Historia

Belajar Fluralisme dan Harmonisasi antar Etnik di Konawe Selatan

×

Belajar Fluralisme dan Harmonisasi antar Etnik di Konawe Selatan

Sebarkan artikel ini
Menjaga keberagaman dan keharmonisan antaretnis mungkin ada baiknya belajar di Kabupaten Konawe Selatan. Sejak lama para pemimpin  di daerah ini  menjalankan praktek kepemimpinan yang adil dalam kesetaraan multietnik. Berikut laporannya.
Usia Kabupaten Konawe Selatan nyaris mencapai dua dekade. Mencapai segala bentuk pembangunan memang tak mudah. Banyak sudah perubahan yang terjadi, terutama soal pembangunan infrstruktur daerah. Namun di balik kesuksesan pemerintahan di  daerah berjuluk negeri Laiwui nampaknya tak lepas dari toleransi kehidupan social yang terbangun baik. Sinergisitas berkehidupan sosial masyarakat konsel telah memberikan nilai lebih dari proses kehidupan berdemokrasi selama lebih dari satu dasawarsa.
Keberagaman budaya, etnik dan agama menjadi kekuatan utama pemerintah dalam membangun negeri Laiwoi Selatan. Hal ini diakui  Bupati Konawe Selatan, Surunuddin Dangga dalam setiap kesempatan . “Selalu keberagaman budaya di Konsel merupakan kekuatan utama dalam membangun daerah dan masyarakat. Konawe Selatan boleh dibilang miniaturnya Indonesia, sebab hampir seluruh suku bangsa di Indonesia, mulai dari Sabang hingga Merauke, ada di Konsel,”ungkap  Surunuddin. Oleh karena penduduk Konsel berasal dari berbagai daerah di Indonesia itu, kata dia, menyebabkan Konsel memiliki keberagaman budaya yang cukup tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia.
Pun demikian, praktik yang sama dilakukan pemerintah Konsel sebelumnya, dalam menjaga kerukunan dalam keberagaman budaya itu. Pemerintah Konsel di era Imran, bahkan, telah membuat peraturan daerah (Perda) yang memberi ruang bagi setiap suku bangsa, mengembangkan tradisi budaya masing-masing. Melalui Perda itu, masing-masing suku bangsa membentuk lembaga adat tersendiri, sehingga ketika terjadi perselisihan di tengah masyarakat dalam satu komunitas, diselesaikan lewat lembaga adat. Sedangkan masalah yang melibatkan komunitas lain atau antarsuku, maka penyelesaiannya dilakukan melalui lintas komunitas.
Di sini diperlukan peran para tokoh masyarakat dan tokoh agama. “Saya kira peran para tokoh masyarakat dan tokoh agama di Konsel ini sangat besar, terautama dalam hidup bertoleransi, saya sangat salut pada mereka. Karena itu pula sebagai bentuk apresiasi pemerintah para tokoh-tokoh masyarakat yang mengelola lembaga adat, lintas komunitas dan tokoh agama, diberikan insentif atau semacam tunjangan dari Pemerintah Konsel. Semua itu, sudah diatur jelas dalam Perda,”kata Imran, saat diwawancarai wartawan masa itu.
Demikian pula dalam menentukan kebijakan membangun daerah lima tahun berikutnya, Pemerintah Konsel lebih dahulu menyerap aspirasi dari berbagai komunitas atau masyarakat desa. “Saya bersama jajaran muspida tidak asal membangun, melainkan lebih dahulu menyerap aspirasi dari berbagai komunitas atau masyarakat desa. Hasil penjaringan dari berbabagai aspirasi tersebut, kemudian diramu menjadi kebijakan Pemerintah Konsel dalam membangun Konsel secara menyeluruh,”urainya.
Dari awal perjuangan pemekaran Konsel memang telah berjalan mulus dalam mendorong program program berbasis kesetaraan. Kabupaten konsel sendiri dimekarkan dari kabupaten induk di konawe sejak tanggal 2 mei 2003 berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2003 tentang pembentukan kabupaten devinitif.
Bukan waktu yang singkat bagi para pemimpin konsel menakodai kabupaten Konawe Selatan. Lebih satu dasawarsa para pemimpin berkiprah membangun daerah Konawe Selatan dengan pencapaian pembangunan yang luar biasa. Tak terhitung sudah gagasan yang dilahirkan mengiringi perjalanan pemerintahan di bumi laiwoi selatan ini. Perhatian pada pembangunan infrastruktur daerah seperti jalan, perkantoran, sekolah, sarana kesehatan menjadi perhatian besar baginya sebagai upaya mempercepat roda perekonomian daerah dan berimbas pada kesejahtraan rakyat.
Setidaknya itulah yang pernah diungapkan Imran, mantan bupati Konsel kepada wartawan. “Tentu bukan waktu yang singkat, sepuluh tahun adalah waktu yang panjang untuk berkosentarasi membangun konawe selatan ini. Saat pertama berpisah dengan kabupaten induk (Konawe, Red) Saya langsung berpikir untuk segera membenahi pembangunan daerah ini, dimana saat itu infrastruktur daerah terutama sarana perkatoran pemerintahan sama sekali belum ada, sehingga lima tahun pertama pemerintahan saya menitik beratkan membangun sarana itu. Begitu pula membangun sarana infrastruktur jalan raya yang menghubungkan antarkecamatan serta jalan induk yang menghubungkan antarkabupaten. Seperti diketahui konawe selatan berada dalam posisi strategis yang menghubungkan kota kendari, kabupaten muna, buton, bombana dan kolaka. Meski begitu bukan berarti program lainnya diabaikan, saya kira semua berjalan dengan baik dan tentu saja melibatkan stakeholder lainnya,”urainya.
Nah, bicara tentang pembangunan pedesaan memiliki kaitan erat dengan keberadaan transmirasi di daerah ini. Keberadaan ekonomi warga transmigrasi di konsel boleh dibilang mengalami kemajuan dari waktu ke waktu, mereka hidup berkecukupan dan sejahtera. Begitu juga sumber daya alam yang dikelola cukup signifikan dan membawa daerah konsel ini sebagai daerah penghasil pertanian, perkebunan dan peternakan yang dapat menyuplai warga kota kendari dan beberapa daerah kabupaten di sultra. Keberadaan warga transmigrasi yang telah mengadopsi system pertanian dari daerah asal mereka.
Kehadiran warga transmigrasi telah banyak memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah. Bahkan dipemerintahan tidak sedikit warga bali yang menjadi abdi daerah, baik itu guru, PNS dilingkup pemda bahkan di legislative. Ini kebersamaan yang dibangun pemda konsel dengan tidak memandang orang dari mana, suku, agama sehingga konsel dapat maju bersama dengan masyarakatnya. Bupati Konsel sendiri pernah mendapat penghargaan transmigration award dari presiden melalui menkokesra tahun 2011 lalu di Jakarta.
Bagi pemerintah pembangunan sector pertanian dan perkebunan memiliki historis panjang dari keberadaan pemukiman transmigrasi di Konsel. Seperti diketahui program transmigrasi di wilayah ini telah ada sejak tahun 1968 yang dimulai dari permukian warga di jati bali kecamatan ranomeeto dan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan warga local, termasuk sumbangsih dalam pembangunan daerah cukup positif, khususnya disektor perkebunan dan pertanian.
Warga bali dan jawa di konsel sudah seperti saudara sendiri, mereka bermukim berpuluh tahun, beranak pinak dan hidup bersama berdampingan dengan warga local, jadi tidak ada lagi perbedaan, semua sama berhak hidup di atas tanah Indonesia. Mereka pun menganggap bahwa daerah yang baru 10 tahun mekar dari kabupaten konawe ini sudah seperti kampung sendiri dan tidak lagi meminta untuk kembali daerah asal mereka.
Betahnya warga transmingrasi di konsel tersebut terkait dengan pembinaan trasnmingrasi oleh pemerintah yang tiada henti memberikan pelayanan serta pembinaan yang baik. Jumlah penduduk yang mencapai 240 ribu jiwa yang tersebar di 22 kecamatan dan 351 desa tersebut lebih dari 50 persen adalah warga transmigrasi bahkan terkhusus untuk masyarakat bali di Konsel sebanyak 43 desa 90 persen lebih adalah warga bali dan secara keseluruhan warga bali sejak tahun 1968 itu sebanyak 1663 kepala keluarga. karena itulah pemerintah tidak membeda-bedakan keberadaan setiap etnis di Konsel, semua adil, satu rasa satu bangsa dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika.
Tak hanya itu dalam menjalankan roda pemerintahan para pemimpin telah menelurkan banyak kiat menjaga keharmonisan antara seluruh jajarannya. Inilah yang menjadi pengalaman mantan Bupati Konawe Selatan, Imran dan buah pikirannya sempat terekam dalam wawancara dengan wartawan kala itu .“Saya kira ini pertanyaan yang sering saya peroleh dan menjawabnya sederhana saya selalu menjadi pendengar yang baik dan memutuskan secara adil. Karena kalau tidak menjadi mendengarkan dengan baik maka pasti akan salah memutuskan sehingga akan menjadi tidak adil bagi semua orang. Dan satu prinsip saya adalah bekerja keras dan menjadi nakhoda yang bijak. Lagi pula unsure muspida juga sudah mengerti tupoksi masing-masing jadi itu saja yang dipedomani,”tegasnya.
Dalam bekerja dan membangun tak sedikit kritikan yang dialamatkan pada era pemerintahan Imran. Namun bagi Imran semua itu hal yang wajar di alam demokrasi sepanjang kritikan itu sifatnya membangun. “Saya kira di alam demokrasi seperti saat ini, kritikan bahkan hujatan bukan lagi sesuatu yang luar biasa. Dan tentu saja pemerintahan yang saya jalankan juga masih banyak kekurangan yang belum dapat menjawab semua kebutuhan rakyat. Sehingga kritikan kerap muncul dialamatkan kepada kami selaku nakhoda daerah ini. Saya kira itu masih dalam tataran yang wajar sebagai bagian dari upaya membangun konawe selatan ke arah yang lebih baik,”ujarnya.
Cerminan pembangunan terus berlanjut pada era Surunudin yang menjadi bupati pasca periode Imran, dimana  sejumlah prioritas pembangunan yang tengah dijalankan pemerintah sebagaimana tertuang dalam visi misi daerah yang tercantum dalam RPJM Konsel, maka prioritas pembangunan diarahkan ke daerah pedesaan sebagai upaya membangun kelas ekonomi baru. Pembangunan dengan konsep Desa Maju Konsel Hebat ini dilakukan setelah melihat potensi besar dari wilayah pedesaan, sehingga ke depan pemerataan pembangunan ekonomi di darat dan laut dapat berjalan seiring dan didasari rasa keadilan. Desa Maju Konsel Hebat sendiri merupakan program pencanangan yang dilakukan pemerintah daerah, dalam rangka mempercepat pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat di  desa -desa konsel.
SK

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *