Humaniora

Ironi di Kota Layak Anak

×

Ironi di Kota Layak Anak

Sebarkan artikel ini

Kendari, suarakendari.com-Di samping toko roti, tak jauh dari lampu merah di kawasan kelurahan korumba, kota kendari, empat anak duduk bersandar di dinding. Mata mereka liar mengawasi setiap kendaraan yang lewat. Siang itu mereka seperti tak berminat bekerja mengais uang di lampu merah, tetapi memilih menyudut di emperan toko, sembari memegang kaleng kecil yang disisip masuk ke dalam oblong kumal. Kaleng itu berisi lem fox atau aibon yang dibeli dari toko bangunan, tak jauh dari tempat itu.

Bocah bocah ini seakan ini tak peduli dengan keadaan sekitar. Kaleng lem fox yang disisip dalam baju itu didekatkan ke hidung untuk beberapa saat, lalu dengan mata terpejam selama beberapa detik, bocah 14 tahun itu menghirup dalam dalam aroma lem fox. Tiga temannya, menanti giliran.

Ya, Lem fox atau aibon mengandung salah satu zat umum dalam kategori inhalansia. Inhalansia adalah berbagai produk yang dapat mengeluarkan uap kimia, yang bila dihirup, dapat menciptakan efek seperti mabuk atau halusinasi. Sensasi mabok lem inilah yang dicari para bocah. Rasanya seperti melayang layang dan rasa ingin tidur.

Pecandu lem fox di kota kendari nampak begitu kontras, mereka dengan mudah ditemukan di perempatan lampu merah maupun di emperan pertokoan. Uang hasil mengemis di lampu merah inilah yang turut mengantar anak-anak kecil ini mengenal dunia “ngelem” istilah untuk para penggemar lem.

Diduga uang yang mereka peroleh dari mengemis dipakai membeli lem fox seharga 10.000 rupiah perkaleng kecil. Sayang bertahun tahun kecanduan, anak anak ini tak kunjung mendapat perhatian serius pemerintah kota, minimal bisa menyelamatkan masa depan dan kesehatan anak anak jalanan ini.

“Saya prihatin dengan menjamurnya anak-anak jalanan yang menghirup fox, kemana sebenarnya tanggung jawab negara?,”kata Iksan.

Saat itu Iksan baru saja dari rumahnya.
“Barusan saya keluar rumah untuk cuci kendaraan. Sekitar 100 meter dari rumah saya, pada perempatan jalan, saya melihat beberapa orang anak sedang tarik menarik berebut sesuatu. Mereka terdiri dari anak laki dan perempuan berumur sekitar 12-15 tahun,”ujarnya.

Pria berpostur besar itu langsung menyebut nama Tuhan ketika melihat yang mereka perebutkan adalah kaleng lem fox. “Ada yang berusaha mencolek colek isi kaleng yang sedang dihirup temannya. Dapat sedikit lalu dia hirup. Seorang anak perempuan yang badannya agak besar merampas kaleng lem yang sedang di hirup temannya, lalu dihirupnya juga,”ungkap Iksan.

Di perempatan jalan Masjid Alkausar kendari memang selalu terlihat ramai kendaraan. Seorang pengemudi mobil avansa hitam berhenti memperhatikan mereka. Juga beberapa pengendara lainnya, berhenti sejenak memperhatikan mereka.

Seperti halnya Iksan warga tentu bertanya dari mana mereka belajar prilaku seperti itu? Mengertikah mereka untuk apa itu dilakukan? Apa sebetulnya yang sedang mereka rasakan? Berfikirkah mereka akan masa depannya? Kemana perhatian pemerintah kota akan nasib anak anak ini. Bukankah kendari merupakan kota yang berpredikat kota layak anak?

Dalam dunia kesehatan, menghirup Aibon bisa mengakibatkan pusing, halusinasi, hingga hilangnya kesadaran. Kondisi lainnya bisa mengakibatkan mual muntah, iritasi, gangguan jantung dan dapat merusak janin bahkan kematian.

Pemakaian terus menerus akan menimbulkan ketergantungan secara fisik dan psikologis bahkan akan merusak sel sel hidup yang dilaluinya seperti infeksi pernafasan/jalan nafas bahkan dapat menyebabkan kanker saluran pernafasan.

Pecandu lem akan berbicara cadel, mabuk, pusing atau penampilan teler, tidak mampu mengkoordinasi gerakan, halusinasi dan berkhayal. Aktifitas ngelem dapat menimbulkan risiko kerusakan otak dan masalah pernapasan yang parah dapat terjadi.

Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia khususnya di kota kendari merupakan persoalan sosial yang kompleks. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah” bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun, perhatian terhadap nasib anak jalanan tampaknya belum begitu besar dan solutif. Mereka adalah amanah tuhan yang harus dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh-kembang menjadi manusia dewasa yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan cerah.

Dalam UUD 1945, “anak terlantar itu dipelihara oleh negara” bermakna pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya. Mereka perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya anak, yaitu hak sipil dan kemerdekaan (civil rights and freedoms), lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan (family envionment and alternative care), kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic health and welfare), pendidikan, rekreasi dan budaya (education, laisure and culture activites), dan perlindungan khusus (special protection).

Penanganan anak jalanan di kota ini kelihatan belum mempunyai model dan pendekatan yang tepat dan efektif. Sk

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *