Humaniora

Leasure di Negeri Kelapa

×

Leasure di Negeri Kelapa

Sebarkan artikel ini
Bagi orang wawonii, tanah tidak hanya dipandang sebagai kumpulan gundukan tempat pepohonan dan tumbuh-tumbuhan lainnya tumbuh dalam sebuah kawasan. Tanah mengandung nilai yang sangat kompleks, meliputi ekonomi, nilai budaya, maupun nilai religi. Nilai ekonomi yakni hasil tanah memberi manfaat ekonomi bagi orang wawonii untuk memenuhi kebutuhan subsistensinya melalui berbagai model pengelolaan dan pemamfaatan lahan dan hasil-hasilnya, seperti berladang, menanam tanaman jangka panjang seperti kelapa, jambu mete, pala, cengkeh, kakao, lada dan berbagai jenis buah-buahan seperti, nangka, mangga, rambutan, langsat, pepaya dan pisang.

Selama berpuluh tahun, warga di Wawonii Timur Laut menggantung hidup mereka pada tanaman tumbuh. Mereka mengelola dan memanfaatkan hasil pertanian sesuai kebutuhan. Ada kelompok masyarakat yang menggunakannya untuk keperluan subsisten atau dikonsumsi sendiri, dan ada untuk dijual.

Usman petani di Desa Munse yang memiliki 1000 pohon kelapa dan ratusan pohon pala, misalnya, memanfaatkan hasil bumi sebagai kebutuhan pangan sekaligus di jual untuk kelangsungan hidup dalam jangka panjang. Berkat perkebunan, Usman dapat meneruskan hidup dan menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke perguruan tinggi.

Usman  mengaku memanen tanaman palanya setiap setahun sekali, dan dapat menghasilkan 200 Kg. Itu belum dihitung Sedangkan produksi kelapa yang berlansung setiap tiga bulan sekali. Di desanya, kata Usman, setiap warga dapat menghasilkan kopra antara 5-8 ton per sekali masa panen.

Usman   memang menikmati hasil bumi di kebun miliknya. Ia memiliki lebih dari seribu pohon kelapa, maka , kalo dalam satu pohon kelapa produktif menghasilkan antara 30-40 biji kelapa. Artinya jika dijumlahkan dengan jumlah pohon miliknya, maka ada sekitar 30.000 sampai 40.000 biji kelapa yang dihasilkan dalam periode musim panen (per tiga bulan). Dari pohon sebanyak itu, Usman bisa memproduksi kopra sekitar 100 kg lebih setiap hari.
“Saya sendiri dalam sehari dapat mengolah kopra hingga 100 Kg,”ungkapnya.  Untuk menjadi kopra melalui beberapa proses tahapan, diantaranya pengupasan kulit, kemudian membagi dua batok kelapa lalu diasapi di atas perapian. Proses selanjutnya daging kelapa dipisah dari batok hingga akhirnya daging kelapa dijemur  dan siap jual. Sayang harga kopra dirasakan warga sangat kecil, yakni  hanya 500 ribu rupiah per seratus kilo gram atau 500 rupiah per kilo gram.  Itu baru Usman seorang. Pertanyaan berapa banyak orang wawonii yang punya pohon kelapa?
Kabupaten Konawe Kepulauan terdiri dari 7 kecamatan, 7 kelurahan dan 89 desa dengan luas wilayah 867,58 km² dan jumlah penduduk sebesar 34.226 jiwa. Coba dihitung kalo dengan jumlah penduduk wawonii yang ada, dan seperempat dari jumlah itu memiliki pohon kelapa, berapa banyak kira-kira produksi kopra yang dihasilkan?
Kuantitas hasil panen buah kelapa yang umumnya dipengaruhi oleh varietas tanaman kelapa, teknik budidaya yang dilakukan, keadaan tanah dan iklim, keadaan air tanah, serangan hama dan penyakit serta umur tanaman. Kelapa jenis genjah dapat menghasilkan buah antara 9.000-11.000 butir/ha/tahun atau setara dengan 1,5-2 ton kopra. Sedangkan kelapa jenis dalam dapat menghasilkan buah sekitar 4.000-5.000 butir/ha/tahun atau setara dengan 1-1,25 ton kopra.
Kembali ke bapak tadi, selain tanaman kelapa, Ia juga punya beberapa pohon cengkeh dan pala yang di tanam dekat rumahnya. Dari kelapa dan hasil bumi lainnya ini, si bapak bisa menyekolahkan anak hingga ke perguruan tinggi. Praktik pertanian yang sudah turun temurun berlangsung, hampir seluruh penghuni pulau ini.

***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *