Humaniora

Kisah Martinus Melawan Pembalak Liar

×

Kisah Martinus Melawan Pembalak Liar

Sebarkan artikel ini
Martinus, petugas polisi kehutanan. Foto: Josshasrul

 

Namanya Martinus atau lebih akrab disapa Pak Tinus. Lebih 20 tahun beliau mengabdikan diri sebagai petugas polisi kehutanan jagawana di kawasan suaka alam taman margasatwa Tanjung Batikolo. Oleh negara, Ia ditugaskan menjaga kawasan hutan alam seluas 4.060 hektare, seorang diri. Karena tugas Ia memboyong isteri tercinta, Ny Rita menetap di kawasan itu. Keduanya menghabiskan hari hari mereka di sebuah rumah dinas tua pemberian negara. Inilah kisahnya.

Usia Tinus sudah melebihi enam puluh tahun,  angka yang memasuki sepuh. Namun semangatnya menjalankan tugas, tetap berkobar. Setiap harinya, petugas jagawana taman margasatwa Batikolo ini harus mengawasi sekaligus menjaga kawasan hutan lindung batikolo seluas empat ribu hektar. Berbekal parang, sebagai penjaga diri, setiap hari Ia harus masuk hutan ke luar hutan mengawasi area kawasan yang di lindungi negara ini, seorang diri.

Kawasan teluk batikolo sendiri merupakan kawasan hutan lindung tempat habitat berbagai jenis margasatwa endemik Sulawesi, diantaranya anoa dan burung maleo. Kawasan ini juga terdapat berbagai jenis kayu dan tumbuhan-tumbuhan yang hanya hidup di pulau Sulawesi.
Sayangnya, maraknya aktifitas penjarahan kayu dan perburuan satwa, membuat populasi margasatwa di kawasan ini menyusut tajam. Bahkan, saat menyambangi kawasan budidaya burung maleo di sebelah utara Tanjung Batikolo, jejak penangkaran burung khas sulawesi ini sudah tidak ada, dan yang tersisa hanya bekas lubang telur maleo saja. Begitu pula lokasi penangkaran anoa kini sudah tidak ditemukan lagi.

Bertugas seorang diri tentu tidak sepenuhnya membuat hidup pria dua orang anak ini bisa leluasa menikmati hidup seperti orang kebanyakan. Minimnya sarana yang disediakan pemerintah kian membuat tugas tinus semakin berat. Sejumlah sarana, seperti perahu pengawasan dan radio panggil, tidak lagi bisa berfungsi baik, karena tidak adanya dana untuk perbaikan dan suplay bahan bakar. “Semua peralatan ini sudah berusia tua, jadi sudah tidak berfungsi dengan baik,”kata Tinus.
Menjaga kawasan hutan yang luas tentu bukan perkara mudah, terlebih harus berhadapan dengan para pelaku pembalakan hutan yg terbilang ganas.

Kondisi ini, membuat Tinus tidak tidak bisa bergerak dengan leluasa melakukan pengawasan seluruh kawasan. Apalagi menghadapi para pelaku ilegal logging dan dan pemburu liar yang beroperasi dengan kapal dan peralatan modern, membuat tinus tidak dapat berbuat banyak mencegah terjadinya aksi penjarahan di kawasan hutan yang dilindungi negara tersebut.

Bahkan pria berdarah Ambon ini punya banyak pengalaman miris. Selama bertugas beragam ancaman Ia dapatkan, bahkan sudah dua kali rumahnya pernah dibakar orang tidak dikenal.

“Pernah saya merasakan nyaris kehilangan tempat tinggal, setelah sejumlah pencuri kayu mencoba membakar rumah ini,”kisah Tinus.

“Saya hanya bisa pasrah, mungkin inilah takdir saya sebagai petugas,”ungkapnya.

Ia sadar pekerjaannya mengandung resiko besar, sebab banyak sekali orang (khususnya pelaku illegal loging ) tidak senang dengannya yang terus mengawasi dan melarang pencurian kayu dan satwa di tempat itu. “Tapi mau bagaimana lagi, sudah tugas ya harus dijalani,”ujarnya.

Lokasi bertugas tinus memang cukup terpencil, jauh dari hiruk pikuk aktifitas masyarakat dan harus menyeberang dengan menggunakan perahu dari Desa Puupi, Kecamatan Kolono, Kabupaten Konawe Selatan. Dari ibukota kabupaten konawe selatan butuh dua jam untuk mencapai lokasi tanjung Batikolo tempat bertugas.

Tinus sendiri terpaksa memboyong Rohana, isterinya ke tanjung batikolo untuk hidup bersama di daerah terpencil itu selama lebih dari dua puluh tahun. Untuk bertahan hidup mereka pun membangun rumah dan menanam pohon kelapa di kawasan itu serta memelihara hewan peliharaan seperti ayam dan anjing.

Tinus sendiri pernah mengajukan pensiun dini namun dari instansi tempatnya bernaung belum memberikan ijin dan membuatnya harus rela bertugas hingga masa pensiun tiba. Pria berambut kriting hanya berharap pemerintah bisa memberikan perhatian besar pada penyelamatan hewan endemik yang hidup di kawasan itu.

Kisah para pegawai yang bertugas di daerah terpencil seorang diri banyak tercecer di bumi berjuluk negeri anoa ini, yang memang tidak cukup mengenakkan. Selain harus berjuang menjaga aneka satwa di areal kawasan hutan lindung dari penjarahan, juga diperhadapkan dengan minimnya sarana prasarana yang diberikan pemerintah. Seperti cerita Tinus, petugas kehutanan di Taman Suaka Margasatwa Tanjung Batikolo, Kabupaten Konawe Selatan itu, merena dan pasrah mengakhiri karir di daerah terpencil. Bersama keluarga kecilnya terpaksa memikul tugas berat itu berpuluh tahun lamanya.

Naskah dan Foto : Yos Hasrul

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *