Kultur

Imlek, Tradisi Ramai yang Tiba Tiba Jadi Sendu

×

Imlek, Tradisi Ramai yang Tiba Tiba Jadi Sendu

Sebarkan artikel ini
Vihara takad meidtraya, salah satu vihara di kota kendari. foto: Joss

Bagi etnis tionghoa, perayaan imlek (tahun baru china) momentum yang penting, hari  dimana berkumpulnya keluarga setahun sekali. Tak ubahnya  seperti perayaan lebaran idul fitri bagi muslim. Pun sama, perayaan tradisi kumpul keluarga bagi orang tionghoa tahun ini  dirayakan di tengah pandemi covid 19. Jadilah imlek berubah dari tradisi waktu yang ramai tiba tiba jadi sendu.

Kita tentu tidak akan lagi melihat kemeriahan perayaan imlek ini, menyusul, pembatasan aktifitas  berskala besar yang dilakukan pemerintah di segala aspek. Pembatasan terus dilakukan menyusul wabah korona yang belum juga ada tanda-tanda mau berakhir dan korban covid19 terus bertambah. Apalagi klaster keluarga menyumbang paling banyak kasus covid-19 di Indonesia.

Di Kendari perayaan imlek di vihara terpantau sepi, beberapa vihara tampak lengang, seperti yang terpantau di vihara tekad maitreya di kawasan kemaraya, kota kendari, Jumat pagi. Vihara tampak sepi. Pintu pagar vihara masih tertutup rapat dan hanya ada nyala lampion di depan bangunan. Meski begitu warga tionghoa tetap menjalankan ibadah, tentu dengan aturan protocol kesehatan.

Beda Suasana Tahun Sebelumnya

Perayaan imlek tahun ini tentu berbeda jauh dengan perayaan imlek tahun-tahun sebelumnya. Ini terekam jelas pada liputan perayaan imlek beberapa lalu. Di Vihara Takad Maitreya dan Vihara Eka Dharma Manggala Kendari. Biasanya, para jemaat, sebelum sampai pada puncak acara Imlek, pada waktu itu ada  beberapa ibadah yang dilakukan.

“Sebelum pergantian tahun, ada beberapa ibadah yang dilakukan yakni puja bakti atau sujud nurani dan dharma class untuk memberikan penyegaran bagi jemaat sebelum memasuki tahun baru,” jelas Chindy Tanjung, Pelaksana Vihara Takad Maitreya.

“Pada pukul 20.00 kami melakukan puja bakti, kemudian pukul 21.00 sampe 22.00 kami ada yang namanya dharma class, lalu setelah itu kami kembali melakukan puja bakti sampai puncak acara,” tambahnyanya.

Menurutnya, dharma class atau ceramah dilakukan agar seluruh jemaat paham bahwa hakikat sebuah kehidupan juga perlu dilandasi atas rasa syukur terhadap segala sesuatu yang diberikan Tuhan.

Nampak jelas, seluruh jemaat malam itu sangat hikmat dalam mengikuti rangkaian ibadah yang harus dilakukan sebelum melepas tahun menuju tahun baru. Ia juga menjelaskan bahwa tahun baru ini yang identik dengan shio kuda akan menjadi sebuah lambang tersendiri dengan harapan yang lebih baik lagi dibandingkan tahun sebelumnya.

Ibadat yang dilakukan tidak hanya pada malam pergantian tahun, melainkan juga ibadah lain akan dilakukan pada hari ke-15 imlek.

Dimana, seluruh jemaat akan kembali menjalankan ibadah seperti pada saat pergantian tahun imlek. Cindy berharap dengan memasuki tahun baru ini, maka seluruh masyarakat bisa selalu hidup berdampingan dan tidak melihat perbedaan serta terhindar dari segala mara bahaya.

“Mudah-mudahan masyarakat kendari bisa sama-sama membangun kebersamaan, agama dan warna kulit jangan dijadikan sebagai alasan untuk tidak harmonis, terlepas dari apapun latar belakang seseorang, semua orang pasti ingin bahagia,” harapnya.

Harapan Baru 

Tahun baru China atau yang lebih dikenal dengan Imlek tahun ini jatuh tepat pada tanggal 12 Februari 2021.  Perayaan  disambut dengan penuh suka cita bagi mereka yang berasal dari keturunan tionghoa yang diharapkan  membawa sebuah harapan baru bagi mereka yang merayakan dan mempercayainya.

Bagi keturunan tionghoa, perayaan Tahun Baru Imlek ditandai dengan suguhan makanan khas Imlek yang serba manis.

Manisnya makanan yang disuguhkan pada saat pergantian tahun tersebut dijadikan sebagai kepercayaan bahwa perjalanan hidup mereka akan semakin makanan yang dihidangkan.

Femy, salah seorang keturunan tionghoa yang merayakan Tahun Baru Imlek di Vihara Eka Dharma Manggala Kendari, menjelaskan beberapa sugukan kue dan buah yang disajikan malam itu di Vihara mempunyai makna sendiri. Beberapa jenis kue yang disajikan seperti kue keranjang dan Bakpau Teratai serta beberapa jenis buah antara lain, apel, nenas dan jeruk, memiliki makna yang sangat berarti.

“Kue dan buah-buahan ini rasanya sangat manis itu artinya kami berharap di tahun baru ini semua proses kehidupan yang akan kami jalani akan manis, semanis makanan dan buah yang kami hidangkan, memang kami memaknai seperti itu,” katanya.

Pada malam pergantian tahun itu, berbagai jenis kue dan buah dihias sedemikian rupa, sehingga tidak hanya rasanya saja yang manis, melainkan indah dipandang mata. Kue keranjang yang disusun beberapa lapis dan rasanya seperti dodol, memang cukup menarik.

Demikian pula Bakpau Teratai yang dipadukan antara warna putih dan sedikit warna pink membuat kue ini semakin manis untuk dipandang.

Susunan buah apel dan jeruk yang ditata sedemikian indah, serta buah nenas yang dilengkapi dengan pita merah memberikan sentuhan keindahan sendiri.

Tidak hanya itu, ada juga sugukan mie goreng yang dipercayai bahwa panjangnya mie tersebut sebagai simbol dan doa agar umur mereka bisa bertambah panjang.

“Kalau mie goreng itu harapannya pada usia, jadi kami berdoa pada malam pergantian tahun ini, umur kami bisa panjang seperti mie, filosofinya seperti itu,” ujarnya.

Makanan khas yang disajikan malam itu dipersembahkan untuk dewa besar yang dipercayai bahwa pada malam pergantian tahun itu, dewanya akan datang.

Aneka kue dan buah yang ada didalam vihara malam itu, juga terdapat dirumah-rumah para keturunan tionghoa yang memiliki patung dewa untuk dipersembahkan. “Kue-kue manis dan aneka makanan yang ada dalam vihara ini juga ada dirumah kami yang memiliki patung dewa, karena kami harus sembahyang dan mempersembahkan makanan khas imlek agar dewa juga memberkati hidup kami,” ujarnya. SK

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *