Historia

Masih Ada 5 Juta Hektar Lahan Sagu di Indonesia

×

Masih Ada 5 Juta Hektar Lahan Sagu di Indonesia

Sebarkan artikel ini
Sagu
Salah satu lahan sagu di kendari. Foto: Joss

Kendari, suarakendari.com– Menghadapi resesi dunia yang diperkirakan tahun 2023 mendatang, maka mau tak mau Indonesia harus memperkuat ketahanan pangannya demi menghindari bencana kelaparan pada rakyatnya. Salah satu tanaman yang dapat menjadi bahan makanan adalah sagu disamping beras.  Ya tanaman sagu merupakan salah satu tanaman olahan yang mampu menopang ketahanan pangan indonesia terlebih lagi potensinya yang dianggap masih melimpah khususnya di beberapa daerah di Indonesia.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan Indonesia masih memiliki sekitar 5 juta hektar tanaman sagu. Dengan jumlah ini rakyat akan mampu bertahan dari krisis 5 sampai 10 tahun. Ia menegaskan, tidak akan segan-segan mensubsitusi produk pangan seperti beras menjadi sagu bilamana harga komoditas tersebut mahal.

“Beras, kalau memang harganya tidak bersahabat potong semua pohon sagu yang ada. Kita masih punya 5 juta hektar sagu. Potong 1 juta sudah bisa bertahan 1-2 tahun, kita makan sagu aja,” ujarnya dalam acara Kegiatan Pembekalan Penyuluhan Pertanian Nasional dengan tagline “Penyuluh Hebat, Pertanian Kuat,” di Jakara, Kamis (6/10/2022) lalu.

Adapun terkait stoknya, Mentan SYL menjamin aman. Menurut dia, stok beras Indonesia surplus 10 juta ton. Oleh sebab itu dia meminta masyarakat agar tidak perlu mempersoalkan jumlah stoknya.

Di sulawesi tenggara, khususnya masyarakat daratan, sagu atau dalam bahasa daerah tolaki disebut tawaro  telah menjadi bagian dari budaya bahkan menjadi makanan pokok masyarakat setempat, terutama di wilayah daratan Sultra. Selain tepung/ patinya untuk makanan, daunnya dibuat atap, kulit pelepah dibuat dinding dan produk kerajinan lainnya, kulit batang sebagai pengganti papan dan ampasnya dapat menjadi pakan ternak, kompos, media tanam yang memiliki daya resap air yang cukup tinggi.

Diameter pohon sagu bisa mencapai 50-70 cm. Tinggi pohon sampai 7-15 meter. Tempat tumbuhnya di tanah marginal yang sulit ditumbuhi tanaman pertanian lainnya. Umur panen tentu lebih lama dibandingkan pangan lain. Mungkin karena ini pula membuat petani kurang minat menanam pohon sagu. Ada banyak populasi sagu yang tidak ditanam/ dibudidaya , tetapi lebih karena tumbuh liar di rawa-rawa yg luas. Versi pemerintah luas lahan sagu di Sultra mencapai 4950 hektare. Tapi Itu data tahun 2011. “Saya yakin jumlah luas lahan ini telah jauh menciut dibeberapa tahun terakhir seiring banyaknya ijin usaha baik tambang dan perkebunan yang ramai dikeluarkan pemerintah daerah,”kata Yusuf, pemerhati lingkungan.

Sagu sendiri merupakan makanan pokok di beberapa daerah di Indonesia, seperti maluku, papua, sumatera, kalimantan dan sulawesi termasuk kendari.

Di Indonesia dikenal berapa sebutan dalam proses pengolahan sagu Orang tolaki menyebut sumaku, ada juga menyebut monoko. Kalo liat cara kerjanya, mengolah sagu atau sumaku bukanlah perkara mudah, ribet dan menguras tenaga. Dari urusan pembersihan dan membuat jalan masuk ke rumpun sagu saja membutuhkan waktu. Begitu juga ketahap pembersihan batang, penebangan hingga pengangkutan hasil tebangan.

Butuh tenaga besar mengangkut gelondongan batang sagu sepanjang 6 – 15 meter. Para petani mengakalinya dengan memotong gelondongan menjadi pendek-pendek antara 1-2 meter agar memudahkan pengangkutan. Berat setiap satu gelondongan adalah + 120 kg dengan diameter 45 cm dan tebal kulit 3,1 cm. Setelah kulit dikupas, barulah sagu diolah memisahkan ampas dan sari pati sagu. Terbayangmi toh sulitnya mengolah sagu? Tapi soal harga tak pantas disebut mahal. Di pasar tradisional sagu dihargai bervariasi, ada Rp 5000 per gantang dan juga harga 7000 per iris. Ada lagi ukuran satu basung untuk berat lima kilo gram harganya bisa mencapai Rp 50.000 . Kalo pesan via pasar online mungkin harganya akan lebih dibanding kalo beli langsung, soalnya dikenakan lagi ongkos kurir. Sagu dapat diolah menjadi makanan yang istimewa dan kini berkembang rumah makan di Kendari yang banyak menyediakan berbagai menu dengan sinonggi sebagai makanan pokok. Saya pernah mendengar kelakar para anakia, “Harga sagu memang sangat murah tapi yang mahal itu pasangan lauk pauknya,”kata yusuf. Sk

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *