumah Adat Buton

×

Mengenal Malige/Kamali Rumah Adat Buton

Sebarkan artikel ini

Rumah Malige merupakan rumah adat etnis Buton di Provinsi Sulawesi Tenggara yang berbentuk rumah panggung. Rumah Malige atau disebut Kamali didirikan tanpa tali pengikat atau paku tapi dengan saling mengait. Meski demikian mampu berdiri dengan kokoh dan megah. Dikutip dari buku Berkenalan dengan Arsitektur Tradisional di Sulawesi Tenggara (2017) karya Zakridatul Agusmaniar Rane, Malige berasal dari kata mahligai atau istana. Tujuan pembangunan Malige adalah sebagai tempat tinggal sultan dan keluarganya. Sultan merupakan sebutan raja di Kerajaan Buton.

Rumah Malige terbuat dari kayu jati dan wola dengan konstruksi rumah panggung yang semua pasaknya terbuat dari kayu tanpa menggunakan paku. Baca juga: Rumah Tambi, Rumah Adat Sulawesi Tengah Bentuk rumah Malige Rumah Malige berbentuk panggung dan terdiri dari empat lantai. Lantai dua ukurannya lebih kecil daripada lantai satu. Lantai tiga lebih kecil daripada lantai dua, adapun lantai empat lebih luas daripada lantai tiga.

Dalam rumah Malige terdapat bangunan utama, selain itu terdapat sebuah bangunan kecil di bagian belakang. Bangunan tersebut digunakan sebagai dapur dan toilet. Pada bangunan utama dan dapur dihubungkan dengan sebuah jembatan yang mirip dengan jembatan penyeberangan. Pada umumnya ketika membangun rumah banyak menggunakan paku untuk menyambung bagian-bagian rumah. Namun, rumah Malige berbeda dan tidak menggunakan pasak kayu.

Rumah Malige terbuat dari kayu yang sangat besar, di mana memiliki 40 tiang penyangga dan lantainya dibuat dari kayu jati agar kuat. Baca juga: Tongkonan, Rumah Adat Toraja Susunan ruangan rumah Malige Rumah panggung dengan empat lantai tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda.

Berikut susunan ruangan rumah Malige: Lantai pertama Pada lantai pertama rumah Malige dipakai sebagai tempat menerima tami dan ruang sidang, kamar tidur tamu, ruang makan tamu. Kemudian sebagai kamar anak-anak sultan yang sudah menikah, kamar sultan, dan kamar anak-anak sultan yang sudah dewasa. Pada lantai pertama terdiri dari tujuh petak atau ruangan. Lantai dua Pada lantau dua ada tujuh petak atau ruangan dengan fungsi yang berbeda. Lantai dua dipakai untuk ruang tamu keluarga, kantor, gudang, kamar keluarga sultan, dan aulan. Ada 14 kamar di lantai dua. Lantai tiga Lantai tiga berfungsi sebagai tempat bersantai keluarga. Lantai empat Lantai empat adalah tempat penjemuran.

Pada rumah Malige terdapat hiasan-hiasan unik. Di mana hiasan tersebut berupa ukiran buah nanas, buah butun, motif daun ake, motif kambang (kelopak teratai), dan motif sifat baik yang perlu dimiliki oleh seseorang. UKiran nanas diletakkan di ujung atap. Di mana mempunyai arti bahwa hanya sultan yang boleh dipayungi dengan payung kerajaan. Payung tersebut adalah lambang rasa hormat dan penghargaan kepada pemimpin atau yang dituakan. UKiran buah nanas juga melambangkan keuletan dan kesejahteraan. Artinya, kita harus rajin, tidak mudah menyerah, dan sabar. Ukiran buah butun diletakkan di ujung atap, tepatnya di bawah cucuran atap. Buah butun melambangkan keselamatan, keteguhan, dan kebahagiaan. Motif ake atau daun melambangkan kedekatan dengan Tuhan. Caranya selalu menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing.

Motif kelopak teratai berati kesucian. Maksudnya tidak boleh melakukan hal-hal yang membuat berdosa. Motif naga diletakkan di bubungan rumah. Arti dari ukiran naga adalah kebesaran dan kekuatan. Ukiran naga juga diletakkan di pintu rumah, tujuannya agar penghuni rumah terhindar dari bahaya.

Istana Malige dahulu merupakan kediaman Sultan Buton ke-37 Muhammad Hamidi beserta keluarganya. Istana ini dibangun pada tahun 1930-an, terbuat dari kayu jati dan wola dengan konstruksi rumah panggung yang semua pasaknya terbuat dari kayu tanpa menggunakan paku. Bangunan ini merupakan salah satu kemajuan arsitektur Buton dengan bentuk Malige bersusun tiga.

Istana Malige merupakan salah satu tempat pertemuan para pejabat tinggi dalam membahas kegiatan-kegiatan pemerintahan dan kemasyarakatan. Istana Malige merupakan simbol peradaban yang dijalankan oleh seorang pemimpin dalam memimpin rakyatnya.

Istana Malige dilengkapi berbagai bentuk serta ornamen yang ada pada bangunan, seperti pada bagian atap terdapat ornamen berbentuk nenas dan naga. Nenas melambangkan masyarakat Buton dapat beradaptasi pada lingkungan dimana saja. Nenas memiliki duri yang merupakan senjata yang melambangkan bahwa masyarakat Buton dapat mempertahankan diri dari serangan apapun. Selain itu buah nenas memiliki buah yang manis walaupun bagian luarnya berduri. Sedangkan naga melambangakan seorang pemimpin harus berani dan berjiwa ksatria dalam pengambilan suatu keputusan.
Terletak di daerah Wajo tidak jauh dari pusat kota Bau-Bau, berdiri sebuah bangunan yang megah dan nampak kokoh yaitu Istana Malige. Tempat ini merupakan rumah bagi Sultan Buton ke-37 yaitu Sultan Muhammad Hamidi Kaimuddin yang berkuasa sejak tahun 1927-1937. Tampak pekarangan di sekitar Istana Malige tidak terlalu istimewa namun tetap bersih terawat, menunjukkan sisa-sisa kejayaan Kesultanan Buton yang telah berakhir sejak tahun 1960.

Istana yang dibangun pada tahun 1929 ini memiliki 3 lantai yang hampir keseluruhannya terbuat dari kayu jati. Bila diamati dengan lebih seksama, Istana Malige seakan-akan terdiri dari bagian kepala, badan, dan kaki yang sarat dengan falsafah orang Buton. Masyarakat Buton memiliki tradisi memberi lubang rahasia pada kayu terbaiknya untuk diberi emas dan menandakan lubang rahasia tersebut sebagai pusar yang merupakan titik central tubuh manusia. Emas tersebut sebagai perlambang bahwa sebuah rumah memiliki hati dan bagi adat Buton, hati adalah laksana intan pada manusia.

Sekarang setelah 81 tahun sejak Istana Malige dibangun, bangunan tersebut tetap nampak kokoh sesakan-akan menyimpan kharismanya sebagai mantan tempat tinggal Sultan. Istana yang namanya diambil dari gelar sultan yang membangunnya yaitu Oputa Yi Malige, kini digunakan sebagai tempat penyimpanan benda-benda bersejarah Kesultanan Buton terutama masa pemerintahan Sultan Muhammad Hamidi Kaimuddin. Keunikan lain pada bangunan ini adalah bahwa setiap sambungan tidak menggunakan paku melainkan pasak dan masih banyak keunikan lainnya yang bisa kita temukan di Istana Malige ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *