Historia

Di Balik Survival-nya Sintesa

×

Di Balik Survival-nya Sintesa

Sebarkan artikel ini
Penulis bersama Mansyur Pawata, Direktur Sintesa dalam satu kesempatan
Sejak tahun 2001, peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mulai meredup. Bahkan pelan-pelan banyak yang berguguran. Hanya sedikit yang bertahap hidup. Di Sultra, salah satunya yang masih bertahan hidup (survival) adalah Yayasan Bina Potensi Desa (Sintesa). Lembaga ini terus berkomitmen di area pemberdayaan masyarakat.
Sintesa didirikan 6 Februari 1991, oleh sejumlah aktivis; Mansyur Pawata, Hugua, Mukhlis Rauf, dan Ahmad Lasang. Pada 6 Februari 2022, keluarga besar Sintesa merayakan ulang tahunnya yang ke 31 tahun secara sederhana di kantor mereka di Jl. Gn. Meluhu No.25B, Tobuuha, Puuwatu, Kota Kendari.
Menarik untuk menelisik, bagaimana Sintesa bisa bertahan, di kala yang lain pada mati.
Dalam perbincangan penulis dengan salah pendiri Sintesa, H. Mansyur Pawata di kediamannya, 10 Januari 2022, menguraikan, salah satu kuncinya adalah komitmen pendiri dan pengurus untuk menjalankan program sesuai dengan visi, misi, dan SOP yang dibuat bersama.
“Jadi berkomitmen menjalankan program sesuai dengan prinsip-prinsip keterbukaan dan keberlanjutan,” katanya.
Terkait kesinambungan program, Mansyur yang juga mantan Ketum HMI Kendari era 1980-an menjelaskan, pendiri dan pengurus Sintesa selalu berkomitmen melaksanakan program sesuai kontrak yang dibuat bersama lembaga donor.
“Kami membudayakan, disiplin, keterbukaan, dan kejujuran kepada donor. Kalau donor memiliki kepercayaan maka dengan sendirinya program akan berkesinambungan,” katanya.
Dikatakannya, menjelang program berakhir, seluruh kebutuhan administrasi laporan sudah harus dituntaskan. Demikian pula dengan proposal program selanjutnya sudah disiapkan dan dikomunikasikan dengan lembaga donor. Sehingga begitu kontrak berakhir, sudah siap lagi kontrak program berikutnya.
Menurutnya pola kerja sudah membudaya di Sintesa, sehingga jika Direktur Eksekutif berpindah tangan, tidak mengubah pola kerja.
Mansyur Pawata menjadi Direktur Sintesa sejak didirikan tahun 1991 hingga 1995. Pada Januari 1995 dia meninggalkan kursi direktur Sintesa karena bekerja sebagai executive director PCI/Project Concern Internasional di Papua hingga Februari 2000.
Pada February 2000 hingga April 2007 bekerja lembaga internasional US Navy Medical Research Unit yang berkantor di Jakarta.
Juni 2007 Mansur memilih balik ke Kendari, padahal saat itu kontraknya belum berakhir di lembaga tersebut.
“Saat itu saya berpikir, umur sudah semakin tua, tetapi kedekatan dengan Allah hampir tidak ada. Melaksanakan shalat saja apa adanya. makanya saya putuskan pulang ke Kendari walaupun meninggalkan gaji yang lumayan besar dan juga vasilitas,” ujarnya.
Mansyur memilih kembali mengabdikan dirinya kepada masyarakat Kendari dan juga Sintesa walaupun tidak lagi sebagai Direktur.
“Saya mendorong kader-kader baru untuk menjadi Direktur. Walaupun tidak mau, saya paksa. Saya katakan kepada mereka, harus bisa, karena sebenarnya di Sintesa ini benar-benar kerja team work,” tegasnya.
                                                                             ***
Saya mengenal Sintesa, tak salah ingat di tahun 1992, ketika itu salah seorang pendiri Sintesa dan senior di HMI, Bang Ahmad Lasang, meninggal dunia. Saat itu saya baru bergabung HMI, ikut melayat dan mengantarkan penguburan, dan sebelum dikuburkan sempat disemayamkan di Sekretariat Sintesa, yang kondisinya belum sebesar sekarang.
Ketika saya menjadi Ketua AJI Kendari di tahun 2001, kebetulan banyak bermitra dengan NGO/LSM, salah satunya Sintesa.
Saya sering berdiskusi dengan pengurus Sintesa saat itu seperti Pak Hugua, Pak Mukhlis, Bang Moni, dan lainnya. Bahkan setiap ada kegiatan Sintesa di beberapa daerah sering diundang untuk ikut.
Saya sering berdiskusi dengan pengurus Sintesa untuk menimba ilmu bagaimana pengelolaan NGO, karena saat itu AJI pengelolaan lembaganya mengadopsi cara NGO, yang sumber anggarannya dari donor.
Ketika AJI Kendari menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Jurnalistik Perspektif HAM bekerjasama dengan LPP Jakarta, diselenggarakan Kantor Sintesa. Di mana saat itu, satu-satunya LSM yang memiliki tempat pelatihan termasuk asramanya.
Saat itu sempat terpikir untuk ikut jadi relawan di Sintesa, namun karena konsisten dengan jurnalis, akhirnya memutuskan tidak.
Ada sejumlah rekan kuliah khususnya adik angkatan yang bergabung di Sintesa seperti Wa Ode Niny Suharni, Harun Anggo, Muh Sudair yang kini menjabat sebagai Direktur.
Pengamatan saya, Sintesa memiliki komitmen yang kuat agar setiap program dilaksanakan secara berkelanjutan, dan melakukan investasi. Tidak mengherankan Sintesa saat memiliki lahan laboratorium yang cukup luas di Konawe dan sejumlah kantor perwakilan di sejumlah kabupaten.
Mereka juga mengelola sejumlah unit usaha yang bisa menopang kehidupan lembaga.
Bang Mansyur mengungkapkan misi Sintesa adalah membantu masyarakat dan pemerintah, sehingga terus berusaha mendapatkan program dari donor luar negeri bukan dari pemerintah.
“Ketika mendapatkan program dari donor berarti sama saja membantu pemerintah,” katannya.
Hingga saat ini, Sintesa masih terus mendapatkan kucuran dana dari berbagai lembaga donor, yakni Canada Fund, PCI Sandiego, USAID Amerika, AusAid Australia, British Fund Inggeris, Komitee Arte Die Dritte Welt German, Bank Dunia dan ADB. ***
Penulis dan Foto: Jumwal Shaleh
Jurnalis Senior di Sultra yang Kini Menjabat Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU)Kota Kendari

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *